Semua Bab DANGEROUS LOVE: Bab 21 - Bab 30
59 Bab
PENELEPON MISTERIUS
Reflek Jenar berusaha menghindar, tapi akibat masih berada dalam kondisi demam dan pening, Remo tak memiliki cukup tenaga untuk memegang Jenar, dia malah langsung ambruk di atas tubuh gadis itu, dia pingsan lagi. Antara bingung harus bersyukur atau panik, Jenar menarik napas panjang. "Dasar ..., ish!" Nyaris saja Jenar ingin mengumpat dengan kata kotor. Tubuhnya kini tertimpa tubuh besar Remo, susah payah dia harus membawanya ke atas tempat tidur lagi. " Tolong sekali aja! Jangan banyak tingkah, dan nurut sama gue!! Emangnya lu ini hewan peliharaan ya?! Susah amat diatur!" gerutu Jenar sambil membenarkan posisi Remo di atas tempat tidur. Kepala Jenar berputar mengelilingi lantai kamar kost yang berantakan. Sudah waktunya untuk bersih-bersih, mumpung si pembuat onar beristirahat lagi, pikirnya. *** Terbilang sudah cukup lama Jenar tak membersihkan kamar kostnya secara total seperti hari ini, ternyat
Baca selengkapnya
AYO MENIKAH
"Hah?" Mata Jenar membulat lebar melihat kedatangan Jackson yang tak terduga, bahkan di tangannya terdapat sekeranjang buah-buahan segar. Jackson tak kalah kaget kemudian setelah sadar bahwa Jenar terlihat baik-baik saja, tak seperti orang yang sedang sakit atau orang yang baru saja sembuh dari demam tinggi. "Lu keliatan baik-baik aja." Jackson meluncurkan komentar singkat. Remo yang sedari tadi memperhatikan dari dalam kamar kost langsung beranjak. "Kenapa?" tanyanya dingin sambil merangkul Jenar, menunjukkan keposesifannya.  Kebingungan Jackson jadi berlipat ganda. Matanya berputar-putar seolah mencari jawaban di udara. "Bu ..., bukannya lu sakit, Nar?" tanya Jackson pelan. Remo mendengus seakan langsung tahu pokok permasalahan mereka. "Bukan dia yang sakit, tapi gue." Remo langsung mengaku dengan rasa bangga. Dia menoleh pada Jenar. "Jadi demi menjaga aku, kamu rela bohong ke perusahaan kamu?
Baca selengkapnya
RAHASIA REMO
Jalan raya masih agak padat dengan mesin-mesin beroda yang entah mau ke mana, semua orang sibuk dengan urusannya masing-masing meski jam telah menunjuk pukul 12 malam. Jenar belum juga bisa memejamkan matanya, kamar kost telah sepenuhnya gelap karena lampu dipadamkan, tapi matanya masih terus menerawang di kegelapan. Satu hal yang menjadi beban pikirannya, rencana yang tadi disebutkan oleh Remo, mereka akan menikah. Seriuskah Remo? Apa hal itu mungkin terjadi?Bisakah Jenar memercayai Remo?Atau Remo hanya sedang bermain-main?Segala kemungkinan beterbangan di kepala Jenar. Bulan depan adalah waktu yang disebutkan Remo, itu artinya Jenar harus segera menghubungi orang tuanya di kampung halaman. Gimana kalau kami beneran nikah? Kira-kira apa jadinya? pikir Jenar, mendadak terbersit kemungkinan aneh itu di kepalanya.***  Jenar mandi terburu-buru, lantara
Baca selengkapnya
SESAL
"Kamu gak ke kafetaria, Nar?"  Lamunan Jenar buyar sehabis mendengar sapaan Jackson. "Oh, udah jam istirahat, ya?" balas Jenar sambil bangkit dari bangkunya.  "Tadi kamu telat, kenapa? Gue liat loh tadi lu jalan ke sini, gak biasanya."  Berkat diingatkan Jackson, Jenar teringat kembali pada kejadian pagi tadi yang memang sangat mengesalkan. Hanya karena ditanyai soal orang tua pada Remo, dia ditinggal begitu saja di pinggir jalan, sejauh seratus meter dari perusahaan. Alhasil Jenar harus jalan kaki bahkan berlari agar tak terlambat. Mengingat kejadian memalukan itu, hati Jenar dongkol lagi. Remo memang sangat menyebalkan. Entah kenapa dia tiba-tiba bersikap begitu aneh ketika membahas orang tuanya.  "Gak usah dibahaslah ya, gue udah laper nih." Jenar bergegas berjalan lebih dulu, Jackson menyusul dari belakang tanpa bertanya apa-apa lagi. Saat di tangga menuju
Baca selengkapnya
MAAF
Sorot mata Jenar makin sendu, sedang ekpresinya melunak. Imej Remo yang biasanya menjengkelkan dan membuat muak, kini justru memancing iba. Jenar membayangkan trauma apa saja yang pernah dialami oleh Remo. Hanya mengarang bebas saja sudah cukup membuatnya sedih, Remo sungguh terlihat menyedihkan. "Woi! Malah bengong, ada apa sih?" tanya Remo lagi seraya menutup pintu mini bis. "Maaf," ucap Jenar pelan seraya menundukkan kepalanya. "Hah?" Remo melongo. Dia mendekat dan duduk di sofa kecil. "Maaf buat apa? Kalau ngomong yang jelas," katanya bingung. Jenar ikut kembali duduk, berhadapan dengan Remo. "Buat kata-kata aku tadi pagi, mungkin ada yang secara gak sengaja menyakiti kamu." "Sikap kamu aneh banget, kamu kesambet setan?" Remo menanggapi dengan setengah bercanda.  Dia bahkan menenggak segelas air putih dengan cueknya.  "Aku gak paham gimana rasan
Baca selengkapnya
GOSIP KACANGAN
Keinginan Remo yang bersedia untuk menemui orang tua Jenar meski ada luka trauma di hatinya memang sukses membuat Jenar tersentuh. Remo bersungguh-sungguh ingin memulai hidupnya dari nol bersama Jenar, keputusannya untuk menikah sudah bulat walau tak akan melibatkan keluarganya sendiri. Sementara itu, Jenar masih belum yakin sepenuhnya dengan kata hatinya, apa dia akan menerima Remo seutuhnya atau tidak, tapi dia bertekad untuk memberinya satu kesempatan, setidaknya untuk menguji ketulusan Remo. Akhir tahun dipilih Jenar sebagai waktu untuk bertemu, dia mengambil cuti selama satu minggu, begitu juga Remo membatalkan semua jadwal hanya untuk satu minggu. Mereka akan mengunjungi kampung halaman Jenar selama satu minggu. Bahkan mereka berangkat bersama dari kota. Semua akomodasi ditanggung oleh Remo, Jenar bahkan tak perlu mengeluarkan satu sen pun. *** Untuk sampai ke desa tempat tinggal orang tua Jena
Baca selengkapnya
PULANG
"Masih jauh lagi?" Sudah sekian kali Remo bertanya pada Jenar sambil menarik kopernya, sementara sebuah tas berukuran sedang berada di punggungnya.  Matahari telah tepat berada di atas kepala, hamparan sawah dan ladang yang menghijau dan menguning berada di sisi kanan dan kiri mereka. Angkutan umum tidak bisa mengantar masuk sampai ke bagian desa yang paling ujung atau terpelosok, karena itu Remo dan Jenar harus berjalan sekitar sepuluh menit dari tempat angkutan umum menurunkan mereka setelah beberapa jam naik kereta api pagi. "Dikit lagi, kok, gak terasa capek banget kan? Jalan di sini sepi." Jenar menikmati pemandangan di depan mata. Tak terasa lelah sama sekali, justru dia menikmati perjalanannya. Rumah di desa itu tak terlalu dekat jaraknya antara satu dengan yang lain, rata-rata berjarak tiga sampai lima meter. Beberapa warga yang sedang duduk di teras rumah memperhatikan mereka, sebagian menyapa Jenar sekadar
Baca selengkapnya
KEHANGATAN SENJA
Kedua tangan Remo mengendalikan setir traktor dengan enteng, berputar-putar untuk mengubah arah kemudi. Jenar, ibunya serta ayahnya memperhatikan dari pondok. Ini adalah pengalaman pertama Remo mengendarai traktor untuk membajak lahan untuk kebun, tapi tak disangka dia cukup andal. "Kamu ketemu di mana cowok sempurna kayak dia? Udah ganteng, kaya, pintar, lagi! Tangkas, baru sejam yang lalu Ayah ajari cara pake traktor, sekarang dia udah ahli." Ayah Jenar memberi pujian yang tentu tak bisa didengar oleh Remo. "Ayah bisa aja, tapi aku juga lumayan kaget sih, aku kira dia cuma bisa ngebut-ngebutan pake mobil mewahnya." Jenar tersipu. "Dia jauh banget dari Jaka, ya? Bisa semuanya. Ibu seneng juga sih kamu gak jadi sama Jaka." Lagi-lagi ibu Jenar menyinggung soal Jaka. "Udahlah, Bu. Basi banget ngomongin dia," tegur Jenar tak senang.  Mereka kembali terdiam sambil terus memperha
Baca selengkapnya
MAKNA KELUARGA
Pernikahan Jenar dan Remo akan dilaksanakan dalam beberapa hari. Tak seperti kebanyakan selebriti, Remo menginginkan pernikahan sederhana di kampung halaman Jenar. Namun, resepsi kedua akan dibuat nantinya di kota setelah mereka kembali.  "Jadi kita cuma undang keluarga terdekat aja? Beneran gak usah besar acaranya?" tanya ibu Jenar memastikan pada suatu malam saat mereka sedang makan malam.  "Ya, Bu, cukup dua puluh orang aja. Kami nikah secara tradisional aja." Remo menjawab sambil terus mengunyah makanannya.  "Tapi nanti kalian nikah lagi di kota? Duh, Ibu sama Ayah harus datang lagi dong?" tanya ibu Jenar lagi.  Remo menggeleng pelan. "Gak, Bu, cuma resepsi untuk kawan-kawan sama management aja. Kalau Ibu sama Ayah mau datang juga, ya gak apa-apa." Tanpa sengaja ayah Jenar menyeletuk, "Terus orang tua kamu datang juga?" Suasana di atas
Baca selengkapnya
JANJI SUCI
"Kenapa baru sekarang kamu tanya?" Jenar balik bertanya. "Apa hanya karna kita udah sering tidur bareng?" Seakan mengabaikan respons Jenar, Remo terus bertanya-tanya. Jenar sendiri belum tahu harus menjawab apa. Gadis manis itu menarik tangan Remo dan meletakkannya di dada. "Kalau kamu anggap aku adalah kesempatan kedua, gak apa-apa, ayo kita buat kesempatan kedua untuk kita berdua," katanya. Mata Remo membulat. "Kesempatan kedua?" "Kamu lupa? Yang tadi dibilang ibu aku, semua orang memang gak bisa memilih untuk dilahirkan di keluarga yang kayak mana. Tapi semua orang punya kesempatan kedua untuk membangun keluarga yang lebih baik. Anggap aja kayak gitu." Jenar tersenyum manis, membuat jantung Remo berdebar. "Kamu gak menjawab pertanyaan aku," protes Remo. Jenar mendekatkan kepalanya, lalu tanpa berkata-kata, dia mempertemukan bibirnya dengan bibir Remo. Mere
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
DMCA.com Protection Status