Lahat ng Kabanata ng The Rich Man Passion: Kabanata 31 - Kabanata 40
57 Kabanata
31. Pendapat negatif
“Ayo, Ben. Buruan ada yang mau dikatakan Papa,” ajak Aga buru-buru.“Iya, Mas Aga.”     Mereka berdua berlari kecil menuju mobil. Aga melihat Ben segera mengambil kunci mobil.“Kita pulang, Mas Aga?” tanya Ben.“Iya. Kita pulang.”“Baik.”“Tidak perlu buru-buru, Ben. Jangan terlalu santai juga.”“Iya, Mas Aga.”     Aga melihat Ben mengendarai mobil sesuai dengan ritme. Tidak buru-buru juga tidak santai. Dia terpikir untuk menghubungi Papa As untuk menanyakan meminta Aga untuk pulang cepat.     Aga hanya menekan satu angka dan tersambung pada panggilan telefon Papa As.“Halo, Pa,” sapa Aga secara sopan.“Halo. Kamu di mana Ga?”“Di jalan, Pa. Ini mau pulang. Papa minta pulang ke rumah kan?”“Iya, Ga.”“Pa, kenapa meminta A
Magbasa pa
32. Aga bertemu dengannya
     Aga diam sejenak sementara mobil masih berada di tepi jalan.“Mas Aga,” panggil Ben melihat perlahan wajah bosnya.“Iya, Ben. Aku mendengarmu. Sebentar.”“Iya.”     Aga berpikir untuk menemui youtuber tersebut, tetapi dengan minimnya informasi. Dia berpikir bagaimana cara bertemu dengannya.“Katakan saja, Mas Aga. Bagian mana yang harus aku kerjakan?” tanya Ben.     Aga langsung menoleh ke arah Ben. Dia berpikir untuk mencari informasi youtuber tersebut.“Bisa tolong carikan informasi tentang youtuber tersebut? Aku mau bertemu dengannya. Tidak ada salahnya berbicara baik-baik. Jika berbicara secara baik-baik sudah tidak bisa, baru pergunakan cara hukum.”“Bagianku hanya mencari informasi saja?” tanya Ben karena mudah baginya.“Iya, Ben.”“Mas Aga tunggu sebentar.”“Iya, Ben.”     Aga melihat Ben dengan cekatan menggunakan ponselnya untuk menghubungi teman-temanny
Magbasa pa
33. Penolakan permintaan maaf
     Tatapan yang dimiliki Aga masih sama tidak berubah. Dia kesal dengan sikap dan perkataan yang dimiliki Etta.“Apakah kamu tidak mau meminta maaf untuk apa yang telah kamu lakukan?’ tanya Aga lagi tanpa tedeng aling-aling.“Minta maaf? Apakah saya bersalah mengatakan apa yang saya rasakan?”“Tidak salah. Hanya saja yang kamu rasakan salah. Aku sudah mengatakannya berulang kali. Jika wine yang kamu minum adalah wine yang dibuat skeitar sepuluh tahun yang lalu. Jadi kamu salah jika melakukan protes sekarang. Rasa wine justru akan semakin nikmat dengan bertambahnya waktu.”“Saya mengatakan yang sebenarnya.”“Aku tidak yakin jika kamu mengatakannya yang sebenarnya. Lakukan perbandingan saja sekarang? Mau? Kita beli wine di sini dengan mereka yang sama. Bagaimana?” tanya Aga menantang Etta.     Aga yakin dengan melihatnya saja. Dia tidak berpikir jika Etta akan setuju dengan tantangan yang diberikan oleh Aga. Terlihat dari wajahn
Magbasa pa
34. Jalur hukum
     Aga melihat Ben membukakan pintu untuknya. Dia masuk saja tanpa menutup pintu mobil kembali. Dia memukul-mukul jok mobil. Ben yang melihatnya membiarkan dengan begitu adalah cara dia meluapkan emosinya. Daripada tidak sama sekali akan meletus seperti gunung berapi.     Aga berusaha mengatur napas dan mengendalikan emosinya.“Mau minum, Mas Aga?” tanya Ben memegang air mineral.“Tidak. Terima kasih.”     Aga menatap ke depan dengan pandangan kosong. Ketika dia marah akan meluapkan emosinya dan melupakan seperti amnesia.“Apa yang terjadi Mas Aga?” tanya Ben lembut.“Aku kesal. Kenapa juga orang itu yang harus buat kesal?”“Pakai cara di sana tidak bisa?”“Tidak bisa. Aku tidak tahu lagi. Aku tidak mau memakai cara hukum karena akan mempersulit semuanya. Kalau pihak kita tidak akan sulit dan aku sudah tahu siapa yang melakukan semua ini.”“Siapa Mas Aga? Bukannya Mos?”“Bukan, tetapi bapaknya
Magbasa pa
35. Aga datang dengan pengacara
“Untuk apa sih dia datang ke sini?” tanya Aga mengerutu.     Crekkk.     Aga memilih masuk ke kamarnya.     Brukkk.“Akh nyamannya kasur ini.” Aga merebahkan tubuhnya di tempat tidur.“Akh, aku tidak peduli dengan apa yang mereka bicarakan. Bergabung dengan mereka? Tidak akh. Mandi dan tidur.” Aga merancang apa yang harus dilakukannya.     Aga mengambil posisi duduk dan melepaskan kaus kaki dan pakaian yang dikenakan. Dia meletakkan di wadah khusus pakaian kotor.     Crekkk.     Aga berjalan ke kamar mandi dan membersihkan diri. Dinginnya air membuat badannya menggigil dan mempercepat mandinya.“Auw, dingin sekali.” Aga berjalan mengambil pakaian yang akan dikenakan untuk tidur.     Aga melihat tumpukkan pakaian tidur yang tidak lama digunakan. Dia mengambil
Magbasa pa
36. Aga mendengar pembicaraan mereka
“Selamat pagi menjelang siang.” Aga menyapa Etta yang masih terkejut karena membawa seseorang di sebelah Aga.“Selamat siang.” Etta menyapa balik masih menatap Aga.“Ada apa Etta menatapku dengan serius?”“Tidak papa,” jawabnya singkat.“Silakan duduk, Pak Roy.”“Iya, Mas Aga.”     Aga melihat Etta dengan wajah yang pucat dan tangannya yang gemetar. Dia tidak tahu alasan yang jelas.“Kamu baik-baik saja, Etta?” tanya Aga memastikan orang yang di depannya baik-baik saja.“I-iya, saya baik-baik saja,” jawabnya gugup.“Katakan saja. Jika kamu tidak enak badan. Aku akan membawamu ke rumah sakit.”“Tidak. Saya baik-baik saja.” Aga pikir Etta tahu dan mengenal Pak Roy karena ketika masuk ke restoran sampai duduk matanya tidak lepas dari Pak Roy dan Aga.“Etta,” panggil Aga.
Magbasa pa
37. Aga pergi ke pabrik
     Aga belum mengatakan tujuannya akan ke mana sehingga Ben belum menyalakan mesin mobil.“Ke pabrik saja, Ben. Kita ke kantor dahulu antar Pak Roy.”“Iya, Mas Aga.” Ben baru menyalakan mesin mobil dengan menekan tombol start pada mobil.     Aga tidak peduli mau ada yang tersakiti atau tidak. Dia benar-benar merasa dirinya diinjak-injak dan diremehkan. Bahkan ditusuk dari belakang. Dia mengingat jika kemarin Mos berada di rumah.“A, apakah dia datang mencari bala bantuan?” bisik Aga mengepal tangan.     Pak Roy yang duduk di sebelahnya sedikit bergeser. Hal yang sama berlaku untuk Ben yang melihat dari kaca spion depan."Mas Aga, mau minum air mineral?” tanya Ben memastikan karena kehadirannya hanya untuk memastikan Aga baik-baik saja."Tidak,” jawabnya singkat dengan nada rendah.     Sepanjang perjalanan tidka banyak yang dilakukan Aga. Dia hanya menatap ke arah luar. Sepertin
Magbasa pa
38. Pimpinan pabrik menemui Aga
“Ada apa Pak? Bapak mencariku?” tanya Aga berdiri di depannya.“Mas Aga tidak boleh melakukan pekerjaan semaunya.”     Aga melihat pimpinan pabrik dengan tatapan bingung. Dia tidak tahu apa yang dikatakan dan dimaksud.“Tunggu-tunggu, ini maksudnya apa aya? Aku tidak mengerti.”“Mas Aga meminta pekerja-pekerja pabrik untuk memilah anggur- anggur.”“Bukankah itu pekerjaan mereka? Lalu apa aku salah jika meminta mereka melakukannya.”“Mas Aga tidak salah, tetapi pekerjaan itu memakan waktu yang sangat lama.”“Maksudnya?”“Kami tidak bisa mengerjakan pekerjaan yang lain. Kalau Mas Aga masih meminta untuk memilah anggur-anggur.”“Aku akan tetap minta mereka untuk melakukannya.”“Tidak bisa dengan cara seperti itu, Mas Aga.”“Dengan cara apa supaya bisa menghasilkan wine yang dapat dinikmati tanpa ada protes?” tanya Aga meninggikan suaranya.     Aga melihat pimpinan pabrik hanya diam tidak bisa memberikan solusi
Magbasa pa
39. Persetujuan Aga
     Aga berjalan dengan wajah tersenyum. Dia tidak mau menengok ke belakang melihat wajah pimpinan pabrik yang pasti terlihat bingung.“Kenapa Mas Aga senyum-senyum sendiri?” tanya Ben pada Aga yang berjalan mendekatinya.“Tidak papa. Hanya lucu saja. Dia membuatku bingung. Sekarang aku yang membuatnya bingung.”“Aku pun bingung.”“Pulang saja yuk daripada semua bingung,” ajak Aga berjalan ka arah mobil.“Kamu sudah tidak ada kerjaan lagi kan, Ben?” tanya Aga membuka pintu mobil.“Tidak ada.”“Ya udah pulang. Sudah sore, kita di jalan menjelang malam.”“Iya.”     Ketika di mobil, Aga hanya berdiam diri. Dia tidak melakukan apa pun hanya menatap ke arah luar. Sementara Ben mengendarai mobil dengan fokus.     Aga berpikirada benarnya juga apa yang dikatakan pimpinan pabrik. Memang dia terlalu buru-buru meminta mereka; pekerja-pekerja pabrik untuk memilih-anggur-anggur yang bagus.“Mas Aga tida
Magbasa pa
40. Pembukaan lowongan
     Aga tidak diam, dia juga mengikuti gerakan pimpinan pabrik yang mundur.aga semakin maju. Dia tidak bermaksud mengertak. Hanya saja, dia ingin memberikan kejutan kecil di pagi hari.“Kenapa Bapak berjalan mundur?” tanya Aga dengan tangannya masuk ke saku celana.“I-itu. I-tu, Mas Aga sedikit menakutkan bergaya seperti ini.”“Bergaya bagaimana maksudmu, Pak?”“Tangannya berada di saku celana.”     Aga mengambil sikap berdiri tegak. Ternyata dia semenyeramkan itu sampai bergaya santai seperti ini dipikir menakutkan. Dia tidak berpikir jika orang lain akan berpikiran sama. Jangan sampai ada yang berpikiran dia jahat.“Tidak perlu takut. Wajahku menggemaskan seperti ini, Bapak bilang menakutkan. Aku merasa sedih.” Aga menepuk pundak pimpinan pabrik.“Habisnya Mas Aga sedikit berbeda dari kemarin.”“Sama saja, Pak. Aku masih Aga Brawijaya, cucu Kakek Aga dan anak dari Papa As.”     Aga memlihat pimp
Magbasa pa
PREV
123456
DMCA.com Protection Status