Dokter gadungan itu mengarahkan jarum suntik ke arah Lyan.
“Tidak, aku gak mau,” jerit Lyan. Lyan turun dari bed partus lalu menyabet celana jeansnya dan mengenakannya lagi.
Tante Angel duduk menyandarkan punggungnya ke sandaran kursi seraya melipat kedua tangannya di dada, “yakin, kamu gak mau?”
Lyan memanjangkan lehernya ketika mendengar apa yang baru dikatakan Tante Angel. Perlahan dia menurunkan celananya lagi. Kata-kata Tante Angel sungguh sangat menekan Lyan. Jika Lyan tak menurutinya, dimana dia akan tinggal selanjutnya.
“Ayo naik!” perintah dokter itu dengan mengacungkan suntikanny
Dokter gadungan itu mengarahkan jarum suntik ke arah Lyan.“Tidak, aku gak mau,” jerit Lyan. Lyan turun dari bed partus lalu menyabet celana jeansnya dan mengenakannya lagi.Tante Angel duduk menyandarkan punggungnya ke sandaran kursi seraya melipat kedua tangannya di dada, “yakin, kamu gak mau?”Lyan memanjangkan lehernya ketika mendengar apa yang baru dikatakan Tante Angel. Perlahan dia menurunkan celananya lagi. Kata-kata Tante Angel sungguh sangat menekan batin Lyan. Jika Lyan tak menurutinya, dimana dia akan tinggal selanjutnya.“Ayo naik!” perintah dokter itu dengan mengacungkan sunt
Lyan terpaksa menghisap apa yang diberikan Tante Angel.“Kamu ini aneh, jual tapi gak pernah pake.” kata Tante Angel sambil memperhatikan cara Lyan menghisap.“Biar irit pengeluaran,” balas Lyan yang disambut tawa renyah Tante Angel.“Kamu pernah merokok?” tanya Tante Angel lagi. Lyan menggeleng.“Kalau minum alkohol?” tanya Tante Angel.“Pernah dikit, gak sampai setengah gelas.” jawab Lyan. Kepalanya mulai pusing.“Biar irit?” Tante Angel tertawa sendiri karena Lyan sudah masuk ke dunia lain.
“Ini barang saya, hak dan privasi saya. Anda tidak boleh seenaknya melihat isi di dalamnya.” bantah Lyan.“Iya, tapi Mbak tadi cuma bilang bawa kardus aja di bagasi. Sekarang kok tambah tas pink juga?” kondektur itu tak mau mengalah.Lyan merebut tas pink miliknya dengan kasar, tapi kondektur itu menarik tas itu lagi lalu melemparkan ke dalam bagasi.Lyan tak mau kalah, dia masuk ke dalam bagasi bus dan mengambil tas pink itu. Lyan dan kondektur saling tarik menarik tas warna pink itu. Keduanya berhenti ketika suara klakson bus berbunyi. Lyan membawa barang bawaannya menjauh dari bus dengan berlari.“Awas kalo penumpang saya ada kehilangan! Berarti kamu yang nyuri! Pake kerudung tapi maling.” umpat kondektur itu lal
Lyan menunduk untuk menghindar dari pukulan dengan menunduk. Saat menunduk itu juga, Lyan menyapu kaki ketiga orang yang mengepungnya. Dalam satu rotasi ketiganya sudah berjatuhan. “Aku gak mau bermain-main terlalu lama. Mana bos kalian?” ucap Lyan pelan. Salah satu dari orang tersebut berdiri, “ikut aku!” “Tadi hanya pemanasan aja lho. Kalau kalian macam-macam, aku bisa membuat tulang kalian remuk!” ancam Lyan. Ketiganya saling berpandangan, tiga orang lelaki kekar dengan mudah dilumpuhkan oleh seorang wanita berbadan ramping. Ketiganya membawa dua unit sepeda motor lalu mengajak Lyan naik dalam motornya. Ketika Lyan naik ke atas motor dengan duduk membentangkan dua kaki di belakang pengemu
“Boleh dicek?” tanya pria itu lagi.“Kurasa aku juga perlu mengecek keaslian uang tersebut!” balas Lyan tak mau kalah. Pria tua tadi menarik plastik hitam yang berisi uang menjauh dari jangkauan Lyan.“Silahkan,” ucap bos tersebut, lalu dengan isyarat mata dia menyuruh si pria tuan memberikan uang yang dimaksud. Lyan juga mengeluarkan barang bawaannya dan meletakkan di atas timbangan digital. Berat total 1000,05 gr.Lyan menyesal meminta untuk mengecek keaslian dan jumlah uang dari pria tersebut karena dia tak punya alat seperti dokter gadungan kemarin. Lyan hanya memperkirakan jumlah ikatan uang yang diserahkan pria tua tadi.Setelah saling mengecek, Lyan meninggalkan tempat. Pria itu memberik
“Semalam kata Emak, Mbak keluar menghadapi preman. Sekali tendangan, mereka jatuh semua. Terus Mbak diajak kemana sama preman itu?” Lyan menaruh jari telunjuk ke depan bibirnya, “kantor polisi, jangan bilang-bilang ya!” bisik Lyan. Rahma membulatkan matanya. “Mbak Lyan keren ya!” “Jawab tidak tau kalau ada yang bertanya ya!” tegas Lyan. Rahma menganggukkan kepalanya. Setelah mandi dan bersolek, Lyan berpamitan pada anak kelas empat SD itu dan memberikan kardus berisi keripik itu pada Rahma, “boleh kau jual, dimakan sendiri atau diberikan pada orang lain.” Lagi-lagi Rahma mengangguk tanda mengerti. Rahma masih kagum dengan Lyan. Lyan meninggalkan ru
“Kalau gak diizinkan mama, nanti tidur di kamarku aja!” kata Azka ngotot.Lyan dan Mbak Susi saling berpandangan. “Mas Azka bisa aja, saya sudah terbiasa tidur di sini kok.”“Jangan dong, masa perempuan tinggal di tempat seperti ini. Gak layak banget.” Azka masih tetap pada pendiriannya.“Uang saya gak sebanyak Mbak Susi yang bisa ngekos di sana. Dibolehin tidur di sini, syukur banget, Mas.” seloroh Lyan.“Justru itu, Mbak. Saya gak lama kok tinggal di sini. Selebihnya Mbak Lyan bisa tidur di kamar saya selama saya gak tinggal di sini. Oke?” paksa Azka.“Apa mungkin saya dan Mbak Susi bisa sekamar?” balas Lyan.
Lyan melongo mendengar apa yang dikatakan Azka. Azka terlihat sangat bersemangat.“Sepertinya Tante Angel tak akan mengizinkan aku pergi.” ucap Lyan takut-takut.“Gak usah pedulikan dia. Aku akan bertanggung jawab jika mamaku marah padamu.” kata Azka pasti.“Bukan begitu, Mas. Masalahnya bukan hanya marah pada saat ini saja, tapi masa depanku. Kalau sampai Tante Angel mengusirku, dimana lagi aku akan tinggal?” Kedua mata Lyan berkaca-kaca.“Kamu gak percaya sama aku? Mbak Susi aja pernah aku antar mudik seminggu dan diberhentikan kerja di sini. Tapi, buktinya sampai sekarang Mbak Susi masih nyaman kerja di sini. Iya kan, Mbak?” ucap Azka pasti.“Tapi setidaknya, temani aku