"Nak Nanda, saya nitip jagain Maya sebentar ya! Ada acara undangan nikah puterinya sahabat sejak SMA di Bekasi. Kuatir kalau Maya sendirian di rumah, padahal saya pergi sama papanya Maya," pesan Nyonya Melita Wahyuni kepada perawat puterinya di teras saat ia hendak berangkat ke resepsi pernikahan bersama suaminya.Ananda pun menjawab dengan senyum tipis, "Baik, Bu Melita. Saya akan jaga Maya baik-baik!""Oke, kutinggal dulu ya, May, Nak Nanda!" pamit mama Maya."Tiiinnn ...tiiiinnn ... Maaa ayo berangkat, keburu siang!" Pak Roy menekan klakson mobilnya tak sabar karena istrinya tak kunjung naik ke mobil."Hiiihhh nggak sabaran Papa ini!" omel Nyonya Melita sembari bergegas naik ke bangku samping pengemudi. Dia lalu melambaikan tangannya dari jendela kepada Maya dan Ananda dari jendela mobil yang mulai melaju meninggalkan halaman depan garasi.Maya menghela napas dengan jantung berdebar kencang, dia hanya berdua saja dengan perawatnya pagi jelang siang yang mendung ini. Dengan hati-hat
Jantung Maya mendadak aritmia, dia tidak menyangka di siang hari berpenghujan deras ini seorang pria akan menembaknya menjadi pacar. Dia dan Ananda masih tergolong baru berkenalan, terlalu dini rasanya bila menjalin sebuah hubungan spesial."Mas Nanda, kalau aku minta waktu lebih lama buat pikir-pikir dulu apa boleh?" tanya Maya hati-hati. Dia merasa trauma di hubungan cintanya dengan Andre yang kandas jelang pernikahannya masih terasa menyakitkan.Sebuah jawaban tak terduga dari Maya membuat Ananda justru menaikkan penilaiannya kepada gadis di hadapannya. Seharusnya karena kondisinya yang cacat, Maya akan dengan mudah menerima tawaran cintanya. Namun, gadis itu malah minta waktu berpikir matang."Baiklah. Ambil waktu yang kau perlukan, May. Ketahuilah bahwa perasaanku kepadamu tulus," ujar Ananda lalu bangkit berdiri dan duduk di kursi samping Maya.Dengan cekatan Maya melayani Ananda untuk mengambilkan menu makan siang yang telah disiapkan oleh mamanya sebelum berangkat ke Bekasi. M
Ketika melihat Ananda yang berdiri di bingkai pintu teras depan dalam kondisi basah kuyup, hati Maya seolah jatuh iba. Pria muda itu hanya ingin membantunya mandi, tetapi malah terpeleset sabun cair yang menetes di lantai dan tercebur ke dalam bathtub bersamanya tadi. Maya menjalankan kursi rodanya mendekati Ananda seraya berkata, "Mas Nanda, ganti baju dulu ya pakai pakaian punya papaku? Ukuran kalian sepertinya mirip kok."Mendengar suara Maya maka Ananda pun menoleh ke belakang. "Oke, aku pinjam baju papamu dulu ya, May!" ujarnya seraya menerima sepasang kaos dan celana jins selutut beserta celana dalam pria yang diulurkan oleh Maya kepadanya."Kalau mau sekalian mandi di kamar mandiku boleh, Mas Nanda!" seru Maya saat Ananda bergegas masuk ke kamar tidunya.Ananda menoleh ke arah Maya lalu menganggukkan kepalanya. Rasanya lengket juga tubuhnya setelah beraktivitas seharian ditambah basah-basahan bersama Maya di bathtub. Dia pun menutup pintu kamar Maya lalu meletakkan pakaian gan
Dalam benak Ananda Kusuma, dia ingin berjuang sekuat tenaga untuk membuat Maya dapat berjalan lagi. Itu pun termasuk menyuntik modal berupa pembelian saham perusahaan farmasi asal Filipina. Dia ingin agar pabrik obat terkemuka itu meneliti formula suplemen dan obat kimia maupun herbal yang dapat menyembuhkan kelumpuhan saraf terutama di kaki.Pagi itu dia menemui delegasi dari Filipina yang dipimpin sendiri oleh owner sekaligus presdir perusahaan farmasi itu, Mr. Claudio Gonzacio. Mereka bertemu di convention hall berukuran sedang di Hotel Cakrawala Indonesia lantai 10. Ananda menyambut hangat kehadiran Mr. Claudio dengan jabat tangan dan pelukan. Dia mempersilakan semua delegasi dari Filipina untuk duduk di kursi rapat yang mengelilingi meja meeting oval.(Percakapan diterjemahkan langsung dari bahasa Inggris ke bahasa Indonesia)"Selamat pagi, Semuanya. Mister Claudio, selamat datang di Indonesia! Terima kasih telah berkunjung ke kantor Grup Kusuma Mulia," sambut Ananda langsung ta
Hari baru lagi bagi Ananda Kusuma untuk merawat pujaan hatinya. Dia bersiul-siul riang selama perjalanan menuju ke rumah Maya. Sepertinya naik sepeda motor matic sudah menjadi kebiasaan barunya yang tak lagi menyebalkan. Beberapa bulan lalu ia mungkin merasa uring-uringan setiap kali menaiki mode transportasi yang kurang nyaman itu. Namun, sekarang Ananda sudah terbiasa.Sesampainya di halaman depan teras rumah yang asri itu, Ananda memarkir sepeda motor matic miliknya yang berwarna hitam itu. Pintu teras depan dibukakan oleh mama Maya, wanita itu telah mendengar suara sepeda motor milik Ananda dari dalam rumah."Pagi, Bu. Apa Maya ada?" sapa Ananda menjabat tangan Nyonya Melita Wahyuni dengan sopan.Wanita paruh baya itu tersenyum senang, dia pun menjawab, "Pagi juga, Mas Nanda. Pasti ada dong, tapi Maya lagi sibuk di dapur tuh.""Ehh—apa dia lagi masak, Bu?" Ananda mendadak penasaran."Coba kamu tengok sendiri, oke? Ayo masuk aja ke dalam," sahut mama Maya menyunggingkan senyum mist
"May, kamu mau nggak seandainya kuajak pergi jalan-jalan keluar rumah? Yaa—nggak hari ini sih tapi lusa atau kapan kamu siap," tanya Ananda kepada Maya sambil mengurut kaki kanan gadis itu.Tatapan ragu itu seolah memberi pertanda akan sebuah penolakan dari Maya. Namun, Ananda tak mudah menyerah. Dia berkata lagi, "Aku pengin ajakin kamu ke taman yang dekat saja di sekitar Jakarta sini. Bukan mau culik kamu ke tempat antah barantah, jangan kuatir!" "Emm ... boleh deh, Mas. Kapan aja aku bisa asalkan nggak hujan, sepertinya juga sudah saatnya buatku refreshing otak. Sebulan ini memang menulis cerita dongengnya terlalu aku paksain—nggak baik deh!" ujar Maya mengiyakan permintaan Ananda. Senyum ceria menghiasi wajah pria muda tampan itu, sesuatu yang jarang bisa dilihat orang lain darinya. Karyawan di perusahaannya menilai dirinya sebagai bos yang serius serta cenderung galak pada bawahannya."Lusa ya, May?" tanya Ananda memastikan jadwal jalan-jalan mereka berdua.Maya menganggukkan k
Sesuai janjinya kepada Maya, pukul 10.00 WIB mereka berdua berangkat ke sebuah taman bunga yang masih berada di kawasan Jakarta. Ananda mengendarai mobil pinjaman dari mama Maya."Hati-hati bawa mobilnya ya, Mas Nanda!" pesan Nyonya Melita Wahyuni saat melepas kepergian puterinya bersama perawat gadis itu di halaman depan garasi rumahnya."Tenang, Bu Melita. Saya sudah biasa bawa mobil kok, nggak akan saya bikin penyok apa gores," sahut Ananda sembari tertawa pelan. Maya pun berkata gemas kepada mamanya, "Mama ini baru kuatirnya sekarang! Kemarin diiya-iyain Mas Nanda pas pinjam mobil. Jadi gimana nih, Ma, berangkat atau batal pergi jalan-jalannya?" "Ckkk ... Maya!" Nyonya Melita menatap puterinya dengan kesal. Lalu ia pun berkata kepada Ananda, "Sudah—berangkat sekarang aja ya Mas Nanda, nanti keburu siang malah hujan pula!""Baik, Bu. Saya bawa Avanza-nya dan juga Maya. Permisi—" Ananda pun melambaikan tangan kanannya ke mama Maya lalu melajukan mobil Avanza putih itu meninggalkan
"Sherrin!" teriak Andre lalu mengejar tunangannya yang berlari menjauh dari kerumunan.Tangan Andre terulur menangkap pergelangan tangan gadis itu dan merengkuhnya ke dalam dekapannya di tepi danau. "Hey ... hey ... kamu salah paham, Sher. Nggak ada apa-apa antara aku dan Maya. Kami sudah selesai, dia bukan siapa-siapaku lagi," tutur Andre berusaha meyakinkan tunangannya yang terisak-isak di pelukannya.Wajah Sherrin yang tersembunyi dari tatapan Andre di dada pria itu menyeringai licik. Dia senang karena kini tak ada lagi tempat untuk Maya kembali ke sisi Andre. 'Dasar gadis lumpuh! Lihat nih, siapa yang dipilih sama Andre ... gue bukan loe 'kan?' batinnya puas.Sementara itu Maya yang menatap kemesraan Andre dan Sherrin dari kejauhan memalingkan wajahnya yang memerah menahan air matanya luruh. Mantan rekan modelnya, Belvania menepuk-nepuk bahu Maya seraya berkata, "May, lupakan saja Andre. Dia sudah memilih kekasihnya yang baru. Jangan mengharapkan dia kembali, kamu hanya akan kecew