Debora tersenyum hangat menyambut Fargo datang bersama dengan Andrew. Tatapan wanita itu lembut dan penuh kasih sayang. Debora selalu senang setiap kali melihat Andrew bersama dengan Fargo. Seakan kebahagiaan telah hinggap di kehidupannya. “Mommy,” panggil Andrew riang. “Aku pulang bersama dengan Daddy, Mommy.”“Ya, Sayang.” Debora membelai pipi Andrew penuh kelembutan.“Bawa masuk Andrew ke kamarnya.” Fargo meminta pengasuh Andrew untuk segera membawa Andrew masuk ke kamar. Sejak tadi, Fargo sudah menahan amarah dalam dirinya. Fargo tak mungkin melampiaskan amarahnya pada Debora di depan Andrew.“Daddy, aku masih ingin bersama denganmu,” kata Andrew pelan, yang tak mau berjauhan dari Fargo.“Andrew, aku harus bicara pada ibumu.” Fargo mengusap rambut Andrew. “Masuklah ke kamarmu. Jadilah anak patuh.”Andrew menganggukan kepalanya, menuruti keinginan Fargo. Detik selanjutnya, sang pengasuh segera membawa Andrew masuk ke dalam kamar. “Apa kau ingin marah karena aku membiarkan Andre
Proses perceraian Carol dan Fargo sangatlah tak mudah. Pasalnya Fargo selalu melakukan ribuan cara untuk menghambat proses perceraian. Fargo bahkan meminta asistennya untuk menghentikan pengacara Carol.Namun, sayangnya sekalipun Fargo berupaya untuk menghentikan, tetap saja Carol tak peduli. Carol terus memproses perceraian meski Fargo tak pernah menginginkan perceraian. Jika Carol semakin memperlama, maka yang akan terluka bukan hanya dirinya saja, melainkan Arabella dan juga anak yang ada di kandungannya.Sampai kapan pun, Fargo tidak mungkin pernah bisa bersikap adil. Carol tahu semua orang pasti pernah memiliki masa lalu. Baik itu masa lalu yang buruk ataupun masa lalu yang indah. Akan tetapi, yang menjadi masalah utama adalah Fargo tak mampu bertindak bijak.Kelak di masa depan, Arabella dan bayi yang ada di kandungannya, akan memahami keadaan yang ada. Sejatinya, apa yang dilakukan Carol memang sudah yang paling terbaik. Tentu cinta Carol pada Fargo tak akan pernah berubah. Han
“Akh—” Carol meringis kala cengkraman di tangan Fargo akhirnya terlepas. Ya, kini Carol bersama dengan Fargo berada di kamar mereka. Terlihat pergelangan tangan Carol memerah akibat cengkraman kuat Fargo.“Apa kau sudah gila, Carol! Kenapa kau membiarkan Adrik mengantarmu pulang, Hah?! Bagaimana kalau sampai terjadi sesuatu padamu dan kandunganmu?!” bentak Fargo menggelegar. Kali ini Fargo meluapkan amarahnya. Fargo tak habis pikir dengan cara berpikir Carol yang mau saja diantar pulang Adrik.Carol menatap dingin dan tajam Fargo. “Apa salahnya aku diantar oleh Adrik? Dia sudah berubah. Dia tidak lagi jahat, Fargo.”Fargo mengumpat dalam hati. “Carol, kita belum bisa memastikan! Adrik itu baru saja keluar dari rumah sakit jiwa! Bagaimana kalau tadi sampai dia melukaimu, Hah! Kenapa kau sama sekali tidak berpikir panjang!”Carol melangkah mendekat pada Fargo, dan kian memberikan tatapan dingin pada suaminya itu. “Semua orang bisa berubah. Aku percaya waktu telah mengajarkan Adrik banya
Fargo melebarkan matanya menatap Damian yang berdiri di ambang pintu. Raut wajah Fargo nampak jelas terlihat di kala Damian datang. Pun Carol yang ada di depan Fargo, dikejutkan dengan kedatangan Damian. Ya, baik Fargo atau Carol sama-sama tak mengira kalau Damian tiba. Terlebih perkataan Damian telah terngiang-ngiang di benak Fargo dan Carol.Debora bergeming di tempatnya, tak sama sekali bergerak. Sepasang iris mata Debora menatap lekat Damian. Tatapan yang seakan memiliki makna khusus. Debora tenang seolah tak terjadi apa pun. Kata-kata Damian yang menyudutkannya, memang telah berhasil membuat kecemasan dalam diri Debora, namun Debora berusaha untuk mengendalikan diri agar tak panik.“Paman, apa maksud ucapanmu?” Fargo menatap lekat dan tegas Damian yang ada di hadapannya, tatapan tersirat menuntut Damian menjelaskan padanya.Damian mendekat pada Fargo menatap seksama Fargo. “Kenapa kau mudah percaya pada sesuatu, Fargo? Sekalipun hasil test DNA membuktikan Andrew Tansy adalah anak
Ketegangan menyelimuti sebuah ruang kerja megah. Tampak sepasang iris mata Fargo berkilat tajam, menatap Debora yang begitu pucat. Raut wajah Fargo menunjukan jelas rasa marah tertahan. Rahang Fargo mengetat penuh emosi.“Apa maksud semua ini, Debora?” Fargo kian mendekat pada Debora. Sorot pandangnya begitu penuh tuntutan.Raut wajah Debora memucat terkejut, namun Debora berusaha untuk tenang. Manik mata Debora memancarkan jelas kepedihan yang dalam. Harusnya Fargo bisa melihat kepedihan dan luka di mata Debora, tapi sayang kemarahan Fargo membuat pria itu tak bisa melihat bahwa mata Debora memancarkan kepedihan mendalam.“Asistenmu berbohong! Dia tidak tahu apa pun!” bentak Debora dengan air mata yang mulai berlinang deras.“Kau pikir kali ini aku akan percaya padamu, Hah?!” geram Fargo menunjukan kelas kemarahannya.Debora menatap lirih pada Fargo. “Aku tidak berbohong! Asistenmu ataupun Pamanmu tidak tahu apa pun!” isaknya sesegukan.Emosi Fargo semakin tersulut. Pria itu menangku
Carol membelai lembut pipi Arabella lembut. Segala penat di kepala Carol selalu terobati setiap kali melihat Arabella. Benak Carol memang terus terngiang pada kejadian tadi. Kejadian di mana perdebatan antara Fargo dan Debora.Hati Carol seakan mati. Sekalipun Andrew bukan anak Fargo, tetap tak akan mengubah apa pun. Rasa sakit yang diberikan Fargo teramat dalam. Meninggalkan suatu bekas, yang bahkan tak bisa hilang.“Mommy, apa Daddy sudah tidak menyayangiku lagi?” tanya Arabella pelan. Gadis kecil itu menekuk wajahnya, begitu muram, membendung kesedihan.Carol terdiam mendengar pertanyaan Arabella. Sejak kejadian Fargo lebih memilih Andrew, itu membuat Arabella selalu menanyakan pertanyaan yang sama. Carol selalu berusaha kuat di depan Arabella, namun tak menampik sekuat apa pun Carol, tetap saja dia lemah. Berjuang kuat dari terpaan masalah yang menghantam, tidaklah mudah. “Daddy selalu menyayangimu, Little Girl. Selamanya, tidak akan pernah berubah.” Fargo masuk ke dalam kamar Ar
Fargo berdecak kesal di kala tak bisa menghubungi Carol. Sudah berkali-kali dia mencoba menghubungi sang istri, tapi tak kunjung ada jawaban. Pun pesan yang Fargo kirimkan juga belum dibaca oleh Carol.“Ke mana kau, Carol,” geram Fargo penuh emosi. Umpatan tak henti lolos di bibir pria itu. Ya, sejak tadi hati Fargo merasa tak tenang. Bahkan dia sampai menunda meeting, akibat hatinya tak tenang. Padahal Carol hanya pergi dengan Kimberly.Fargo mengembuskan napas kasar seraya memejamkan mata singkat. Detik selanjutnya, sesuatu hal masuk ke dalam benak Fargo. Sesuatu di mana mengingatkannya untuk menghubungi Kimberly. Fargo yakin pasti sekarang Carol sudah bersama dengan Kimberly.Fargo segera mencari nomor Kimberly di dalam list kontak, dan menghubungi istri dari Pamannya tersebut.“Hallo, Fargo?” jawab Kimberly lebih dulu di kala panggilan terhubung. “Kim, kau bersama dengan Carol, Kan?” ujar Fargo cemas.“Fargo, aku sudah satu jam menunggu Carol, tapi dia belum juga muncul. Aku meng
Fargo menyugar rambutnya dengan wajah yang begitu frustrasi. Sudah sepuluh menit Fargo menunggu, tapi Gene dan Freddy belum juga muncul. Pikiran Fargo benar-benar memikirkan keadaan Carol. Kondisi istrinya yang tengah hamil muda, membuat Fargo takut terjadi sesuatu hal buruk menimpa istrinya.“Shit! Kenapa Gene dan Freddy lama sekali!” seru Fargo dengan menahan rasa kesal dalam dirinya. Fargo tak bisa menahan rasa khawatir di dalam dirinya. Fargo ingin segera menemukan keberadaan Carol.“Fargo, tenangkan dirimu.” Damian berusaha menenangkan Fargo. Fargo memejamkan mata singkat. “Bagaimana aku bisa menenangkan diriku, Paman? Istriku hilang. Dia sekarang tengah hamil.”Damian mengangguk mengerti akan apa yang dirasakan oleh Fargo. “Aku mengerti akan rasa cemasmu pada istrimu, tapi kau tidak akan pernah bisa berpikir jernih kalau pikiranmu bercampur dengan kekhawatiran berlebihan. Tenangkan dirimu. Yakinlah bahwa Carol baik-baik saja.” Fargo mengatur napasnya, meredamkan segala rasa k