Sebelum matahari tenggelam, Delon sudah sampai di rumah Tante Angel. Lyan menemui Delon dengan balutan dress bunga-bunga putih-pink yang panjangnya setengah betis dan tangan setengah bahu, sepatu high heels transparan di bagian atasnya dan sebuah tas kulit berwarna gelap. Rambutnya disanggul sehingga menunjukkan lehernya yang jenjang.
Lyan langsung duduk di samping Delon dan mengecup pipinya, “aku siap pergi bersamamu,” bisik Lyan di telinga Delon.
Delon memacu roda besinya menuju apartemennya di kawasan elit. Marlina sungguh takjub dengan pemandangan yang baru pertama kali dilihatnya. Selama ini dia hanya melihat kemewahan kota dari layar kaca, tapi kali ini dia menikmati keindahan tersebut dengan mata kepalanya sendiri.
Marlina baru pertama kalinya naik l
PlakDelon memegang pipinya kanannya yang terasa panas.“Jangan kau ganggu perempuan polos itu!” hardik Jasmine pada Delon.“Sakit. Jangan marah dulu.” Delon menarik tangan Jasmine hingga Jasmine duduk di pangkuannya. “Kita sudah lama tak menikmati ini berdua,” bisik Delon di telinga Jasmine.“Iya, tapi Lyan anak baik-baik. Jangan kamu cekoki dia dengan barang haram itu!” ucap Jasmine marah.“Salahnya sendiri menyentuh barang-barangku,” kekeh Delon, lalu Delon memberikan alat hisap itu pada istrinya.Keduanya menikmati apa yang sebelumnya sudah disediakan Lyan. Ketika Jasmine sudah mulai meracau den
“Oh. Jangan malu dengan profesimu selama pekerjaanmu halal.” Jonathan memamerkan deretan gigi putihnya.“Iya, terima kasih.” Lyan mengangkat wajahnya.“Kamu juga boleh bekerja di apartemenku sekarang,” bisik Jonathan sambil melirik isi dalam dada Lyan yang menyembul indah.Lyan melihat arah mata Jonathan, lalu dia menutup sebagian dadanya yang terekspos dengan tangan kanan.“Kau mau mampir ke rumahku sekarang?” ajak Jonathan.Lyan menggeleng, “aku hanya diberi izin keluar rumah sampai dengan hari ini aja oleh orang tuaku.”Jonathan tersenyum. “Jarang lho anak jaman sekarang yang nurut sama
“Satu juta lagi,” Lyan menadahkan tangannya dan merapatkan kakinya di perut Jonathan hingga pangkal kakinya penempel di paha Jonathan.“Apa?” Jonathan berdiri dan menghempaskan kaki Lyan dengan kasar.Lyan hampir terguling jatuh dari kasur, tapi kemudian Lyan bangkit lagi dengan menempelkan tubuhnya yang bugil pada tubuh Jonathan. “Dengar, lima ratus ribu untuk ini.” Lyan memegang tangan Jonathan lalu menempelkan tangannya pada pangkal pahanya. “Lima ratus ribu untuk itu,” Lyan menunjuk botol sisa hisapan Jonathan. “Dan lima ratus ribu lagi untuk kamar ini.”“Ini pemerasan!” bentak Jonathan sambil mendorong tubuh Lyan menjauh darinya“Ini adalah nilai yang harus kamu bayar s
Apa yang akan dilakukan Tuan Tan pada Wisnu jika dia melihat asistennya terkapar di samping bong? Lyan gelisah sendiri dalam kamar. Dia tak bisa meninggalkan kamarnya saat Tuan Tan pergi. Malam semakin larut, Lyan tak bisa mengetahui apa yang terjadi pada Tuan Tan dan Wisnu. Lyan memutuskan untuk tidur tanpa menghiraukan urusan mereka.Hingga hampir tengah malam tak ada kabar dari Tuan Tan dan Wisnu, Lyan juga tak berani keluar dari kamarnya. Bagaimana jika Tuan Tan marah dan meninggalkannya di sini? Semakin pusing lagi jika dia diharuskan membayar reservasi dan akomodasi dalam villa ini. Ah, Lyan gila memikirkannya.Di tengah malam, pintu kamar Lyan diketuk. “Siapa?” teriak Lyan dari dalam.“Aku, Wisnu,” balas Wisnu dari balik pintu.
“Apa maksudmu?” Marlina membulatkan mata. “Selagi pemilik kasur ini tidak tidur di sini, kita boleh kan menikmati kasur empuk ini!” Wisnu terlentang dengan kedua tangan menyangga kepalanya. Lyan memandang Wisnu penuh emosi, “tega sekali kamu!” umpat Lyan. “Ayolah, buang segala egomu. Mari kita nikmati malam ini,” rayu Wisnu. “Aku juga ingin menikmati barangmu itu setelah kita ehem-ehem.” Wisnu tertawa. “Kamu belum bayar, jadi tak ada yang gratis!” ucap Lyan ketus. “Kamu mau berapa?” tanya Wisnu dengan memamerkan isi dompetnya. “Kenapa kamu sangat perhitungan denganku? Kamu pikir apa tua bangka itu akan membayarmu tanpa campur tanganku?” “Apa mak
“Dia ngomong apa sih, Mbak?” tanya Lyan pada Susi.Mbak Susi mengangkat bahu lalu meninggalkan Lyan dan Chris.“Wajahmu sekarang cantik dan terawat, aku suka,” puji Chris.“Terima kasih. Tapi kurasa ada yang salah dengan kata-katamu tadi. Aku ingin kamu menarik kata-katamu dan meminta maaf padaku. Oh ya, aku juga tak ingin kamu mengulangi kata-kata kotormu itu,” tegas Lyan.“Sombong sekali. Coba lihat uang yang kubawa.” Chris memamerkan dompetnya.“Pergi dan bawa uangmu itu. Jessie akan marah jika kau berpaling darinya.” Lyan mengingatkan.Tiba-tiba Chris mendekat pada Lyan lalu menarik m
“Kamu gak lagi hamil kan?”Lyan menengadahkan kepala, “gak!”“Mbak Mar kenapa?” tanya Pak Udin, pembantu Tante Angel.“Gapapa,” Lyan membasuh wajahnya.“Tante Angel minta buatkan nasi goreng,” kata Pak Udin lagi.“Iya, nanti aku ke sana,” jawab Lyan.Lyan menyusul pak Udin menuju ke dapur di rumah Tante Angel. Di sana, Lyan mulai meracik bumbu. Ketika bumbu ditumis, Lyan kembali merasakan mual tapi tetap ditahan. Kepalanya semakin berat, tubuhnya melemah. Sebelum nasi gorengnya matang sempurna, Lyan mematikan kompor dan menyudahi kegiatan masaknya. Jelas ada yang tidak beres d
“Tunggu apalagi? Buka bajumu sekarang!” bentak Mitha.“Untuk apa?” Lyan berbalik tanya. Lyan mulai merasakan ada sesuatu yang tak beres dengan Mitha.“Kamu gak asyik.” Mitha duduk sambil memeluk lututnya. Lama terdiam dalam duduk, bahu Mitha naik turun, sepertinya dia sedang menangis.Lyan menyentuh bahu Mitha untuk menyodorkan segelas air mineral. Mitha meminum airnya sedikit lalu mengembalikan gelasnya lagi pada Lyan.“Jadi, kamu gak tertarik sama aku?” tanya Mitha galau.Lyan menjauh dari Mitha. “Saya perempuan, sukanya sama laki. Saya gak suka sama perempuan.”“Tapi aku