"Ibu apakah Faizi punya ayah? Teman-teman disekolah selalu mengejekku sebagai anak haram yang tidak punya ayah." Seorang anak kecil yang berusia sekitar empat tahun, tampak merengek dengan manja didepan seorang wanita muda yang sangat cantik. Angeline memandang wajah anaknya dengan penuh kasih sayang dan membelai rambutnya sambil berkata, "Tentu saja Faizi punya ayah, ayahmu adalah seorang pahlawan yang gagah berani. Nanti pasti kamu akan bertemu dengan ayahmu." Sementara itu Darko, ayah anak kecil itu sebagai seorang Jendral Besar yang bertanggung jawab penuh atas keamanan negara Nusantara, sedang dimedan perang bertempur dengan gagah berani melawan para master tentara negara musuh.
View MoreBab 1. SANG JENDRAL BESAR
Seorang pria dengan pakaian militer yang lusuh tengah memandang ke arah ratusan ribu prajurit yang menyerukan namanya berkali-kali dengan gemuruh. Selama lima tahun, Darko Mangkusadewo berhasil bertahan dan memukul mundur pasukan negara Godriel yang berusaha untuk mencaplok wilayah Nusantara. Kemenangan besar ini tentu semakin mengharumkan nama Darko di mata militer Nusantara. Namun, walaupun diakui sebagai legenda perang, Darko tak pernah sekalipun membusungkan dadanya di depan orang banyak. Bahkan, ia tak pernah sekalipun minta namanya dimunculkan sebagai pimpinan pasukan yang memenangkan peperangan dengan gemilang di setiap surat kabar dan televisi. Setelah menyambut para pasukannya ini, tiba-tiba seorang tangan kanannya muncul sambil tergopoh-gopoh. "Jendral! Ada kabar buruk..." Senyum di wajah Darko seketika berubah. Ia menatap sang asisten dengan mengernyitkan dahinya seraya menunggu kabar buruk yang ia utarakan barusan. "Saya tak bisa berkata-kata, Jendral. Lebih baik Jenderal sendiri yang melihatnya..."Sang asisten segera menyerahkan sebuah tab yang tengah memutar sebuah video. Wajah Darko masih mencari sesuatu dari Video itu, sampai akhirnya matanya tertahan pada sosok anak kecil yang baginya begitu familiar. Wajah anak kecil itu lebam karena tengah dirundung oleh beberapa anak lain yang lebih tua darinya. Ia melihat beberapa guru yang ada di sana, namun para guru itu malah tidak melerai sedikitpun. "Pembohong!" "Dasar anak haram!" "Hahaha! Kasihan! Ayahmu pasti miskin sampai harus meninggalkanmu!"Cacian dan makian terlontar ke arah anak kecil yang menangis sambil berusaha melindungi kepala dan tubuhnya dari pukulan dan ludah orang-orang yang merundungnya. "Tidak! Ayahku adalah pahlawan negara! Ayahku adalah Jenderal Darko!" Deg!Darko merasa dadanya begitu nyeri mendengar tuturan anak yang tengah dirundung itu. “Aku... Ayahnya?” Pertanyaan tersebut membekas di kepalanya, diiringi suara isak tangis anak kecil yang mengaku anaknya tersebut. Perasaan Darko sangat tidak karuan saat mendengar kabar kalau dia sudah mempunyai anak laki-laki berusia empat tahun. Ia awalnya tidak percaya kalau dia sudah punya anak, karena seingatnya dia baru satu kali berhubungan suami istri dengan Angeline. Darko menatap asistennya yang langsung menunduk. Tentu saja, siapa yang berani melihat langsung mata jenderal besar Darko yang begitu marah. "Jenderal... Bukan hanya itu saja..." Darko tercekat, fakta menyedihkan apalagi yang akan ia tunjukkan? "Istri anda... Nyonya Angeline... Kami melihatnya tengah berjualan sayur di pasar. Perusahaan anda telah disabotase oleh orang-orang yang ingin menyingkirkan saingan bisnis mereka..." Darko masih terdiam. Ia menunggu asistennya itu melanjutkan perkataannya. "Dua tahun setelah kepergian anda, beberapa pengusaha licik dan pejabat korup baru merasa perusahaan yang anda bangun mengancam eksistensi bisnis dan birokrasi mereka. Namun, mereka sepertinya sama sekali tidak tahu jika perusahaan yang mereka sabotase itu adalah milik keluarga anda." Tangan Darko mengepal. Darah mengucur dari telapak tangannya. Selama ia berperang melawan pasukan Godriel, keluarganya justru menderita dan tak dapat perlindungan yang seharusnya. "Maafkan kami, Tuan. Peperangan dengan negara Godriel membuat fokus negara terpecah, dan keluarga anda jadi tidak mendapatkan pelayanan yang seharusnya. Selain itu, nyonya Angeline benar-benar tak ingin bergantung pada anda..." Darko masih terpaku pada foto istrinya yang menjadi sangat kurus. Namun, kecantikan sosok Angeline tak pernah berubah sedikitpun. "Kau tahu siapa saja orang yang bertanggung jawab atas kondisi istri dan anakku?"Suara Darko yang menggelegar membuat sang asisten pucat pasi. "Kami masih menyelidiki siapa saja orang-orang yang bertanggung jawab atas apa yang terjadi pada istri dan anak anda Jenderal..." "Aku mau dalam beberapa hari kedepan, semua data yang kuperlukan sudah terkumpul," ucap Darko seraya menatap langit sore yang mulai redup. Perasaannya masih campur aduk. Rasa bersalah dan marah menggerogoti hatinya. Lantas, sambil mengepalkan tangan, ia bertekad akan membalaskan dendam anak dan istrinya yang selama bertahun-tahun ini telah ia tinggalkan demi sebuah tugas negara. "Siapkan jet tempur! Aku ingin tiba di kota Mandiraja secepatnya!" "Laksanakan, Jenderal!" Sang asisten bergegas bersama beberapa anggota prajurit angkatan udara lain menyiapkan yang diperintahkan oleh Darko. Tubuh mereka bergetar. Tak pernah sekalipun ia melihat jenderal besar mereka begitu marah dan mengeluarkan aura semenyeramkan ini, bahkan di medan perang sekalipun. “Tunggu aku, istri dan anakku!"*** "Mau sampai kapan lagi kau akan menunggak Nona!" Di sebuah kontrakan kumuh, Angeline tengah mempertahankan rumahnya dari tiga orang rentenir yang tengah menagih hutang kepadanya. Selama Darko pergi, Angeline telah melewati berbagai nasib buruk yang selalu mengikutinya kemanapun ia pergi. Angeline telah berkali-kali menghubungi suaminya. Namun, selama lima tahun, Darko tak pernah memberikan kabar apapun padanya. Sebagai istri, tentu wajar ia begitu kesal pada suaminya. Namun, ia tak bisa berbuat apa-apa. Toh, tugas yang diemban oleh Darko lebih besar dari sekedar mengurus keluarga. Ia dijebak oleh para pengusaha licik dan korup baru, data anaknya ditolak karena dianggap tak memiliki kejelasan, dan ia harus meminjam sana-sini demi melanjutkan hidup semenjak perusahaannya bangkrut. Belum lagi anaknya harus mendapatkan cacian sebab dianggap anak haram oleh orang-orang sekitarnya. Dijelaskan bagaimanapun, orang-orang yang mencacinya dan anaknya tidak akan percaya siapa mereka sebenarnya. "Tolong beri waktu lagi, Tuan. Saya berjanji saya akan melunasi semua hutangnya..."Angeline terduduk seraya memohon-mohon pada ketua rentenir itu yang menatapnya dengan licik. Seraya bibirnya terangkat, ia berucap nakal, "Boleh saja, tapi kau harus melakukan sesuatu pada kami..." "Melakukan apa, Tuan?" Angeline menatap mereka dengan harap. Ditagih berkali-kali dengan senjata tajam dan barang-barang rumahnya semakin menipis membuatnya begitu frustasi. Ia berharap kali ini ia bisa memperpanjang waktu sampai jatuh tempo selanjutnya. Dengan bibir terangkat, sang ketua rentenir menatap Angeline dengan penuh nafsu, "Layani kami bertiga, dan pembayaran hutangmu akan kami perpanjang." Wajah Angeline memucat, ia lantas mundur. "Ibu... Ada apa..."Sesosok anak kecil keluar dari rumah dan menatap apa yang terjadi di halaman rumahnya. "Faizi, masuk ke dalam kamar ya..." Melihat anak kecil tersebut, para rentenir semakin menyeringai. "Setelah mendapatkan ibunya, kita bisa mempergunakan anaknya, hahaha!"Para rentenir itu segera merangsek masuk ke rumah kecil tersebut sambil menepuk-nepuk kayu yang mereka bawa. "Bajingan! Berani masuk ke rumah itu, akan kubunuh kalian semua!"Sebuah suara menggelegar mengagetkan semua orang, ketiga rentenir itu berhenti seketika.Bab 216. AKHIR BAHAGIA Kini Rossa dan Abimanyu baru tersadar kalau pesan kakek Wibisono ternyata sangat benar dan bukan omong kosong biasa. Akan tetapi kekecewaan dan penyesalan pasti selalu datang terlambat setelah semuanya terjadi dan terlewati, apalagi saat ini kebesaran keluarga besar Wibisono benar-benar sudah musne Pepatah asli dari Indonesia bisa mengungkapkan apa yang dialami keluarga besar Wibisono yaitu ‘Ibarat nasi sudah menjadi bubur’. Maka tidak ada yang bisa dilakukan keluarga besar Wibisono yang sudah hancur, sekarang yang ada hanya keluarga besar Mangkusadewo, karena Angelina sebagai generasi ketiga keluarga besar Wibisono sudah menjadi istri dan bagian dari keluarga besar Mangkusadewo. Kenapa menjadi keluarga Mangkusadewo bukannya keluarga besar Tegar dan Siti, hal ini disebabkan kedua orang tua kandung Darko tidak ingin merubah nama Darko yang memakai nama Mangkusadewo sejak kecil atau sejak mereka tinggalkan di depan pintu panti asuhan A
Bab 215. WASIAT KAKEK WIBISONO Keinginannya Rossa untuk membelot dan menolak permintaan Darko seketika menghilang setelah di bentak oleh pengawal yang bersama mereka. Dengan gugup dan dengan hati yang dipenuhi rasa penasaran mereka berdua berjalan memasuki Bandar udara kota Mandiraja tanpa tahu akan dibawa kemana oleh Darko. Hingga akhirnya ketika mereka melihat ada sebuah pesawat jet pribadi yang sangat indah berada di depan mata mereka, seketika rasa bingung dan shock mulai menghantui pikiran Rossa dan Abimanyu. Darko dan Angelina sama sekali tidak banyak bicara selama perjalan hingga memasuki jet pribadi milik Darko, hingga saking tidak sabarnya ingin tahu mereka akan dibawa kemana oleh Darko, Rossa memberanikan diri berbicara. “Darko, sebenarnya kami akan kamu bawa kemana? Dan kenapa kita naik jet pribadi yang begini bagus, apa maksudnya?” “Diamlah, jangan banyak bicara atau kalian akan saya lempar keluar dari pesawat.”Darko yang merasa kesal kep
Bab 214. NYALI ROSSA MENCIUT Sebelum Rossa tersadar dengan apa yang terjadi, Angelina sudah ditarik Darko ke sisinya. Seketika wajah Rossa menjadi jelek mengetahui Angelina sudah berpindah tempat lebih tepatnya di samping menantu yang tidak berguna itu. Ekspresi wajah Angelina juga terlihat sangat terkejut ketika tiba-tiba tubuhnya bergeser kesamping Darko sesaat setelah terdengar suara Darko memanggil pengawal. Apalagi Rossa emosinya seakan meluap mengetahui Angelina sudah berdiri di samping Darko. Pada saat dia akan menarik tangan Angeline kembali, tiba-tiba ada sesosok tubuh kekar berdiri tepat di depannya seakan sebuah benteng yang kokoh sebagai pembatas antara dirinya dengan Angelina. “Minggir, jangan halangi jalanku.”Dengan kasar Rossa berusaha mendorong pengawal kekar yang diperintahkan Darko untuk melindungi Angelina. “Argh… Lepaskan.”Rossa menjerit kesakitan mengetahui tangan yang sebelumnya akan digunakan untuk mendorong pria kekar di depa
Bab 213. DOKUMEN DARI MAHKAMAH AGUNG Hal ini tentu saja menimbulkan kecurigaan di pihak kepolisian yang menyelidiki musibah kebakaran ini. Mereka sama sekali tidak tahu kalau sumber bencana itu ada didepan mereka, andai saja mereka tahu tentu Darko akan langsung ditangkap dan dimintai keterangan. Akan tetapi saat ini orang yang sudah membuat keonaran itu ekspresinya tampak datar dan tidak menunjukkan ekspresi wajah sedih maupun belasungkawa mengetahui salah satu kerabatnya mengalami musibah. Untungnya tidak ada yang mencurigai Darko, karena banyak juga warga sekitar yang menonton lokasi kebakaran dengan ekspresi datar seperti halnya Darko. Angelina menangis di pelukan Rossa seakan dia lupa kalau sebelumnya Rossa sangat jahat kepada dirinya. Bagi Angelina sejahat apapun Rossa dia sudah sangat memahami sifatnya yang seperti flamboyan selalu berubah-ubah mengikuti arah angin. Meskipun dia selalu tidak setuju dengan nasehat serta saran Rossa, sebag
Bab 212. PULANG KE KOTA MANDIRAJA Darko tetap diam tidak ada satu katapun keluar dari mulutnya setelah Widyawati menyuruhnya untuk pergi ke kota Mandiraja melihat situasi terkini keluarga Wibisono. Hal ini membuat Widyawati menatap tajam ke arahnya, sementara itu Angelina sudah menghentikan tangisannya dan mengusap air mata yang terus mengalir di pipinya sambil menunggu jawaban Darko dengan hati berdebar-debar. “Baiklah, saya akan mengajak Angelina menengok keluarga Wibisono. Ibu saya titip Faizi bersama kalian.”Setelah menghela nafas sebentar Darko menyetujui saran Widyawati untuk pergi ke kota Mandiraja, tak lupa dia menitipkan Faizi dalam pengawasan dua neneknya ini. Dengan mengatakan hal ini maka secara otomatis dia hanya ingin berdua saja tanpa mengajak Faizi maupun yang lainnya. “Kamu tenang saja, Faizi pasti akan kami jaga dengan baik. Pergilah, jangan lama-lama di rumah ingat kamu harus menjaga menantu ibu yang cantik ini dengan baik.” “Ba
Bab 211. PERINTAH WIDYAWATI Widyawati membelai punggung Angelina untuk menenangkannya sambil menghibur agar Angelina tidak khawatir dengan Darko. “Tapi ibu?”Angelina masih khawatir kalau Darko tidak mengizinkan dia pulang ke kota Mandiraja untuk melihat dan mencari informasi lebih jelas keadaan nyonya besar Wibisono. Karena Angelina tahu kalau Darko sangat membenci keluarga nya, lebih utamanya kepada nenek dan pamannya. Karena hal inilah dia merasa sangat tertekan dan hanya bisa menangis saja. Melihat Angelina tampak bersedih seakan perkataan Widyawati masih belum cukup untuk membuatnya tenang. Hal ini membuat Widyawati segera mengambil ponselnya dan menelepon seseorang. Angelina masih diam dengan air mata terus membasahi pipinya. Sebenci apapun dia kepada nenek dan pamannya sebagai bagian dari keluarga besar Wibisono, tentu saja hatinya akan merasa sedih melihat mereka mati terpanggang oleh kebakaran di villanya. Sedangkan
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments