Home / All / Gadis Cacat Pilihan CEO / Gelapnya Dunia Maya

Share

Gelapnya Dunia Maya

last update Last Updated: 2022-07-02 06:48:39

Tubuh Maya rasanya sakit semua, tidak hanya itu, tetapi kakinya pun seolah mati rasa. Dia mencoba membuka matanya perlahan, kepalanya masih pusing dan terasa seperti berputar-putar. 

"May, kamu sudah sadar, Nak?" ucap Nyonya Melita bangkit dari kursi di sisi ranjang puterinya.

Dia menggenggam tangan Maya sembari menitikkan air mata. Dia tak sanggup menjelaskan bahwa Maya akan cacat kakinya seumur hidup. 

"Pa, panggil Dokter Jonathan. Maya sudah sadar ...," seru Nyonya Melita pada suaminya yang tertidur di sofa.

Pria berusia 50 tahunan itu bangun dari sofa lalu keluar kamar perawatan puterinya untuk mencari dokter yang merawat Maya.

Tak lama kemudian, Roy kembali ke kamar perawatan Maya bersama perawat dan juga Dokter Jonathan. 

Dokter itu memeriksa kondisi fisik Maya dengan cermat. Dia pun bertanya, "Yang dirasakan apa, Mbak Maya?"

"Sakit, Dok. Kaki saya ... mati rasa ... seperti tidak punya kaki saja," jawab Maya dengan suara lemah menatap dokter muda itu.

Dokter Jonathan mengangguk-anggukkan kepalanya. Dia sudah menyangka, Maya akan mengalami kelumpuhan saraf di bagian kakinya. Dia turut prihatin dengan kondisi pasiennya itu. 

Semalam tim bedah ortopedi sudah mengusahakan yang terbaik untuk menyambung apa yang patah dan yang putus di bagian paha gadis itu. Pemulihannya hingga normal memiliki prognosa dubius-infausta (ramalan suatu kondisi sakit antara ragu-ragu hingga tidak dapat sembuh).

Pria itu mendesah lelah secara fisik maupun secara batin dengan kondisi pasien yang dia rawat sejak semalam hingga pagi ini. Kondisi gadis cantik itu sangat berantakan, rambutnya kusut ternoda darah kering, wajahnya pucat pasi. 

"Mbak Maya harus tegar ya? Untuk sementara kakinya belum bisa dipakai berdiri dan berjalan," ujar Dokter Jonathan dengan hati-hati memberitahukan kondisi pasiennya itu.

Hati Maya mencelos, dia berpikir apa dia akan lumpuh dan tidak bisa menggunakan kakinya lagi. Diapun bertanya pada dokter itu, "Dok, apa saya akan lumpuh?"

"Ehmm ... saya tidak bisa mengatakan jawaban pastinya. Hanya Tuhan yang tahu apakah Mbak Maya bisa berjalan lagi atau selamanya harus berada di kursi roda. Cedera di bagian paha itu memutus koneksi dengan bagian kaki di bawahnya yang juga mengalami cedera saraf ringan. Mungkin fisioterapi rutin akan membantu pemulihan fungsi kaki Mbak Maya, tetapi saya tidak bisa menjamin 100% bahwa Mbak Maya akan bisa berjalan kembali," jawab Dokter Jonathan apa adanya. 

Air mata yang tadinya tergenang di bola mata Maya mulai luruh ke pipinya. Dia merasa dadanya seakan ditikam sembilu. Kaki indahnya yang biasa berjalan melenggak-lenggok di atas panggung catwalk, kini sudah mati rasa dan tidak bisa lagi berjalan. 

"May, yang sabar ya ... Mama tahu perasaanmu, ini pasti sangat menyedihkan. Kamu masih punya Mama dan Papa yang akan mendampingimu," ujar Melita pada puterinya sembari memeluk tubuh Maya ke dalam dekapannya.

"Andre mana Ma? Maya belum melihat Andre ...," ucap Maya mencari di ruang perawatannya.

"Saya mohon diri dulu ya, Pak, Bu, Mbak Maya," pamit Dokter Jonathan karena tugasnya memeriksa kondisi Maya sudah selesai. Kondisi pasien juga cenderung stabil pasca operasi sekalipun masih harus diopname untuk memantau hasil operasi kakinya selama seminggu.

"Silakan, Dok," jawab Roy mewakili keluarganya.

Melita sebenarnya juga mempertanyakan ketidakhadiran tunangan puterinya itu sejak semalam seolah tidak peduli dengan kondisi Maya yang memprihatinkan ini.

"Mungkin dia sibuk syuting, May. Kau pasti tahu 'kan jadwal kerja Andre yang padat biasanya," jawab Melita mencari alasan yang masuk akal agar Maya tidak terlalu sedih karena ketidakhadiran kekasihnya itu.

"Benar juga, Ma. Andre pasti sibuk, biarkan saja Ma, jangan diganggu ...," sahut Maya membenarkan ucapan mamanya.

Roy pun membelai puncak kepala puterinya itu sembari berkata, "Kamu nggak usah banyak berpikir, May. Banyak istirahat biar lekas sembuh, oke?" 

"Oke, Pa. Maafkan Maya yang bikin panik semua orang," balas Maya dengan tak enak hati.

Hari demi hari yang dilewati oleh Maya di rumah sakit tanpa kehadiran tunangannya itu terasa begitu berat. Maya sudah mengirimkan berpuluh-puluh pesan kepada Andre. Namun, tak satu pun pesan itu berbalas. Dalam lubuk hatinya, Maya merasa ada yang tak beres dengan kebungkaman Andre.

Hingga seminggu setelah operasi kakinya, pria itu muncul bersama mamanya di ruang perawatan Maya. Wajah gadis itu berbinar-binar melihat kekasihnya yang akhirnya datang menjenguknya.

"Halo, Sayang. Akhirnya kamu datang juga, apa jadwal syutingnya sibuk sekali?" sapa Maya yang terbaring setengah bersandar di ranjang pasien.

Wajah Andre mendung dan enggan menjawab pertanyaan Maya. Dia terdiam seribu bahasa. Matanya nyalang menghindari tatapan mata Maya yang sehangat mentari pagi.

Nyonya Astrid, mama Andre yang mulai berbicara, "Halo, Maya. Gimana kabar kamu? Apa kakinya sudah bisa digerakkan?" tanyanya sembari tersenyum palsu.

Pertanyaan mama Andre itu membuat hati Maya tercubit, dia begitu sedih menerima kenyataan bahwa kemungkinan besar dia akan lumpuh. Dokter Jonathan Prawira mengatakan lebih besar peluang dia cacat seumur hidup dan harus menggunakan kursi roda.

"Kaki saya mati rasa, Tante. Kata Dokter Jonathan, kemungkinan besar saya harus menggunakan kursi roda seterusnya," jawab Maya jujur apa adanya mengenai kondisinya.

Wanita paruh baya itupun menoleh menatap puteranya. Dia berkata, "Ndre, kamu sudah dengar sendiri 'kan dari mulut Maya? Apa yang Mama katakan itu betul. Sudah, sekarang putuskan hubunganmu dengan Maya. Biarkan dia mendapat jodoh yang lain."

Perkataan mama Andre itu seperti petir di siang bolong. Maya seperti tak sanggup menerima kenyataan pahit ini. Calon mama mertua Maya justru menyuruh puteranya itu meninggalkannya. Bulir-bulir air mata menetes melewati pipi Maya yang halus. Suara isakan tertahan terdengar memecah keheningan yang menggantung di kamar perawatan itu.

Betapa teganya Nyonya Astrid yang sama-sama seorang wanita mendesak puteranya untuk memutuskan hubungan di saat Maya tidak berdaya dan seolah telah kehilangan seluruh dunianya. Andre yang seharusnya menjadi penopang dalam hidup Maya juga harus terengut. 

Maya menunggu ucapan itu meluncur dari bibir kekasihnya sendiri. Dia terdiam menatap Andre yang mematung dan terdiam seribu bahasa.

"Ndre, ayo ... Mama tahu kamu sibuk. Katakan sekarang keputusanmu pada Maya," desak Nyonya Astrid dengan lembut, tetapi menusuk.

Dengan berat hati, Andre pun menuruti keinginan mamanya. Diapun berkata, "May, maafkan aku tidak bisa menjadi pendampingmu lagi. Hubungan kita berakhir di sini. Jangan hubungi aku lagi. Kau bebas mencari pengganti diriku, aku membatalkan rencana pernikahan kita. Semua biaya biar aku yang tanggung, kau tidak perlu mengeluarkan uang sepeser pun."

Mendengar perkataan Andre, tangis Maya pun pecah, dia meraung-raung tak sanggup menahan rasa sakit di hatinya. Pria itu memilih untuk meninggalkannya ketika dunianya begitu gelap tak lagi bercahaya.

Usai mengatakan kata putusnya, Andre melangkah meninggalkan kamar perawatan Maya. Sementara Maya berusaha untuk mengejarnya hingga jatuh terguling dari ranjang pasien karena dia lupa kehilangan kemampuan kakinya.

GUBRAK!

"Andre, tunggu! Jangan tinggalkan aku, Ndre!" seru Maya berusaha mencegah kepergian kekasihnya itu. Maya merangkak di lantai dengan kedua tangannya mengejar Andre.

Pria itu berhenti melangkah dan menatap Maya yang merangkak mendekatinya. Hatinya iba melihat gadis yang sangat dia cintai menderita seperti itu. Ketika dia akan membantu Maya, mamanya berteriak, "Berhenti, Andre. Jangan kasihani dia! Dia hanya akan menyusahkan hidupmu nanti."

Tangan yang terulur itupun urung menyentuh Maya. Pria tampan dengan sejuta pesona itu meninggalkan Maya tergolek di lantai rumah sakit dan memilih untuk melanjutkan langkahnya keluar dari pintu tanpa menoleh lagi ke belakang.

Kesedihan yang mendalam ditambah kondisi fisiknya masih lemah membuat Maya terbaring tak sadarkan diri di lantai dingin itu.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (36)
goodnovel comment avatar
Ida Darwati
laki laki ga berahlak itu andre
goodnovel comment avatar
Ida Darwati
ya untung sebelum menikah,,tapi suatu saat dia dapat karmanya
goodnovel comment avatar
Ida Darwati
dasar gila itu si andre laki laki gda perasaan habis manis sepah di buang,,,smoga aja maya dapat jodi melebihi andre,,dan andre mendapat balasan setimpal dg keluarhanya
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Gadis Cacat Pilihan CEO   Perhiasan Abadi Bagi Seorang Wanita (The End)

    Beberapa bulan kemudian sesuai janji Maya kepada Dokter Joyo Baskara, usai kelahiran anak kembar laki-laki dan perempuannya berselang masa nifasnya. Dia mengunjungi TPU Tanah Kusir bersama suaminya kali ini. Mereka hanya berdua saja dan ketiga anak mereka dititipkan di rumah kakek neneknya.Langit pagi itu biru cerah dengan gumpalan awan putih di angkasa. Musim kemarau baru berjalan tak lama di Indonesia waktu itu. Angin di taman pemakaman yang asri dan tenang itu bertiup sepoi-sepoi menerbangkan rambut panjang Maya yang tergerai. Suara serangga tongeret terdengar nyaring mengisi kesunyian tempat dimana ratusan jasad terkubur di bawah tanah berlapis rumput hijau yang terpangkas rapi.Ananda berjalan sembari menggenggam tangan kanan Maya dengan tangan satunya membawakan keranjang bunga mawar tabur untuk makam mendiang Andre dan mamanya.Dari kejauhan mereka dapat mengenali nisan putih bertuliskan nama sepasang ibu dan anak yang telah tiada tak lama berselang itu. Mereka berdua melangka

  • Gadis Cacat Pilihan CEO   Kata Maaf yang Tak Sempat Terucap

    "Maafkan kami, Bu Maya. Kondisi fisik Nyonya Astrid semakin hari semakin melemah. Secara kejiwaan dan juga pikiran memang terapi psikologisnya berhasil membawa akal sehatnya kembali normal. Hanya saja—semangat hidupnya telah sirna, di situlah letak kesulitannya," terang Dokter Joyo Baskara yang merawat mama Andre selama berbulan-bulan terakhir ini.Maya pun menanggapi perkataan Dokter Joyo melalui sambungan telepon antar negara itu, "Baik, Dok. Kalau boleh saya tahu apakah Tante Astrid masih mau makan teratur setiap hari?""Masih, hanya terlalu sedikit. Dia juga lebih banyak tidur dibanding beraktivitas. Jarang berkomunikasi dengan orang lain yang ada di sekitarnya. Saya yang paling sering berbicara dengan beliau untuk menjalani konseling kejiwaan," ujar Dokter Joyo berusaha menjelaskan situasi sulit yang dihadapinya terkait pasien yang ditanganinya.Setelah berpikir sejenak, Maya pun bertanya, "Seandainya saya datang ke sana, apa beliau mau berbicara dengan tenang?""Nyonya Astrid me

  • Gadis Cacat Pilihan CEO   Dua Kabar Bahagia

    Ketika Ananda sarapan pagi bersama Maya dan Bayu, di sekeliling meja makan juga ada Aji dan Marcella yang sudah dianggap seperti anggota keluarga kecil mereka."Ji, bikinin janji ke rumah sakit sepulang kerja nanti buat Maya ya. Kami mau periksa kehamilan," ujar Ananda santai sambil menikmati menu sarapan paginya.Mendengar perintah bosnya, Aji dan Marcella saling bertukar pandang kikuk. Mereka lalu diam-diam tersenyum satu sama lain. Aji pun menjawab, "Siap, Pak Nanda. Nanti saya buatkan janji ke dokter Obsgyn. Oya, kalau nanti kami nebeng berangkat ke rumah sakit apa boleh, Pak?"Kali ini Maya dan Ananda yang heran lalu Maya yang bereaksi terlebih dahulu, "Siapa yang sakit nih?""Cella juga mau periksa kehamilan sore ini, Bu Maya!" jawab Aji yang membuat seisi meja makan tertawa.Ananda pun menanggapi, "Kok bisa barengan nih jadinya. Padahal bikinnya nggak janjian 'kan?" Mendengar candaan suaminya, Maya mencubit pinggang pria itu hingga mengaduh-aduh. "Mas Nanda ini bisa-bisanya—"

  • Gadis Cacat Pilihan CEO   Karunia untuk Pasangan Unik

    "Hai, Hubby ... apa kamu capek?" sambut Marcella Wrigley saat bayi besarnya memeluknya erat-erat di balik pintu kamar tidur mereka sepulang kerja.Dengan manja Aji menyurukkan wajahnya di lekuk leher istrinya yang menguarkan aroma parfum feminin nan lembut. Dia menyesap kulit putih terang itu, tetapi Marcella membiarkannya begitu sekalipun akan membekas tanda kepemilikan berwarna merah tua nantinya yang tentu saja bertahan cukup lama."Baby Cella, Sayangku ...," gumam Aji sembari meraup tubuh istrinya menuju ke tempat tidur mereka.Wanita berambut pirang dengan sepasang mata biru itu melingkarkan kedua lengannya di leher Aji sambil menatap wajah pemuda berondong menggemaskan yang sedang menggendongnya. "Ji ... aku punya kabar mengejutkan untukmu," ujar Marcella hati-hati saat tubuhnya dibaringkan di atas ranjang. "Apa tuh, Cella?" sahut Aji santai seolah yakin dia tak akan terkejut mendengar pemberitahuan istrinya. Mereka sudah menikah berbulan-bulan dan kipernya telalu ahli menjaga

  • Gadis Cacat Pilihan CEO   Ketika Yang Mulia Menjadi Terhina

    "Terdakwa penculikan putera dari CEO Grup Kusuma Mulia yaitu pasangan ibu dan anak Hartadinata telah menerima vonis bersalah dari pengadilan dan dijatuhi hukuman kurungan selama 5 tahun. Demikian laporan Desti Triana dan cameraman Rizky Setiadi dari depan ruang sidang. Kembali ke studio 5 Surya TV!" Berita siaran petang itu menjadi tayangan yang menyita perhatian Pak Alan dan Nyonya Belina. Mereka saling bertukar pandang prihatin. Kemudian Nyonya Belina berkata, "Kasihan sebenarnya, Pa. Sekeluarga kok bisa masuk bui semua. Mas Arifian juga masih 14 tahun penjara hukumannya."Pak Alan mendesah lelah, dia pun menanggapi, "Itu keluarga kacau balau, Ma. Kita telah salah mengenali di awal berteman dengan mereka. Tadinya konglomerat, sekarang malah sudah jatuh miskin masih harus tinggal di hotel prodeo. Malunya berlipat-lipat kalau dulu kita jadi berbesan sama mereka, tingkah mereka aneh-aneh begini!""Benar, Pa. Memang Mama dulu salah menilai, justru keluarganya Maya yang baik-baik saja m

  • Gadis Cacat Pilihan CEO   Jutek Tingkat Dewa

    Selang 24 jam pasca menghilangnya Bayu dari kediaman Kusuma Mulia. Pihak kepolisian dan juga Ananda Kusuma ditemani oleh sekretarisnya mendatangi Royal Heir Dharmawangsa apartment."TING TONG." Bunyi bel apartment milik Nyonya Shinta terdengar mengejutkan dia dan puterinya yang memang sengaja tidak keluar kemana pun dari apartment itu sejak kemarin malam."Ehh—siapa tuh, Ma?" tanya Deana cemas bertukar pandang dengan mamanya di sofa.Kemudian Nyonya Shinta berjalan ke pintu keluar unit apartmentnya dan mengintip siapa tamunya dari lubang intip. Ketika dia melihat petugas polisi berseragam, makin paniklah dia. "Dea ... Dea, ada polisi di depan!" serunya berlari menuju ke sofa.Namun, gedoran di pintu terdengar bersama suara amarah Ananda. "Buka pintunya atau perlu didobrak?!" teriaknya mengancam dari balik pintu. "Waduh Ma, gimana nih? Kok Mas Nanda tahu kita ada di sini?" Deana mencicit panik.Sementara Bayu yang tadinya diam mulai menjerit-jerit, "PAAPAA ... PAAAPAAA ...."Setelah m

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status