"Biasa saja lihatnya jangan kaget gitu. Aku serius," balasnya.
"Se-ka-rang? Tapi mamimu?"
"Tahun depan, ya sekarang Sayang. Kan kita lagi di jalan menuju rumahmu. Soal Mami biar Papi yang urus. Oh, ya. Hari ini weekend, apa Ayah-Bundamu ada di rumah?" Aku mengangguk mengiyakan.
"Ada Nenek juga," imbuhku.
"Benarkah? Kamu beruntung ya. Papiku kalau Minggu baru libur. Hari Sabtu begini dia tetap kerja."
Aku jadi merasa kasihan dengan Alan. Pantas Alan sering merasa kesepian.
***
Semua keluarga lengkapku berkumpul di ruang keluarga.
Belum ada yang memulai bicara setelah selesai berbasa-basi menyapa Alan yang mendadak datang ke rumah. Aku belum memberitahukan kalau Alan sudah balik d
Novel ini sebentar lagi tamat ya. Jan lupa juga mampir ke novelku lainnya, dijamin ga kalah seru. Mksh yg masih setia pantengin ini novel. Love you all
POV AlanPulang dengan tangan hampa, itulah yang kubawa dari rumah Shanum. Restu mereka masih terhalang keikhlasan hati Mami. Bahkan Bunda Delia sudah memberi peringatan akan membatalkan pertunangan kami kalau Mami masih belum berubah. Aku tak tahu keadaan di rumah seperti apa setelah kutinggal pergi. Apakah Papi sudah pulang dan bisa mengatasi keegoisan Mami? Kulajukan kendaraan roda empat dengan kecepatan sedang, membelah jalan raya ibukota menuju rumah.***"Lan, kamu masih di rumah Shanum?" Papi menelepon. Kulirik jam, baru dua jam meninggalkan rumah, mengantarkan Shanum pulang."Tidak, ini lagi di jalan mau pulang. Kenapa, Pi?""Bagus, Papi tunggu di rumah. Kita harus bicara," jawabnya. Artinya Papi sudah ada di rumah. Entah seperti apa situasi di sana. Dari nada suaranya terdengar serius. Apa Papi sudah bicara dengan M
Aku berjalan gontai menuju kamar Mami. Kuketuk pintu kamarnya yang tertutup rapat.Tidak ada sahutan dari dalam. Tidak mungkin Mami tidur, dia baru saja masuk.Kucoba mengetuk lagi dengan memanggil namanya. Masih tidak ada suara dari dalam. Terpaksa kubuka pintunya tanpa izin darinya."Mami.""Mam, Alan masuk ya?" Izinku berseru memanggil namanya. Aku membuka pelan dan masuk ke dalam. Kulihat Mami duduk di tepi ranjang masih dengan tisu di tangan. Air mata meleleh di kedua pipinya.Kudekati dan duduk di bawahnya. Berjongkok dengan meraih tangannya tapi malah ditepis. Mami pasti marah padaku.Aku bangun dan duduk di sampingnya. Ia menggeser badannya menjauhiku."Mami marah?"Ia diam. Tidak menyahut.
POV Shanum"Num, kamu bisa temanin Bunda?" Dahiku mengernyit."Kemana Bun? Shopping?" Aku bertanya antusias dengan senyum terkembang sempurna. Bayanganku Bunda ingin membelikanku baju, khusus buat pertemuan dua keluarga biar tampil cemerlang di sana."Shopping aja pikirannya, ya bukanlah Sayang. Bunda mau ngajak kamu ketemuan sama seseorang. Lebih tepatnya temani Bunda menemui orang spesial," jelas Bunda seraya merangkulku. Ia menekankan kata 'spesial'."Siapa?" Alisku saling bertaut saat bertanya. Mimik wajah Bunda saat mengatakan kata spesial membuatku curiga. Tumben Bunda minta ditemani buat ketemu seseorang. Biasanya juga kan perginya sama Ayah, bukan anaknya. Apa jangan-jangan Bunda mau jodohin aku sama anak temannya dan membatalkan pertunanganku dengan Alan? Oh, tidak. Aku tidak mau. Biasanya kan kalau orang tua mengajak anaknya perg
POV AlanSeharian ini aku persis seperti bodyguard. Mengikuti kemana langkah Mami pergi. Dari mengantarkannya bertemu Bunda, hingga pergi ke supermarket bagian perlengkapan kue. Ini untuk pertama kalinya kulihat Mami mengunjungi tempat yang tidak pernah ia kunjungi sebelumnya. Aneh"Untuk apa Mami masuk ke sini?" Aku bertanya saat Mami memilih benda asing di mataku."Inih," jawabnya seraya menunjukkan salah satu benda berbahan aluminium berbentuk persegi dengan ukuran besar."Untuk?" tanyaku heran."Buat kue." Mami berjalan pelan memperhatikan benda tersusun rapi yang berada di sampingnya."Maksudnya, Mami yang akan membuat kue?" tanyaku tidak percaya.Mami menganggukkan kepala, tapi matanya terfokus pada deretan rak-rak seperti sedang
POV Shanum"Maaf, saya tidak setuju."Kaget.Ayah?Ada apa dengan Ayah? Kenapa ia tidak setuju?Kutatap wajahnya dengan khawatir. Tidak mungkin Ayah akan membatalkan pertunangan kami. Ayah bersikap biasa saja. Bahkan tidak ada pembicaraan serius di rumah mengenai hal tersebut. Malah Bunda lah yang paling nampak kesulitan menerima Alan sebelum adanya pertemuan dengan Mami Anya."Apa Alan melakukan kesalahan? Atau Delia masih marah dengan Anya?" Tebak Kakek Atma dengan Kening mengernyit. Mencoba mencari tahu.Semua mata menatap bergantian ke arah Bunda dan Mami Anya.Bunda cuma tersenyum tipis dan menggeleng cepat. Begitupun Mami Anya. Mereka saling melempar senyum meski tampak kebingungan di wajah merek
POV AlanTidak terasa waktu setahun telah terlewati. Masa perkuliahan akhirnya selesai juga. Wisuda sudah kujalani, tinggal pulang saja ke Indonesia. Nilai IPK-ku sangat memuaskan dan berhasil meraih cumlaude. Bahkan sudah ada tawaran kerja di perusahaan asing, tempatku magang dulu. Namun aku ingat pesan Kakek, "kita boleh menuntut ilmu di luar, tapi jangan lupa pulang dan praktekkan ilmu tersebut di negerimu sendiri." Lagipula ilmu tersebut bakalan kugunakan untuk mengembangkan perusahaan Keluarga, sesuai kemauannya.Hubunganku dengan Shanum, baik. Kami selalu berkirim pesan dan kabar agar selalu terjalin komunikasi yang erat. Tidak ada yang ditutupi, apapun itu. Sering bercerita tentang keadaan kampus masing-masing dan apa saja yang dipelajari di sana. Walau terkadang bingung dengan istilah yang terdengar asing di telinga karena perbedaan program studi yang kami ambil."Assalam
POV ShanumCantik. Satu kata untuk kamar pengantin yang telah dipersiapkan untuk kami di salah satu kamar hotel berbintang lima.Taburan kelopak bunga mawar dibentuk menyerupai hati menghiasi atas tempat tidur yang didominasi warna putih. Harum semerbak menguar dari lilin beraroma terapi. Ada juga lilin-lilin kecil yang sengaja diletakkan di berbagai sudut kamar untuk menambah suasana semakin romantis."Suka?" Bisik Alan di dekat telinga. Mata masih takjub memandang keindahan kamar ini. Hati mendesir. Suaranya membuat bulu romaku berdiri. Kucoba mengendalikan rasa yang ada.Aku mengangguk. "Kamu yang buat?"Ia menggeleng lalu meraih tanganku. Menuntunku mendekati ranjang pengantin."Bukan. Orang hotel, tapi aku yang minta dibuatkan secantik mungkin. Mana ada
POV authorAlan memutuskan kembali ke Inggris dengan memboyong Shanum ikut dengannya ke sana. Melanjutkan kuliah mengambil S2 dengan jangka waktu setahun. Ini dilakukan untuk mengoptimalkan kinerja kerjanya nanti saat memasuki perusahaan Keluarga Atmanegara. Shanum pun demikian, ikut mengambil S2 juga memanfaatkan momentum yang ada. Ia pikir daripada berdiam diri di rumah menunggu kepulangan Alan, kenapa tidak ikut menimba ilmu untuk meningkatkan kualitas ilmu yang sudah diperoleh sebelumnya. Alan pun mendukung keinginannya. Keluarga juga merestui. Mereka akhirnya memutuskan pergi setelah melengkapi segala berkas dan keperluan di sana. Kakek sudah membeli lagi satu apartemen baru untuk mereka tinggali. Yang pasti lebih besar dari apartemen Alan sebelumnya.***"Alhamdulillah, sebentar lagi kita bakal punya cucu," ucap Anya melirik Delia membuka obrolan. Tiga wanita berkumpu