"Bagaimana, menyenangkan bukan?"Della dengan cepat mengangguk setelah dia puas memainkan permainan apa pun yang dia inginkan bersama dengan Austin. Keduanya kini menutup perjalanan mereka dengan pergi ke taman yang letaknya di depan game center, dan menikmati makanan lezat yang mereka beli di sana. "Berbelanja di food truk, makan di luar, dan bersenang-senang di game center. Semua ini benar-benar pengalaman pertamaku yang berharga."Sambil menikmati makanannya sendiri, Della berucap dengan suara lembut. Austin pasti berusaha keras untuk menghiburnya hari ini. Semua perasaan sedih yang menggerogotinya, hilang sempurna khusus untuk hari ini. Walaupun Della sendiri tidak yakin apakah perasaan bahagianya akan tetap sama saat dia kembali, Della bersyukur setidaknya dia bisa menghabiskan waktu menyenangkan bersama dengan Austin. "Terima kasih Austin. Aku benar-benar bersyukur aku pergi denganmu hari ini."Dibalut dengan cahaya senja, Della tampak sangat cantik saat dia tersenyum lebar s
"Selamat pagi Della!"Ketika Della tiba di sekolah ke esokan harinya, teman-temannya segera menyambutnya seperti biasa. "Pagi juga untuk kalian," balas Della sambil tersenyum kecil. Matanya sedikit menggelap saat dia melihat Adam dengan wajah tidak berdosa tetap menyambutnya seperti biasa. Sekarang semuanya telah menjadi jelas bagi Della. Dengan bukti rekaman video yang Austin rekam, misteri tentang dari mana ibunya bisa tahu apa pun yang dia lakukan di sekolah akhirnya bisa terpecahkan dengan sangat mudah. Della tidak pernah tahu bahwa Adam tega melakukan semua itu padanya, bahkan ketika pria itu tahu betapa pengaturnya sang Ibu pada Della selama ini. Jika bukan karena mereka telah berteman sejak keduanya duduk di bangku sekolah menengah pertama, Della tidak akan mau repot berteman dengannya lagi setelah ini. Selama bertahun-tahun, Adam sama sekali tidak terlihat bersalah setelah dia mengadukan segala hal yang Della lakukan pada ibunya. Della pikir Adam adalah teman terdekatnya. Na
"Austin, Della mencarimu!"Pada jam istirahat, Austin benar-benar terkejut saat salah satu teman sekelasnya berteriak saat dia mencapai pintu keluar dari kelas tepat setelah jam istirahat berdering di seluruh penjuru sekolah. Mereka memang cukup dekat sekarang ini. Namun sampai ke titik di mana Della dengan terbuka mendatangi ruang kelasnya, Austin tidak pernah menyangka hubungannya dengan gadis itu akan berkembang sampai secepat ini. Saat Austin bangkit dari tempat duduknya untuk mengkonfirmasi keberadaan Della, pria itu menemukan bahwa gadis itu tengah berdiri di sebelah pintu ruang kelasnya. Della ikut mendongkak saat dia menyadari keberadaan Austin. Saat mata mereka bertatapan, bahkan jika Della terus berusaha terlihat baik-baik saja, gadis itu tetap tidak bisa menyembunyikan perasaan sedihnya di hadapan Austin. "Ingin bicara berdua?" ujar Austin menawarkan dengan suara yang lebih lembut dari biasanya. Della tanpa mengatakan apa pun langsung mengangguk. Keduanya berjalan menyusu
Di arah belakang mereka, Alvin menyapa dengan gugup saat dia melihat Austin berdiri di sisi Della. Ekspresi keduanya langsung berubah setelah kehadiran Alvin. Della terlihat terkejut bercampur heran. Sementara Austin, alisnya langsung berkerut dalam tanda bahwa dia tidak terlalu suka dengan kehadiran Alvin saat ini. "Um, baiklah. Di mana kita harus bicara?"Walaupun Della jelas bingung dengan kedatangan Alvin yang tiba-tiba ingin bicara dengannya, Della berpikir seseorang mungkin menganggu Alvin karena orang-orang banyak mengatakan bahwa Alvin memang sering diganggu oleh siswa lain. Dia memang sudah bukan ketua OSIS lagi saat ini. Namun terhadap semua siswa, Della masih merasa dia memiliki tanggung jawab untuk menolong semua orang. "Di ... Atap? Aku harus bicara padamu. Ini benar-benar penting."Sambil sedikit menunduk, Alvin terus bicara dengan nada gugup. Kerutan di alis Austin semakin dalam saat dia melihat tingkah laku Alvin yang sedikit aneh. Della mungkin tidak tahu. Namun Aus
"Pulanglah Nak. Tidak apa-apa, kamu bisa datang ke sini kapan pun kamu mau di masa depan. Austin akan segera sadar, Bibi percaya itu."Mata Della kembali berkaca-kaca saat dia ingat ibu dari Austin mengantarnya pergi dengan senyum sedih di wajahnya. Untuk ibu yang peduli seperti Erina, melihat anaknya koma tanpa ada kejelasan kapan dia akan bangun pasti telah sangat menghancurkan hatinya. Namun bahkan jika dia sedih, wanita baik itu masih sempat terus-menerus menghibur Della yang ketakutan. Wanita itu berusaha berkali-kali meyakinkan Della bahwa Austin akan baik-baik saja, walaupun dari matanya terlihat bahwa dia sendiri tidak begitu yakin dengan ucapannya. Pada wanita sebaik itu, orang tuanya sangat pantas disebut sebagai pasangan yang tidak punya hati. Mereka hanya mengucapkan kata-kata belasungkawa palsu, sebelum membawa Della pulang dengan cepat. Tindakannya benar-benar memperlihatkan bahwa mereka tidak peduli pada Austin selama Della baik-baik saja. Ah, bukan begitu. Bagi Della,
"Kalau begitu aku akan ke rumah sebentar untuk- Kita akan bicara lagi nanti. Della? Kenapa kamu ada di sini? Orang tuamu. Di mana orang tuamu, Sayang?"Erina yang baru saja keluar dari rumah sakit untuk kembali ke rumahnya dan mengambil beberapa barang yang tertinggal, terkejut saat dia melihat Della kembali dengan pakaian basah dan tengah berdiri kedinginan di depan pintu rumah sakit. Sekalipun giginya bergetar karena kedinginan, gadis itu dengan keras kepala tampaknya menolak untuk masuk dan hanya menatapi gedung rumah sakit tanpa berniat masuk ke dalam. Beberapa suster dan penjaga rumah sakit sudah berusaha membujuk sambil menanyai Della yang hanya terdiam. Namun gadis itu, tetap hanya berdiri seperti patung di lahan depan rumah sakit yang kosong. Melihat tatapan matanya yang redup, Erina tahu ada yang salah dengan gadis tersebut. Tatapan mata Della saat ini mengingatkan Erina pada tatapan mata anaknya sendiri saat kematian suaminya. Sedih, kesepian, bingung, dan takut. Semua pera
"Kamu bilang hasil interogasinya sudah keluar?"Berdiri di depan jendela kamarnya, Erina mendengarkan saat adik iparnya bicara bahwa mereka telah mendapat kemajuan tentang kasus Austin. Di tempatnya sendiri, Darius mengurut hidungnya dengan frustrasi. Setelah dia menunggu seharian untuk hasil interogasi orang yang menusuk keponakannya, hasil yang dia dapat ternyata malah masalah semacam ini. "Memang sudah keluar. Dari bukti rekaman CCTV dan hasil interogasi, sudah dapat dipastikan Alvin memang bersalah dalam kasus ini. Namun alasannya, aku benar-benar tidak percaya keponakanku harus berada di ambang kematian karena alasan semacam itu."Erina diam-diam mengepalkan tangannya saat dia terus mendengarkan ucapan Darius. "Aku siap mendengarkan," ujar Erina dengan yakin. Tatapan seriusnya perlahan-lahan berubah tidak percaya seiring dia mendengarkan penjelasan dari adik iparnya itu. Sama seperti Darius, Erina pada akhirnya ikut menutupi wajahnya dengan frustrasi. Sama seperti pria itu, dia
Kali kedua Della bangun, pemandangan yang asing segera menyambutnya. Ruangan bernuansa biru muda yang indah dan menyenangkan ini jelas tidak sama dengan ruangannya yang dipenuhi oleh buku dan terlihat kaku. Pakaiannya juga terlihat sedikit kebesaran untuk dia gunakan. Tidak lama kemudian, Della akhirnya ingat bahwa dia memang tengah menginap di rumah Austin. Ketika Della yang sudah tenang mengingat perilakunya kemarin, rona merah karena malu segera menjalar ke seluruh wajahnya. Bukan hanya menyusahkan ibu dari Austin, dia juga menunjukan sisi tidak pantasnya pada wanita itu. Della menutup wajahnya dengan kedua tangan. Kali ini, dia tidak yakin dia memiliki keberanian untuk membuka pintu kamar dan bertemu dengan ibu Austin lagi. "Ah ya ...."Tangan Della perlahan turun saat pundaknya bersandar dengan lesu. Masalah yang lebih serius kini adalah fakta bahwa dia baru saja kabur dari rumah ketika ujian masuk kedokteran tinggal menghitung hari. Bahkan jika dia kembali ke rumahnya sekarang,