“ Ratna, kamu tidak membawa peralatanmu?”
Pak Anto berjalan ke arah bangku yang di tempati Ratna karena gadis itu masih sibuk mengorek-ngorek isi tasnya .Kini, semua mata memandang ke arah Ratna termasuk Aulia zia & Alma zia yang duduk bersebelahan, serta Sinta yang duduk di bangku paling depan. Padahal, Pak Anto adalah salah satu guru terkejam yang tega menghukum muridnya membersihkan toilet atau taman jika tidak melakukan tugas dengan baik.“ Sepertinya, aku meletakkannya di meja belajarku semalam.”Aulia zia nyaris terjungkal dari kursinya mendengar jawaban Ratna. Bahkan, teman sekamarnya itu tidak menunjukkan ekspresi menyesal.Ratna malah menatap datar ke arah Pak Anto.“ siapa lagi yang tidak membawa peralatan? Cepat keluar dari kelas & bersihkan halaman belakang sekolah!”Mata Aulia zia membola sempurna mendengar hukuman tersebut. Rencana awal Aulia zia untuk tidak ikut campur, sepertinya akan gagal total,karena gadis itu meletakkan kembali peralatannya kembali ke dalam tas & berdiri.“ Busur & penggaris panjangku tertinggal di atas tempat tidur,” kata Aulia zia tiba-tiba.Sontak semua murid yang di dalam kelas menoleh.“ Kamu juga, Aulia?” tanya Pak Anto memastikan.Aulia zia menganggukkan kepalanya. Bukan Aulia zia namanya kalau tidak senang menggali kuburan sendiri.“ Kurasa, aku juga melupakan buku besarku di koper, Pak guru.”“ Dan kurasa aku juga melupakan semua peralatan Fisikaku.”Aulia zia menoleh ke arah kakaknya & juga Sinta yang berdiri di barisan depan. Bagus, ternyata sekarang dia memiliki saudara kembar & teman yang senang menggali kuburannya sendiri.Aulia zia tahu betul,kakaknya tidak melupakan peralatan sekolahnya.( oh Aulia Author jadi gemas padamu )“ Bagus! Empat murid pada pelajaran Fisika pertama kelas ini dikeluarkan. Kalian berempat, bersihkan taman belakang sekolah hingga bel pulang sekolah berbunyi.”Aulia zia mengangkat bahunya & berjalan ringan menuju pintu kelas, sementara beberapa teman laki-lakinya menatap tidak percaya. Mungkin, baru kali ini mereka melihat gadis seaneh Aulia zia.Sungguh, lain kali Alma zia merasa perlu untuk mengajari adik kembarnya untuk tidak mencampuri urusan orang lain. Tentu saja, klau bukan karena Aulia zia, Alma zia tidak akan berjalan menyusuri lorong menuju taman belakang. Kalau saja Aulia zia bukan adiknya, dia takkan sudi berbohong.( yang punya adik seperti Aulia zia kudu ekstra sabar…😁💪)Alma zia menoleh ke arah adiknya yang kini berjalan di sampingnya dengan santai tanpa beban. Melihat Aulia zia seperti itu membuat Alma zia ingin sekali menjitak kepala adiknya.“ Untuk apa kamu melakukan semua ini? Ratna sudah bilang supaya kamu tidak perlu mencampuri urusannya. Kenapa masih melakukannya juga ?”Alma zia bertanya dengan suara dinginnya yg khas.“ Ayolah, Kak. Ada kalany, kamu tidak perlu hidup berfikiran monoton tentang hidupmu.Ada kalanya, kamu harus bersenang-senang, seperti melanggar peraturan. Lagi pula, apa yang salah? Ratna temanku.”Aulia zia, bahkan tidak merasa gelisah sama sekali karena dikeluarkan dari kelas.Alma zia memiringkan kepalanya sejenak.“ Bermain-main bukan di sini tempatnya. Aku heran, mengapa aku bisa memiliki saudara kembar sepertimu? Tidak bisakah kamu menghilangkan sedikit hobi menggali kuburanmu sendiri itu?”Aulia zia tampak meringis mendengar gerutuan kakaknya.“ Takdir. Aku ditakdirkan menjadi seseorang yang hobi menggali kuburanku sendiri. Kalau tidak aku akan gila,Kak.”“ Tapi, ada saat di mana kamu harus bersikap dewasa. Setidaknya, apa yang kakakmu katakan itu benar, Aulia. Kamu harus membuang sedikit hobi jelekmu itu.”Alma zia tersenyum penuh kemenangan saat Sinta membelanya. Memang, seharusnya adiknya itu bersikap lebih dewasa,kan? Mungkin setelah Sinta mengatakan itu, Aulia zia akan sedikit berubah.“ Aku akan menjadi sangat dewasa setelah aku menikah nanti. Bukankah Kakak tahu aku terkenaSindrom Peterpan. Dan, sindrom itulah yang membuatku enggan untuk berfikir dewasa.”Alma zia menghela nafas kesal ketika mendengar jawaban adiknya. Bugh.Mata Alma zia menger
“ Ada yang mau minuman dingin? Aku akan pergi ke kantin untuk membeli makanan kecil,” tanyaAulia zia sambil bangkit dari duduknya di atas rerumputan hijau taman belakang sekolah.“ Aku titip jus jeruk dingin.” Sinta mengulurkan beberapa lembar uang kepada Aulia zia.Aulia zia menganggukkan kepala & berjalan meninggalkan temannya yang sudah terlanjur nyaman duduk di atas rerumputan.“ Aulia, jangan sekali-kali kamu mengintip ke dalam ruangan tadi !” sahut Alma zia mengingatkan.Aulia zia tersenyum lebar, menunjukkan sederet gigi sambil mengacungkan ibu jari.Setelah memberikan isyarat Aulia zia kembali berjalan menyusuri lorong.Lorong yang dilewati Aulia zia sepi. Rasanya ngeri memang membayangkan dirinya melewati lorong sendirian. Tapi, Aulia zia sudah cukup sering melewati tempat-tempat sepi sendirian. Langkah kaki Aulia zia terhenti di depan ruang musik tadi. Bukan Aulia zia namanya kalau tidak melanggar peringatan kakaknya. Jadi, sekarang Aulia
“ Apa yang kamu lakukan di depan ruangan itu?”Laki-laki tadi melepaskan tangan Aulia zia ketika ke duanya berada di ruang loker yang kebetulan sepi.Aulia zia tersenyum canggung ketika matanya menangkap lebam yang masih membiru di Rahang kakak kelasnya itu. Rasanya, sekarang dia harus meminta maaf, sebelum dia menghajar Aulia zia sebagai pembalasan dendam.“ Kakak, maafkan aku. Sepertinya lebam di rahangmu itu parah,ya? Kalau saja, saat itu Kakak tidak menganggu temanku, mungkin aku tidak akan meninju rahang kakak. Maafkan aku, Kak. Aku tidak akan mengulanginya lagi.”“ Ronald.Kamu..?“ Apa….?” Aulia zia menatap tidak mengerti, saat kakak kelasnya itu mengulurkan tangan.“ Namaku Ronald.Siapa namamu?”Aulia zia tersenyum lebar & membalas uluran tangannya. Sekarang, dia bisa merasa sedikit lega karena Ronald sepertinya tidak berniat buruk saat ini.“ Aulia zia,” jawabnya singkat.“ Boleh kutahu mengapa Kakak mengajakku kemari? Kakak sedang tidak ada pelajaran?”Ronald menganggukkan ke
“ Kita disuruh keruang musik!”Suara ketua kelas menggema keseluruh pelosok kelas, membuat beberapa anak yang sedang bersama langsung menggerutu sebal. Termasuk, Aulia zia yang sedang asik di depan laptopnya.“ Untuk apa kita keruang musik?” Tanya Sinta sambil menghabiskan makanan yang tadi di belinya di kantin sebelum bel masuk berbunyi.“ Ada pelajaran musik hari ini. Kita akan langsung praktek bermain piano.”Mendengar pernyataan ketua kelas, beberapa anak menggerutu kesal. Sama dengan murid lain,Aulia zia mematikan laptopnya dengan gerutuan yang tidak kunjung berhenti.Aulia zia berjalan mendekati Alma zia & Sinta yang sedang menunggunya di ambang pintu kelas.Sementara, Ratna sudah melangkah terlebih dahulu bersama ketua kelas mereka.“ Kamu harus membantuku bermain piano, Kak. Sudah lama aku tidak menyentuh instrumen itu,” kata Aulia zia sambil nyengir selebar-lebarnya.Alma zia menggeleng-gelengkan kepalanya.“ Kamu memang tidak pernah bisa memainkan piano dengan benar, Aulia.
“ Hentikan gerutuanmu itu, Aulia. Kalau boleh jujur,Gerutuanmu itu berhasil membuatku merasa lapar,” canda Alma zia.Aulia zia sempurna memberengut ketika mendengar candaan kakaknya, yang menurutnya tidak lucu. Namun, beberapa detik kemudian, Aulia zia tersenyum lebar sambil merangkul bahu kakaknya. “ Karena nilai Kakak yang paling tinggi di antara kita bertiga, Kakak harus membayar makanan yang kami pesan di kantin,” katanya riang.Mendengar itu, giliran Alma zia memberengut kesal, kemudian meninju pelan lengan adiknya. Yang ditinju hanya terbahak-bahak, sambil mengajak mereka ke kantin.“Kamu tidak ikut kami ke kantin? Kakakku akan mentraktir kita makan,” tanya Aulia zia kepada Sinta, saat menyadari gadis itu berbelok ke arah berbeda.Alma zia lagi-lagi meninju pelan lengan Aulia zia. Sinta tersenyum sekilas sambil menggelengkan kepalanya.“ Aku ingin berkeliling. Aku takut Alma zia keberatan kalau harus mentraktir kita berdua. Nikmati makan siang kalian, Aulia & Alma,” jawabnya.
Aulia zia membuka matanya dengan perasaan yang sama sekali tidak bisa di jelaskan. Dahinya dibanjiri keringat. Matanya membelalak ketakutan & bingung pada saat bersamaan. Sementara, Jantungnya terasa dua kali berdetak lebih kencang.“ Kamu baik-baik saja ?” Suara Alma zia. Aulia zia menoleh ke arah kakaknya yang sedang menikmati minuman dingin. Mereka sedang duduk bersandar di bawah pohon beringin yang ada di taman depan sekolah, sambil memperhatikan murid-murid lain bermain sepak bola.Sepuluh menit yang lalu, kamu bilang akan tidur sebentar. Tapi, kamu malah bangun seakan baru saja bermimpi buruk. Ada apa?”Alma zia menggelengkan kepalanya.“ Kurasa, aku memang bermimpi buruk, Kak. Tapi aku merasa sangat aneh & ketakutan dengan mimpiku sendiri. Anehnya, aku tidak sepenuhnya tidur. Aku masih bisa mendengar suara anak-anak lain di sekitarku.”“Lucid dream? Kamu tidak pernah bertingkah aneh sebelumnya kalau sedang mimpi buruk,” balas Alma zia.“ Aku tidak
“ Aku harus segera pergi…”Aulia zia memutar balik langkahnya menuju area dalam sekolah.Gedung sekolah sekarang sudah sangat sepi.Zlaaashhh.Langkah kaki Aulia zia kembali terhenti di depan pintu masuk gedung sekolahnya saat dia melihat gadis yang begitu familier dalam ingatannya menangis & menjerit, sambil memegangi kedua telinga. Ada gadis lain di depannya. Ia memiliki wajah oriental sempurna sedang tersenyum penuh kemenangan. Denting piano di belakangnya, entah di mainkan siapa, terdengar seperti alunan musik kematian.Aulia zia menggelengkan kepalanya keras-keras demi menghilangkan bayangan hitam putih tadi.Namun, bayangan itu terus menghantui fikirannya.Aulia zia mencoba memantapkan hati & nyalinya untuk memasuki gedung sekolah lebih jauh lagi.Dengan penuh keteguhan, Aulia zia berlari kecil menyusuri gedung sekolah menuju ruang musik lama yang ada di lorong, dekat taman belakang. Langkah kaki Aulia zia berderap bersama ketakutannya sendiri yang berusaha di tekan, hanya Untuk
Setelah berada cukup jauh dari ruang musik, keadaan Aulia zia perlahan membaik. Dia terduduk di salah satu kursi yang ada di ruang loker. Pandangan matanya yang tadi memburam, mulai menjernih.Tubuhnya yang kaku perlahan bisa di gerakkan sesuai dengan keinginannya.“ Dia hampir mengambil nyawamu, kamu tahu?”Suara itu menginterupsi Aulia zia, membuatnya mendongakkan kepala & melepas headphone di kepalanya.Ronald telah berdiri sambil berkacak pinggang di depan Aulia zia. Laki-laki itu masih mengenakan jubah karatenya, & yang jelas, sekarang Ronald terlihat ingin memarahi Aulia zia.“ Kalau saja aku tidak datang menolongmu, mungkin esok hari ada berita kematian di mading sekolah,” katanya dingin.Aulia zia bersumpah, kalau saja dirinya tidak sedang lemas & ber mood jelek, pasti dirinya sudah meninju rahang Ronald untuk yang kedua kalinya. Jadi anggap saja saat ini Ronald sedang beruntung.Aku sudah pernah memperingatimu untuk tidak mendekati, mengintip, atau memasuki ruangan itu, kenap