Satu jam berselang, pertarungan catur Cina remi yang lesu itu mulai mereda, dan orang terakhir meninggalkan gedung. Seorang petugas pembersih menunggu di dekat pintu ketika Stephan mengumpulkan kami di sekelilingnya untuk ulasan akhir acara. Kemi mendapatkan giliran untuk memberikan uraian ringkas tentang berbagai masalah klien baru kami. Kami sebenarnya sangat lelah dan ingin untuk segera meninggalkan tempat itu.
Stephan menawarkan beberapa saran, dan tidak satu pun yang kreatif atau orisinal, dan membubarkan kami dengan janji akan membahas masalah hukum para manula ini di kelas minggu depan. Aku benar-benar sudah tak sabar.
Aku dan Bolie pulang dengan mobilnya, sebuah Pontiac klasik yang jika dilihat secara estetik terlalu besar untuk bergaya, keadaannya tidak jauh lebih baik daripada Toyota-ku yang bobrok. Bolie punya dua anak kecil dan istri yang mengajar paruh waktu di sekolah, jadi ia berputar-putar tepat di atas garis kemiskinan. la belajar dengan keras dan nila
"Kedengarannya mustahil. Kau akan kaya.""Maksudku, persetan, tujuh tahun aku hidup dari tip dan uang receh. Apa yang akan kulakukan de ngan uang itu?""Belilah setelan jas lagi.""Kenapa? Aku sudah punya dua.""Mungkin sepatu?'"Itu dia. Benar sekali. Aku akan beli sepatu, Bolie. Sepatu dan dasi, makanan yang bukan makanan kaleng, dan mungkin celana blue jean terbaru baru."Sedikitnya dua kali sebulan selama tiga tahun terakhir ini Bolie dan istrinya mengundangku makan malam. Nama istrinya Emily, perempuan Southaven, dan ia bisa menyulap makanan hebat walau dengan anggaran yang terbatas. Mereka sahabat, tapi aku yakin kalau mereka kasihan padaku. Bolie tersenyum lebar, lalu memalingkan wajah. la bosan dengan gurauan tentang hal-hal tak menyenangkan ini.la berhenti di halaman parkir Los Veliz, di seberang Southaven Law School. "Aku harus belanja sedikit," katanya."Baiklah. Terima kasih untuk tumpangann
Meja kecilku tertutup oleh tumpukan-tumpukan rapi berbagai dokumen, dan aku membaca semua yang diberikan Smith kepadaku. Aku terus memikirkan Noah Fieldman, seorang profesor tamu yang komunis itu, dan kebenciannya yang menggelora terhadap perusahaan asuransi. Mereka memerintah negara kita, katanya berkali-kali. Mereka mengendalikan industri perbankan. Mereka memiliki real estate. Mereka terkena virus dan Right Street akan mengalami diare selama seminggu. Bila suku bunga jatuh dan pendapatan investasi mereka terjerembap, mereka akan menoleh ke Kongres dan menuntut reformasi peraturan ganti kerugian. Gugatan-gugatan itu membunuh kami! teriak mereka. Pengacara-pengacara busuk itu mengajukan segala gugatan tak keruan dan meyakinkan juri yang bodoh agar kami mendermakan banyak uang. Kita harus menghentikannya atau kami akan bangkrut. Fieldman bisa begitu gusar, sampai melemparkan buku-buku ke dinding. Kami mencintainya.Dan ia masih mengajar di sini. Aku rasa
"Kau tidak akan dengar. Asal kau tahu, mereka tidak pernah pasang iklan. Agen-agen mereka mengetuk pintu-pintu dan menagih premi tiap minggunya. Kita bicara tentang remah-remah busuk industri ini. Coba kulihat polisnya."Aku menyerahkan polis itu padanya dan ia membalikbalik halaman polis tersebut. "Apa alasan mereka melakukan penolakan?" ia bertanya tanpa memandangku."Semua alasan dipakai. Pertama, mereka menolak orang yang jadi pertanggungan. Lalu mereka mengatakan leukemia tidak termasuk dalam tanggungan. Kemudian mereka mengatakan bocah itu sudah dewasa, jadi tidak lagi masuk ke polis orangtuanya. Mereka sebenarnya cukup kreatif.""Apa semua preminya dibayar?""Menurut Mrs Jack, semua dibayar.""Bajingan. " la kembali membalik-balik halaman sambil tersenyum jahat. Tampak sekali kalau Noah menyukai ini. "Dan kau sudah mempelajari seluruh berkas ini?""Ya. Saya sudah membaca semua dokumen yang diberikan klien. "la melemparkan poli
Berkerumun di satu sisi aku melihat Yang Mulia John Locke yang tengah bertukar gosip dengan tiga rekannya, semuanya model sombong yang menulis artikel untuk Tinjauan Hukum dan memandang rendah kami yang tak melakukannya. Ia melihatku dan kelihatannya tertarik pada sesuatu. Ia tersenyum ketika berjalan menghampiri. Ini luar biasa, sebab biasanya wajahnya selalu bersungut beku."Hai, Edward, kau akan bekerja pada Wills and Trust, bukan?" ia berseru keras. Televisi sedang mati. Teman-temannya menatapku. Dua mahasiswi di sebuah sofa jadi tergugah gembira dan melihat ke arahku."Ya. Kenapa?" tanyaku. John Locke sudah punya pekerjaan pada sebuah biro hukum yang kaya akan warisan, uang, dan pretensi, sebuah firma yang jauh lebih unggul daripada Wills and Trust. Sahabat-sahabatnya saat ini adalah Ben Axton, cecunguk kecil pongah yang syukurlah akan meninggalkan Southaven dan berpraktek pada sebuah biro hukum raksasa di Missouri; Daniel Gladwin yang suda
"Aku tak percaya bahwa mereka tidak memberitahukannya padamu," Locke menambahkan.Aku mengangkat pundak seakan-akan ini bukan suatu masalah, dan aku berjalan ke pintu. "Mungkin kau terlalu khawatir tentang itu, Locke." Mereka saling bertukar senyum yang dibuat-buat, seolah-olah mereka telah berhasil menyelesaikan apa yang mereka inginkan. Aku meninggalkan ruang duduk itu, lalu masuk perpustakaan. Juru tulis di belakang meja depan memberi tanda padaku."Ini ada pesan," katanya sambil menyodorkan secarik kertas. Isinya berupa catatan untuk menelepon Hart Shepherd, seorang partner pelaksana dari Wills and Trust, sekaligus orang yang mempekerjakanku.Telepon umum ada di dalam ruang duduk, tapi aku tak ingin lagi melihat Locke dan gerombolan pembunuh itu. "Bisa kupinjam teleponmu?" tanyaku pada juru tulis itu, seorang mahasiswa tahun kedua yang bertingkah seolah-olah ia yang memiliki perpustakaan itu."Telepon umum ada di dalam ruang duduk," katany
Sudah bukan menadi rahasia lagi kalau begitu banyak pengacara di Southaven. Mereka memberitahu kami tentang hal ini ketika kami mulai kuliah hukum. Katanya profesi ini sudah terlalu padat. Bukan hanya di sini, tapi di mana pun. Beberapa di antara kami akan bekerja sampai mati selama tiga tahun, berjuang untuk lulus ujian pengacara, dan masih tetap tak bisa mendapatkan pekerjaan. Maka, sebagai hadiahnya, mereka memberitahu kami pada orientasi tahun pertama bahwa mereka akan menggagalkan setidaknya sepertiga dari kelas kami. Ini benar-benar akan mereka lakukan.Aku bisa menyebutkan sedikitnya sepuluh orang yang akan lulus bersamaku bulan depan. Usai lulus, mereka punya banyak waktu belajar untuk menghadapi ujian pengacara, sebab mereka belum lagi mendapatkan pekerjaan. Tujuh tahun di perguruan tinggi, kemudian menganggur. Aku juga bisa memikirkan beberapa lusin teman kelas yang akan bekerja sebagai asisten pembela dan asisten jaksa di pengadilan negeri serta paniter
Aku cepat-cepat menyeberangi jalan dan memasuki lobi Hill Building yang kotor. Ada dua lift di sebelah kiri, tapi di sebelah kanan aku melihat wajah yang sudah aku kenal sebelumnya. Mark Brosnan, seorang associate di Wills and Trust, orang yang sangat menyenangkan dan orang yang pertama kali yang membawaku makan siang pada kunjungan pertamaku ke sini. la duduk di bangku marmer sempit sambil menatap kosong ke lantai."Mark," kataku seraya berjalan menghampiri."Ini aku, Edward Cicero." la tak bergerak, hanya terus menatap. Aku duduk di sebelahnya. Lift-lift itu tepat di depan kami, terpisah sejauh sepuluh meter."Ada apa, Mark?" aku bertanya. Ia tampak linglung."Mark, kau baik-baik saja?" Lobi sempit itu kini tengah lengang, segalanya sunyi.Perlahan-lahan ia memutar kepala memandangku, mulutnya terbuka sedikit. "Mereka memecatku,” katanya pelan. Matanya merah, dan kalau bukan karena menangis, pasti karena dia habis
Dengan pelan ia menyandarkan kepala ke pundak kiri, tidak menghiraukanku. "Delapan puluh ribu. Cukup banyak, bukan begitu menurutmu, Edward?""Yah." Kedengarannya kecil kalau bagiku.”"Tak mungkin menemukan pekerjaan lain dengan hasil sebanyak itu, kan? Mustahil di kota ini/ Tidak seorang pun yang berniat mempekerjakan orang. Terlalu banyak pengacara.”Benar.la menyeka mata dengan jemarinya, kemudian perlahan lahan bangkit berdiri. "Aku harus memberitahu istriku soal ini," katanya pada diri sendiri sambil berjalan dengan punggung membungkuk melintasi lobi, keluar dari gedung itu, dan menghilang di trotoar.Aku naik lift ke lantai empat, masuk ke sebuah serambi sempit. Dari balik pintu ganda kaca aku bisa melihat seorang satpam berseragam bertubuh besar sedang berdiri di meja resepsionis. la menyeringai padaku ketika aku memasuki suite Wills and Trust."Bisa saya bantu?" ia menggeram."Saya mencari Vik