Chat from : Mama.Mama : 'Apa hari ini ada meeting penting? Istrimu tidak enak badan, harusnya kamu temani.'Mama : 'Mama mau ajak ke rumah sakit, tapi Sheilla tidak mau.'Read.Dua pesan baru yang ternyata dari Elena membuat Mathew terdiam. Apa matanya tidak salah membaca? Sheilla sakit? Bukan tidak percaya dengan Elena, hanya saja tadi Sheilla terlihat baik. Lebih dari itu brownis yang entah dari siapa sudah disingkirkan sebelum istrinya itu makan.Tiga balasan sudah Mathew kirim. Tanpa menunggu balasan dia memasukan kembali ponselnya ke dalam jas. Alih-alih bergegas pulang, Mathew justru kembali menghempas punggungnya ke sanggahan kursi. Tidak ada lagi sahutan atau pembahasan, ketiganya kompak terdiam. Saat ini Mathew memang berada di markas, beda hal dengan izin yang Mathew katakan pada Sheilla."Walaupun banyak yang mengincar, tetapi aku yakin lewat perantara. Mana mungkin mereka langsung menyerang Mathew? Itu sama saja bunuh diri." Setelah lama terdiam, kini Calvin angkat bicara
"Tadi Mama lihat ada brownis di dapur. Itu kamu yang beli? Tapi Bibi bilang disuruh buang oleh Mathew?"Brownis.Kening mulus Sheilla mengerut mendengar pertanyaan Elena. Sesaat wanita cantik itu terdiam sambil terus menerima suapan demi suapan sup yang Elena berikan. Ketika ingatannya pulih, Sheilla ber-oh ria."Aku juga tidak tahu itu dari siapa. Awalnya aku fikir dari Mama. Kalau bukan, ya mama Daisy. Tapi karna tidak ada nama pengirim, Mathew sudah berfikir negatif makanya disuruh buang. Padahal sayang, kelihatannya juga enak," jawab Sheilla apa adanya.Elena masih diam, dia tidak langsung menjawab penuturan menantunya itu. Bukan apa-apa, Elena paham betul bagaimana sikap dan tindakan Mathew. Putranya tidak akan bertindak jika tidak ada hal aneh yang mengusik hati. Tatapan keduanya sempat beradu, namun Elena hanya tersenyum. Cukup banyak Sheilla makam sup buatannya membuat Elena puas."Mama, aku kenyang.""Buat nanti lagi, ya? Di dapur juga masih ada, nanti Mama minta Bibi untuk p
"Aku tidak ada waktu untuk ke luar, Freya. Ikut aku, kita bicara di ruanganku saja." Tanpa aba-aba Mathew menarik lengan Freya menuju ruangannya.Banyak pasang mata menatap namun tak digubris oleh Mathew. Lagipula hanya tatapan sekilas, karena detik selanjutnya mereka memilih tidak ingin menatap lebih lanjut. Mereka seakan sadar diri dengan posisi.Tanpa melepaskan cekalan Mathew menggiring Freya masuk ke dalam ruangan. Setibanya di dalam, Mathew melepaskan lalu memberi jarak agar tidak terlalu dekat."Katakan, ada apa kau kemari lagi, Frey?""Wanita kemarin, ap–""Istriku." Tanpa aba-aba Mathew memotong perkataan Freya. Karena apapun dan sepanjang apapun wanita di depannya bersua, Mathew sudah tahu ke mana arah tujuannya.Mulut Freya mengatup. Satu jawaban simple, namun sangat kena di hati. Tatapan Freya masih tertuju kepada pria di depannya. Raut wajahnya serius, tak nampak ada kebohongan di sana. Seketika hati Freya tersentil dengan pengakuan Mathew.Benarkah pria itu sudah menikah
"Mama masih bingung. Kamu sama Mathew mau makan pakai menu apa? Mau buat masakan biasa atau steak? Kalau mau steak, Mama akan siapkan dagingnya dulu.""Kalau masakan biasa?""Ada cumi dan ayam crispy. Selain itu, sup daging yang Mama bikin tadi masih ada "Mendengar jawaban demi jawaban Elena sudut bibir Sheilla tertarik membentuk lengkungan senyum tipis. Elena sangat excited, Sheilla bisa melihat itu.Walaupun sempat tertangkap basah tengah bersedih, hal itu tidak membuat Elena diam. Alih-alih bercerita penuh air mata, pada kenyataannya wanita itu memilih ke dapur untuk masak makan malam. Ada Rubby memang, tapi untuk hari ini Elena ingin memasaknya sendiri. Alhasil Rubby hanya membantu seperlunya."Apapun yang Mama masak, pasti akan aku sama Mathew makan. Aku ikut bantu sebisanya ya, Mah?"Elena mengangguk, namun otaknya masih sibuk berfikir. Apa semua anak seperti itu? Diberi pilihan, tetapi akhirnya menyerahkan kembali. Semua bahan makanan yang Elena tawarkan ada semua, tinggal pil
Makan malam sederhana namun penuh kehangatan membuat hati siapapun pasti akan bahagia. Hal itu pula yang kini Sheilla rasakan. Berada di tengah Mathew dan Elena, Sheilla merasa jika dirinya benar-benar hidup. Tentu hal hangat seperti ini tidak pernah dia rasakan sewaktu di rumah. Walaupun beberapa kali makan bersama, tetapi diisi oleh keheningan. Lalu setelah makan, mereka pergi meninggalkan meja makan.Akan tetapi, lihatlah sekarang. Obrolan singkat terjadi, bahkan apapun yang Sheilla tunjuk langsung dikabulkan oleh suami dan mertuanya. Bahagia? Tentu sangat. Sheilla merasa tak ingin kehilangan moment ini sampai mati."Ada rasa yang kurang sama masakan Mama? Ayo beri komentar, masukan juga boleh.""Semua sempurna. Tangan Mama memang tidak perlu diragukan."Percakapan antara Elena dengan Mathew membuyarkan lamunan Sheilla. Ditatapnya anak dan ibu itu secara bergantian, senyum simpul seketika terpancar di bibir Sheilla. Selagi mendengarkan percakapan keduanya Sheilla memilih lanjut mak
Hari-hari sebagai ibu hamil Sheilla lewati. Sejak awal kehamilan, sampai kini menginjak usia kandungan tiga bulan, semua Sheilla rasakan sendiri. Karena kalau bukan dirasa sendiri, mau berbagi kesiapa? Memang bisa ke Mathew, tapi tetap saja pria itu tidak bisa memindahkan rasa.Akan tetapi, walaupun sedikit tersiksa, Sheilla teramat beruntung akhir-akhir ini Daisy selalu datang. Baik Daisy ataupun Elena, mereka selalu datang bergantian jika ada kesibukan. Kalau free? Keduanya kompak datang bahkan menginap.Selain mendapat kasih sayang dari kedua ibu, kasih sayang lain juga dia dapatkan dari Mathew–suaminya. Sempat beberapa kali Mathew kesal, tapi ujung-ujungnya pria itu melunak sendiri. Selain itu, Mathew tidak lagi memaksakan kehendaknya.Pada pagi yang cerah ini, sebangunnya dari tidur, Sheilla sudah disambut hangat oleh suaminya. Saat bangun tadi sempat kaget, ternyata suaminya itu sudah ada di lantai bawah. Sheilla berlari kecil lalu memeluk Mathew yang sudah merenggangkan kedua t
"Berita kehamilan lo lagi panas banget, ya?"Sekilas Sheilla menoleh. Hanya beberapa detik, setelah itu dia kembali menatap layar televisi di depannya. Sudah satu jam lamanya Chelsea datang, banyak juga cerita yang gadis itu bawa. Akan tetapi, dari banyaknya pembahasan, Sheilla enggan membahas berita soal kehamilan dirinya.Sebetulnya Sheilla sempat kesal karena Mathew mempublikasi kehamilannya. Bukan apa-apa, Sheilla tidak suka menjadi pusat perhatian. Lebih dari itu dia takut jika ayahnya melihat lalu kembali tidak terima. Tapi Sheilla yakin berita itu sudah sampai ke telinga Alexander.Akan tetapi, karena pria itu memutus hubungan, jadi tidak ada alasan untuk bertanya lebih lanjut."Woy!"Sheilla menerjap ketika tangannya ditepuk oleh Chelsea. Lagi, Sheilla menoleh. "Gue dengar, Chels, dengar. Cuma gue bingung mau jawab apa. Sebetulnya gue lebih aman pakai mode private, tapi Mathew kekeh bilang kalau ini demi kebaikan bersama. Menurut lo, kebaikan apa yang dia maksud? Otak gue ngga
"Nona Sheilla, awas!"Sheilla tersentak kaget. Teriakan dibarengi tarikan membuat dirinya hampir saja terjatuh. Entah apa yang baru saja terjadi, otaknya belum mencerna. Dibantu oleh Steven dan Chelsea, ketiganya mudur menepi. Selagi menghilangkan rasa kaget Sheilla menoleh ke kanan dan kiri."Lo gapapa, Sheill? Serius, ada luka atau sakit?""Ngga, gue gapapa. Tadi itu ada apa?""Nona hampir saja terserempet mobil. George tidak berhasil menghentikan mobil itu." Bukan Chelsea, tetapi kini yang menjawab adalah Steven. Mendengar itu Sheilla mengangguk-anggukan kepalanya.Tidak ada rasa sakit apapun, nasib baik orang disekelilingnya bergerak cepat. Sheilla tidak tahu bagaimana nasibnya jika beberapa detik saja Chelsea telat menarik. Mungkin hari ini menjadi hari terakhir dirinya bisa ke luar rumah tanpa seorang Mathew. Mengingat ... pria itu teramat posesif.Merasa tidak ada masalah Sheilla mengajak Chelsea kembali berjalan. Tujuan Sheilla memang ingin menikmati udara di taman, tapi sebel