Bab 36. KINCIR RAKSASA “Ini Kartu Banknya, bayar semua belanjaan istri dan anak saya.”Darko kembali menyerahkan Kartu Bank yang sebelumnya diserahkan pelayan senior ini. Kali ini pelayan senior tidak banyak bertanya lagi, dia langsung menyuruh rekannya untuk membungkus pakaian milik Faizi, setelah itu dia bertanya kepada pelayan yang sedari tadi melayani Angeline. “Apa pakaian nyonya ini sudah kamu kemas?” “Belum kak.” “Cepat dibungkus semua pakaian yang sudah dipilih nyonya ini, nanti saya akan ke toko wanita untuk memindainya.” Mendengar perkataan pelayan senior ini, pelayan yang sedari awal melayani Angeline tidak langsung pergi menjalankan perintahnya. Pelayan wanita ini malah berdiri sambil menatap kepala toko di depannya dengan perasaan enggan. Tentu saja dalam pikiran pelayan wanita ini enggan untuk pergi, dia berpikir kalau penjualannya hari ini akan direbut oleh kepala toko. “Kenapa masih diam saja? Pergi cepat bungkus belanjaan nyonya
Bab 37. ANGELINE DIGANGGU DUA PRIA “Ibu…? Kenapa ibu gak ikut, kan jadi tidak asik kalau ibu gak ikut naik kincir raksasa itu?” “Kamu sama ayah saja ya, ibu takut.” “Ha ha ha ha… masa ibu takut naik kincir raksasa. Bukankah ibu sudah besar, Izi yang masih kecil saja berani.”Bukannya marah, Faizi malah menertawakan ketakutan Angeline yang tidak berani naik kincir raksasa. “Faizi sama ayah saja ya? Biarkan ibu menunggu kita di bawah.”Darko segera mengerti ketakutan pada diri Angeline yang tidak berani naik kincir raksasa. Darko sangat memaklumi hal ini, karena memang ada sebagian orang yang phobia dengan ketinggian demikian juga dengan Angeline. “Ayah, kenapa ibu takut naik kincir raksasa? Ibu kan sudah besar, masa takut sih?” “Ibu itu wanita, jadi kamu sebagai anak laki-laki harus memakluminya. Yang penting Ayah tidak takut naik kincir raksasa bersama Faizi.” Setelah di hibur Darko, akhirnya Faizi tidak mempermasalahkan ketidak ikutan ibunya untuk
Bab 38. BUNUH DIRI Angelina semakin panik melihat tidak ada orang yang membantunya, saat dia melihat kearah kincir raksasa, suaminya masih berada di puncak tertinggi. Kincir raksasa ini sedang berhenti dan membiarkan semua penumpangnya yang ada di sangkar burung raksasa melihat pemandangan kota Silangit dari ketinggian. Angeline hanya bisa mengigit giginya dengan kuat, Angeline bersiap untuk melawan kedua pria yang mengganggunya karena tidak mungkin dia mengharapkan bantuan dari Darko. Sementara itu Darko yang sedang bercanda dengan Faizi tanpa sadar memandang kebawah, lebih tepatnya kearah ruang tunggu di samping loket masuk ke wahana kincir raksasa. “Angeline… apa yang terjadi dengan Angeline?”Darko tampak bergumam saat melihat ada dua orang pria yang sedang mengganggu Angeline sambil mengerutkan keningnya. Ekspresi wajah Darko tiba-tiba menggelap saat melihat salah seorang pria sedang berusaha menyentuh dagu Angeline. “Kurang ajar!” “Ayah ad
Bab 39. PENGECUT “Kalian benar-benar orang yang ingin mencari mati, apa kalian tidak takut di tangkap Petugas keamanan kalau membuat onar di tempat ramai seperti ini?”Darko berkata dengan rasa penasaran sambil menatap ke arah kedua pria di depannya ini. “Ha ha ha ha… kamu mengancam kami dengan petugas keamanan taman bermain ini? Apa kamu tahu siapa kami?”Leo berkata dengan congkak, di wajahnya terlihat sikap angkuh dan sombong. Seakan di dunia ini tidak ada yang membuat mereka takut. Mendengar perkataan Leo, Darko segera menyebarkan pandangannya ke sekeliling. Seketika itu juga Darko bisa melihat, tak jauh dari wahana kincir angin ada segerombol petugas keamanan yang sedang bersembunyi, seakan tidak mau melihat apa yang sedang dilakukan Leo bersama temannya. “Dasar orang-orang pengecut, apa gunanya ada kalian menjaga taman bermain ini kalau membiarkan setiap orang membuat onar?” Geram Darko dalam hatinya. Setelah tahu situasinya, Darko segera menatap kedua
Bab 40. AURA MEMBUNUH YANG MENGHANCURKAN “Faizi, apa kamu masih ingin mencoba wahana bermain yang lain?’ “Mau, mau, Izi masih mau bermain. Ayo Yah, kita mencoba wahana yang lain.”Seperti tidak terjadi apa-apa, Darko dan keluarga kecilnya langsung pergi begitu saja meninggalkan wahana kincir raksasa. Darko sama sekali tidak peduli dengan dua pria yang baru saja di hajar olehnya, menurut Darko urusan mereka menjadi tanggung jawab manajemen taman bermain ini. Darko tentu saja lebih mengutamakan kegembiraan anaknya daripada mengurusi keributan yang baru saja ditimbulkannya. Hari ini mereka bergembira tanpa terjadi masalah yang tidak perlu, Darko dan Angeline juga sangat senang melihat kebahagian anak satu-satunya yang sudah lama tidak bertemu dengan ayahnya. Setelah hampir tiga jam bergembira di taman bermain, Darko segera keluar saat menjelang sore. Sesuatu yang mengejutkan menyambutnya sesaat setelah mereka keluar dari loket masuk taman bermain.
Bab 41. MATINYA BANG ROZAK Melihat ratusan preman yang sebelumnya begitu garang kini berlutut di tanah dengan tubuh gemetaran, Darko tersenyum dingin. Bahkan di sela-sela kakinya terlihat air menggenang membasahi celana sebagian preman yang berbaris di bagian depan. Tatapan Darko masih terlihat dingin saat menatap semua preman ini, mereka sama sekali tidak berani menatap langsung ke arah mata Darko. Saat Darko akan memberi pelajaran lagi kepada para preman ini, tiba-tiba dia berhenti melangkah dan menengokkan wajahnya ke arah Angeline dan Faizi. Pada saat matanya bertemu pandang dengan mata Angeline dia tampak termangu. Karena pada saat itu juga Angeline memberi kode dengan matanya sambil mengarahkan matanya ke arah Faizi yang sedang di peluk sambil membenamkan matanya ke tubuhnya, agar Faizi tidak melihat ke hororan yang dilakukan Darko. Seketika jantung Darko seperti berhenti berdetak saat melihat kode mata yang ditunjukkan Angeline. Seketika
Bab 42. KEMBALI KE KOTA MANDIRAJA Ucap Rossa dengan nada tak percaya. Tentu saja Rossa dan Abimanyu tidak tahu kalau Angeline dan yang lainnya pergi ke kota Silangit yang jaraknya dua ratus kilometer jauhnya dari kota Mandiraja. Keesokan paginya setelah sarapan seadanya dengan apa yang ada di dalam lemari pendingin, mereka bertiga berniat untuk kembali ke kota Mandiraja lebih tepatnya ke kecamatan Karangkobar, dimana Rossa dan Abimanyu berada. Dengan mengendarai mobil sportnya, Darko mengemudikan mobilnya dengan cepat membelah lalu lintas kota Silangit menuju kota Mandiraja. Darko tidak langsung menuju kecamatan Karangkobar dimana rumah tua Angeline berada, dia malah mengajak anak dan istrinya berkeliling kota Mandiraja. Tentu saja apa yang dilakukan Darko membuat Angeline merasakan sebuah nostalgia yang selama lima tahun ini tidak pernah dia pikirkan. Apalagi Darko membawa mobil sportnya melewati perusahaan yang sebelumnya dimiliki Angeline yaitu
Bab 43. MENDAPAT KUNJUNGAN NENEK WIBISONO Drttt… drttt… drttt…Belum juga memasuki area jalan menuju bukit, dimana Villa yang akan dituju Darko tiba terdengar suara getaran dari tas kecil milik Angeline. Angeline segera membuka tas kecilnya begitu tahu kalau ada panggilan masuk di ponselnya. Begitu mengambil ponselnya, Angeline segera melihat nama kontak yang menelepon. Seketika ekspresi wajahnya berubah setelah tahu siapa orang yang melakukan panggilan telepon. Angeline tidak langsung menerima panggilan ini, dia malah menoleh ke arah Darko dan berkata, “Kak Darko?” Darko segera menoleh kearah Angeline tanpa berkata apa-apa, dia hanya tersenyum seakan tahu apa yang ingin dikatakan istrinya. “Ibu menelepon.” “Terima saja, siapa tahu ada yang penting.” Setelah mendapat persetujuan dari Darko, Angeline segera menekan tombol terima di ponselnya. “Angeline! Dasar anak brengsek, kemana saja kamu semalaman tidak pulang? Cepat pulang ada nenek d