Dengan cepat Alya mengambil amplop tersebut, ia tidak ingin Gibran tahu jika dirinya tengah hamil. Sementara itu, Gibran menatap istrinya dengan penuh selidik, ada rasa curiga jika sang istri menyembunyikan sesuatu darinya.
"Amplop apa itu?" tanya Gibran.
"Ini bukan punyaku, tapi punya Linda. Kemarin dia nitip," jawab Alya. Ia sengaja berbohong agar Gibran tidak mencurigainya.
Gibran hanya mengangguk, setelah itu ia beranjak meninggalkan kamar istrinya. Sementara itu, Alya bergegas masuk ke dalam kamar mandi untuk membersihkan diri. Hari ini Alya akan pergi ke rumah orang tuanya untuk mengurus masalah yang kini menimpanya.
Dua puluh menit kemudian, Alya sudah siap untuk pergi. Wanita berambut panjang itu beranjak keluar dari kamar, ia melangkahkan kakinya menuruni anak tangga. Setibanya di bawah terlihat Ratna dan Safira tengah ribut di dapur, sementara Gibran sudah berangkat ke kantor.
"Heh mau kemana kamu?" tanya Ratna seraya berjalan menghasilkan Alya.
"Mau jalan-jalan, soalnya bosen di rumah terus," jawab Alya dengan santai.
"Enak banget jalan-jalan, masak dulu sana. Aku sama, Mama udah lapar," timpal Safira, tanpa merasa malu.
"Aku bukan pembantu, jadi kalau kalian lapar, ya masak sendiri. Kalian sama-sama perempuan kan," sahut Alya.
"Berani ngebantah kamu." Ratna hendak menampar pipi menantunya itu. Namun dengan cepat Alya mencekal pergelangan tangan ibu mertuanya.
"Ingat umur, Ma. Jangan keseringan marah-marah." Alya tersenyum seraya menuturkan tangan Ratna.
"Udah ya, aku pergi dulu." Alya beranjak dari hadapan mereka. Safira mendengus kesal, begitu juga dengan Ratna.
Hari ini Alya sengaja tidak membawa mobil, karena ia sudah menyuruh orang untuk menjemputnya. Alya kini tengah berjalan menghampiri mobil Lamborghini Huracan berwarna putih yang telah menunggunya. Setelah itu Alya beranjak masuk ke dalam mobil tersebut.
"Kita jalan sekarang?" tanya seorang pria dengan balutan jas berwarna hitam.
"Iya, tapi nanti cari lontong sayur dulu ya. Pengen banget dari semalam," jawab Alya.
"Ngidam." Pria tersebut menoleh ke arah Alya.
Alya tersenyum. "Sepertinya iya."
"Gibran udah tahu kalau kamu hamil?" tanya pria di sebelah Alya.
"Belum, aku akan memberitahu nanti saat aku keluar dari rumah itu," jawab Alya.
"Gimana hubungan kamu dengan Andin?" tanya Alya. Sementara pria yang duduk di sebelahnya hanya diam.
"Sudah berakhir, Andin selingkuh saat aku berada di Jerman," jawabnya.
"Semoga cepat dapat gantinya ya, Rey," sahut Alya. Iya pria itu adalah Reyhan, sahabat Alya. Orang tua Reyhan bersahabat baik dengan orang tua Alya.
"Iya, terima kasih." Reyhan menoleh dengan tersenyum.
"Oya, papa sama mamamu sudah tahu dengan masalah yang menimpa kamu?" tanya Reyhan.
"Sudah, aku sudah menceritakan semuanya, bahkan tentang kehamilanku. Itu sebabnya mama minta aku pulang ke rumah, dan mungkin setelah ini papa akan menarik saham yang mas Gibran kelola," jelas Alya, tanpa kurang satu apapun.
"Suami seperti Gibran memang harus dikasih pelajaran, mama mertuamu juga. Apa lagi madumu itu," ujar Reyhan. Pria beralis tebal itu merasa geram setelah tahu masalah yang Alya alami.
"Kamu tenang saja, mereka akan mendapatkan balasannya," sahut Alya. Rasanya ia sudah tidak sabar ingin melihat Gibran dan ibu mertua serta madunya hancur.
"Aku juga akan langsung mengurus perceraian aku dengan mas Gibran," lanjutnya. Seketika Reyhan menoleh.
"Cerai." Reyhan menatap wanita yang duduk di sebelahnya.
"Iya, untuk apa dipertahankan. Aku nggak sudi berbagi suami, aku nggak mau memiliki sesuatu yang sudah ternoda," jelas Alya. Sementara Reyhan hanyar mengangguk.
"Semoga itu menjadi jalan yang terbaik untuk kamu," sahut Reyhan. Sementara Alya hanya tersenyum.
"Cantik, apa setelah bercerai nanti, aku bisa memilikimu," batin Reyhan. Jujur, ia sudah jatuh cinta saat pertama kali bertemu.
***
Pukul tiga sore Alya baru tiba di rumah, dan tentunya diantar oleh Reyhan. Setelah Alya masuk ke dalam, Reyhan baru melajukan mobilnya untuk bergegas pulang. Alya masuk ke dalam rumah, setibanya di dalam terlihat ibu mertuanya serta Safira tengah duduk santai di sofa ruang TV.
Banyak bungkus makanan yang berserakan, tisu dan yang lain lagi. Alya menggelengkan kepalanya melihat keadaan rumah yang seperti itu. Melihat Alya pulang, seketika Ratna bangkit dan berjalan menghampiri menantunya itu. Sementara Safira memilih tetap duduk.
"Dari mana saja kamu, jam segini baru pulang?" tanya Ratna. Dengan tatapan mata yang tajam.
"Habis jalan-jalan, biar otaknya fresh," jawab Alya. Setelah itu ia beranjak dari hadapan ibu mertuanya. Satu jam lagi Reyhan akan menjemputnya.
Setibanya di kamar, Alya beranjak masuk ke dalam kamar mandi untuk membersihkan diri. Usai mandi dan memakai pakaian, Alya langsung mengambil koper lalu memasukkan baju serta barang berharga miliknya. Belum selesai dengan baju, terdengar suara deru mobil, dan sepertinya itu suara mobil Gibran.
Hanya butuh sepuluh menit semuanya sudah beres, tak ingin berlama-lama. Alya bergegas turun ke bawah, setibanya di bawah, Ratna dan Safira kaget melihat Alya turun dengan membawa koper, begitu juga dengan Gibran yang baru saja pulang dari kantor.
"Kamu mau kemana? Pakai bawa koper segala?" tanya Gibran.
"Aku mau pulang ke rumah orang tuaku, Mas," jawab Alya, sontak Gibran terkejut.
"Pulang, memangnya ada apa? Apa kamu .... "
"Aku capek, lagi pula aku nggak dihargai lagi sebagai seorang istri dan juga menantu. Jadi lebih baik aku pulang, semoga kamu bahagia dengan istri mudamu itu," potong Alya. Seketika Ratna dan Safira berjalan menghampiri Gibran.
"Belagu, sudah biarkan saja dia pulang. Justru mama seneng kalau kamu pergi, palingan nanti jadi gembel," sergahnya. Ratna senang jika Alya keluar dari rumah tersebut, karena ia bisa bebas.
"Bukan aku yang akan jadi gembel, tapi kalian," batin Alya.
Kemudian Alya menyerah sebuah amplop pada Gibran. "Itu amplop yang tadi pagi, isinya hasil pemeriksaan kehamilanku. Jadi mulai sekarang jangan sebut lagi aku mandul, mengerti."
Gibran langsung membuka dan membacanya, sontak ia terkejut setelah tahu isi dari amplop tersebut. Bahagia, mungkin itu yang Gibran rasakan, tapi kebahagiaan yang penuh dengan luka, karena ia sudah menghianati pernikahannya dengan Alya.
"Jika kamu hamil, lalu untuk apa kamu pulang. Tetaplah di sini, aku janji akan .... "
"Keputusanku sudah bulat, permisi." Alya memotong ucapan Gibran dan bergegas keluar.
Gibran berusaha untuk mengejar istrinya, berharap sang istri mau berubah pikiran. Namun keputusan Alya sudah bulat, ia akan tetap pergi, Alya tidak percaya lagi dengan kata-kata serta rayuan Gibran. Karena sekali berbohong pasti tetap akan berbohong.
"Alya, aku mohon kamu jangan pergi. Tolong jangan tinggalkan aku." Gibran memohon agar Alya mengurangi niatnya.
"Maaf, aku akan tetap pergi. Meskipun, Mas memohon, tapi keputusan yang aku ambil sudah bulat. Jadi tolong jangan halangi aku." Alya berjalan keluar dari pintu gerbang. Gibran hendak mengejarnya, tetapi tiba-tiba ada sebuah mobil masuk ke dalam pelataran rumahnya.
Seorang pria yang mungkin umurnya sudah setengah abad lebih turun dari mobil tersebut. Gibran terkejut saat tahu siapa pria itu, sudah lama mereka tidak pernah bertemu. Sementara Ratna yang berada di teras bersama dengan Safira, tersenyum seraya berjalan menghampiri pria tersebut.
"Mas Gunawan," sapa Ratna, dengan tersenyum.
"Mari masuk du .... "
"Tidak perlu, aku hanya sebentar," potongnya. Iya pria itu adalah Gunawan.
"Ada apa, Om?" tanya Gibran. Jujur ia merasa penasaran, karena tidak biasanya Gunawan datang.
"Aku hanya ingin memberikan ini, aku sudah mencabut saham yang sudah aku tanam di perusahaanmu." Gunawan menyerahkan mam berwarna merah.
"Apa! Tapi, Om. Kenapa tiba-tiba .... "
"Minggu depan putriku akan kembali, dan kau akan memberikan saham itu padanya," potong Gunawan. Bukan Gibran saja yang terkejut, Ratna pun demikian.
"Tapi, Mas. Mas kan punya banyak saham, tapi kenapa harus .... "
"Itu sudah menjadi keputusanku. Maaf aku tidak punya banyak waktu, permisi." Gunawan kemabli masuk ke dalam mobil, dan detik itu juga mobil tersebut melaju meninggalkan pelataran rumah Gibran.
______
Mampus kau Gibran, istri pergi, saham diambil kembali. Emang enak, siap-siap saja hidup kere. Makanya, punya istri jangan disia-siakan, sekarang baru nyesel kan.
Waktu terus bergulir, setelah melewati hari demi hari, hingga bulan demi bulan. Kini penantian Alya dan Reyhan telah terbayar, tepat pukul tujuh pagi Alya melahirkan seorang putri yang sangat cantik. Wajahnya sangat mirip dengan Alya, tetapi hidung dan matanya mewarisi ayahnya."Lihat, Sayang. Wajahnya mirip banget sama kamu, cantik." Reyhan menggendong putrinya dan duduk di sebelah istrinya."Tapi hidung sama mata mirip sama kamu," ucap Alya seraya memandangi wajah putrinya."Iya lah, kan papanya tampan," sahut Reyhan dengan penuh percaya diri."Ish, biasa aja kok," balas Alya. Seketika Reyhan mencubit gemas hidung istrinya."Ih, sakit tahu." Alya memegangi hidungnya, dengan bibir cemberut."Nggak usah cemberut, jelek tahu." Reyhan mengacak-acak rambut panjang istrinya.Selang beberapa menit, pintu ruangan terbuka terlihat Yulia dan Widya masuk ke dalam. Kedua wanita itu segera menghampiri cu
Satu bulan telah berlalu, pukul sebelas malam Alya terbangun dari tidurnya, tangan kanannya meraba sebelahnya yang kosong. Detik itu juga, kelopak mata Alya terbuka sempurna, wanita hamil itu bangkit dan menelisik sudut kamarnya mencari sosok suaminya."Mas, Mas, Mas Reyhan!" teriak Alya. Lalu bangkit dari tempat tidur."Mas." Alya kembali berteriak."Iya, Sayang sebentar!" teriak Reyhan dari ruang kerjanya.Selang lima menit Reyhan masuk ke dalam kamar, terlihat jika istrinya tengah mondar-mandir tak jelas. Reyhan berjalan menghampiri istrinya, seketika Alya memeluk tubuh suaminya. Reyhan merasa jika ada sesuatu yang sang istri inginkan."Ada apa, hem?" tanya Reyhan."Mas, aku pengen makan martabak telor," jawab Alya. Seketika Reyhan menghela napas, sudah diduga."Sayang ini .... ""Aku pengennya sekarang, Mas. Kalau nolak nanti anak kamu ileran, mau." Alya memotong ucapan suaminya.&nb
Satu tahun telah berlalu, pernikahan Alya dan Reyhan semakin hari semakin romantis. Setiap bahtera rumah tangga pasti ada saja rintangannya, dan mungkin saat ini mereka tengah menikmati indahnya menjalin hubungan pernikahan.Sementara itu, Silvi yang dulu mengejar-ngejar cinta Reyhan, kini dia menyerah, rasanya percuma mencintai pria yang sudah beristri. Bahkan kini Silvi memilih untuk rujuk dengan Dony---suaminya demi putri mereka.Berbeda dengan Andin, kini wanita itu tengah mendekam di balik jeruji besi, lantaran untuk menebus perbuatannya. Ternyata, setelah diselidiki mobil yang menabrak Alya adalah mobil milik Andin. Wanita itu sengaja karena merasa sakit hati, lantaran Reyhan lebih memilih Alya.Setahun sudah, Gibran meninggalkan istri serta putrinya, yang masih sangat membutuhkannya. Gibran meninggal lantaran kecelakaan saat hendak menjemput ibunya, dan sebelum Gibran menghembuskan napas terakhirnya, ia berpesan jika kornea matanya akan
Kini mereka sudah berkumpul di rumah sakit, Reyhan dan ibunya, serta kedua orang tua Alya kini mereka ada di ruang rawat Alya. Wanita berambut panjang itu kini terbaring tak berdaya, dengan beberapa alat medis yang menempel di tubuhnya.Reyhan tidak menyangka jika kejadian buruk kembali menimpa sang istri. Terlalu banyak penderitaan yang Alya alami, Reyhan merasa jika dirinya belum mampu menjadi suami yang baik dan berguna untuk Alya. Untuk kejadian ini, Gunawan dan Reyhan sudah melaporkannya kepada pihak polisi, semoga pelaku segera ketemu.Sementara itu, Gibran merasa bersalah, gara-gara menolong Kania, kini Alya yang harus menanggung semuanya. Gibran berharap tidak terjadi sesuatu yang buruk pada Alya. Meski sekarang Alya bukan lagi istrinya. Namun, bagaimanapun wanita itu pernah menjadi bagian dari hidupnya, pernah menemani hidupnya."Al, kamu pasti bisa melewati semua ini. Maafkan aku, gara-gara kamu menolong Kania, kini kamu yang harus me
Reyhan terdiam mendengar permintaan Silvi, lagi-lagi ia melirik istrinya. Namun, Alya membalasnya dengan tatapan tajam, melihat tatapan istrinya. Ia sudah paham jika Alya melarang dirinya untuk pergi. Lagi pula, Reyhan juga tidak akan bertindak konyol. Untuk bekerja saja, ia memilih mengalah."Silvi maaf, aku tidak bisa. Kamu lihat sendiri kan, aku rela tidak kerja demi bisa menjaga Alya. Jadi tidak mungkin aku ninggalin istriku ini, kamu kan bisa meminta tolong sama orang lain." Reyhan menolak permintaan Silvi. Jujur, ia merasa kurang suka dengan sikap wanita itu yang terlalu berlebihan."Kamu tega ngomong seperti itu, Rey aku .... ""Silvi, aku sudah membantumu untuk bisa lepas dari Doni, dan mendapatkan hak asuh atas putri kalian. Tapi untuk yang ini, tolong kamu meminta bantuan pada orang lain. Jangan semuanya kamu bergantungkan kepadaku, aku sekarang sudah menikah, aku harus bisa menjaga hati istriku." Reyhan memotong ucapan Silvi. Hal ini benar
Kania membuka pintu utama rumahnya, dan detik itu juga, matanya membulat sempurna. Saat melihat seorang wanita dan anak kecil sudah berdiri di depan pintu. Ia tidak menyangka jika dia bisa nekat datang ke rumahnya."Kamu, mau ngapain datang ke sini?" tanya Kania. Sorot matanya menunjukkan rasa tak suka pada wanita yang ada di hadapannya itu. Yang tak lain adalah mantan istri Gibran.Safira tersenyum. "Aku ke sini ingin bertemu dengan mas Gibran. Memangnya kenapa.""Sayang, siapa yang datang?" tanya Gibran seraya berjalan menghampiri istrinya.Sontak Gibran terkejut, saat melihat mantan istrinya yang tengah bertamu ke rumahnya. Sebisa mungkin Gibran bersikap seperti biasa, ia masih ingat seperti apa kelakuan Safira yang sesungguhnya. Kebohongan yang sudah diperbuat oleh Safira, masih terus berputar di benaknya."Ada urusan apa kamu ke sini?" tanya Gibran seraya berjalan mendekati Kania istrinya."Aku ke sini cuma