Semua Bab Andai Semua Berbeda: Bab 211 - Bab 220
237 Bab
210. The Shocking Time
"Ya, Arnon? Kenapa?" Fea menarik nafas panjang. Dia menetralkan dadanya, masih terkejut mendapat telpon tiba-tiba. "Fea, aku kena masalah!" Suara Arnon tedengar cemas. "Bisa bantu aku, please!?" "Arnon! Ada apa?" Dengan cepat Fea berdiri. Tidak tahu apa yang terjadi tapi Fea tiba-tiba saja menjadi cemas. Jika tidak serius, Arnon tidak akan memberi kabar dengan cara mengejutkan begini. "Kamu ke bandara sekarang, tidak ada waktu. Aku tidak bisa jelaskan di telpon. Waktuku tidak banyak, Fea." Arnon menjawab cepat, masih dengan suara cemas. "Bandara!? Arnon? Ada apa?" Fea makin bingung. "Pergi saja. Nanti aku jelaskan. Aku tunggu, Fea!" Dan Arnon menutup telpon. Fea terduduk. Dengan tanagn sedikit gemetar. Ada apa ini?  "Ya Tuhan ... apa yang terjadi?" Fea berucap dengan memegang dadanya. Dia seketika ingat kecelakaan yang Arnon alami. Kecelakaan yang hampir merenggut nyawa Arnon. Dia hilang ingatan dan berbulan-bulan baru bis
Baca selengkapnya
211. Tangis Fea Pun Meledak
Wajah Fea menoleh cepat ke arah pintu. Seseorang berdiri di sana. Fea berdiri dan memandang pada pria itu. Pria setengah baya, kira-kira hampir seusia Riko. "Selamat pagi, Pak. Saya Fernita Hendrawan. Suami saya menghubungi menyampaikan dia ada masalah. Bisakah beritahu saya apa yang terjadi?" Dengan cepat Fea bicara. Tidak sabar dia ingin segera tahu ada apa dengan Arnon. "Ibu, bisakah Ibu duduk sebentar. Saya tidak biasa bicara sesuatu yang serius dengan berdiri. Mari, silakan." Pria itu menunjuk ke kursi, lalu dia sendiri memutar langkahnya, dia duduk di kuris di belakang meja kerjanya. "Ah, baik." Dengan cepat juga Fea duduk. Dia silangkan kaki kanan di atas lutut. Kedua tangannya menangkup lututnya dan memandang pada pria itu. "Tuan Arnon Hendrawan." Santai, tenang, pria itu menyebut nama Arnon. "Ya, itu suami saya," sahut Fea. Dia memandang oria itu dengan harap-harap cemas. Kasus apa yang membelit Arnon? "Apa Tuan Arnon sama sek
Baca selengkapnya
212. Love You Even More
Tepuk tangan terdengar dari orang-orang yang ada di dalam kabin pesawat itu. Fea mengangkat wajahnya. Kedua pipinya basah karena menangis. Dia melihat ke sekelilingnya.  "Selamat hari pernikahan, Nyonya Hendrawan. Kita akan segera memulai perjalanan kita." Salah satu pria yang tadi berjalan di belakang Fea, bicara denagn senyum lebar. "Jadi ... semua ini ..." Fea masih merasa gemetar. Tangannya begitu dingin, suaranya pun belum normal. Dia menoleh pada Arnon yang juga belum melepas pelukan di pinggang Fea. "Kejutan buat wanita paling istimewa. Istriku tercinta." Arnon mengusap pipi Fea yang basah. "Kamu bisa tega kayak gitu sama aku, Ar." Fea memegang tangan Arnon yang masih menyentuh pipinya. "Kamu ga tahu rasa hatiku? Aku benar-benar panik, bingung, kuatir ... Segala macam campur aduk. Astaga ..." "Kru pesawat ini luar biasa, kan? Kamu tidak terpikir sama sekali kalau ini hanya settingan?" Arnon tersenyum lebar.  "Nggak. Sa
Baca selengkapnya
213. Fea Bisa Cemburu
Menjelajah salah satu negeri cantik, Fea masih juga terpesona dengan sekelilingnya. Ke mana juga dia dan Arnon pergi, Fea terus saja berdecak kagum. Alam, bangunan, penataan kota, dan yang lainnya, membuat sangat nyaman untuk menikmati waktu berdua. Hari terakhir, perjalanan mereka menjelajah desa cantik Mevagissey. Fea sangat menikmati keasrian desa yang rapi dan bersih. Masih terasa suasana abad 18 yang menarik. Dengan pelabuhan kecilnya, benar-benar menakjubkan.  Selama perjalanan itu, seorang pemandu wisata cantik, masih cukup muda menyertai perjalanan Arnon dan Fea. Dia menunjukkan berbagi tempat bersejarah di desa itu. Berbagai fungsi bangunan dan bagaimana kehidupan yang terkesan kuno bisa sejalan dengan perkembangan zaman yang makin maju. "Wow, all is amazing." Arnon sangat terpukau dengan semua yang dijelaskan pemandu wisata itu. Apalagi saat bicara tentang kuliner, Arnon semakin bersemangat. Dalam perjalanan itu tampak keduanya makin ak
Baca selengkapnya
214. Kabar dari Panti
"Akhirnya ..." Fea turun dari mobil. Dia pandangi sekelilingnya. Kembali ke rumah besar, kembali pada kenyataan hidupnya."Sudah kangen rumah? Aku masih mau lebih lama berkelana denganmu." Arnon berdiri di sisi Fea."Kangen kesayangan kita. Pingin peluk dan ucel-ucel mereka." Senyum Fea melebar."Kenapa sepi, ya? Apa mereka tidak di rumah?" Arnon merasa aneh. Jika anak-anak di rumah, biasanya terdengar seruan dan teriakan. Entah mereka gembira atau sedang bertengkar."Selamat sore, Tuan Muda, Nyonya Muda!" Rahmat yang menyambut Arnon dan Fea."Pak Rahmat!" Arnon menoleh. "Mana anak-anak?""Mereka ke rumah sakit, Tuan Muda." Rahmat mengangkat koper Arnon dan Fea."Rumah sakit?" Fea dan Arnon bersamaan menyahut."Arfen atau Fernan yang sakit?" Seketika Fea menghentikan langkah. Tentu saja dia sangat terkejut. Tidak dapat berita apapun sebelum mereka kembali pulang, kenapa saat tiba di rumah justru kabar buruk yang di
Baca selengkapnya
215. Demi Seorang Anak
"Hai, Sher ... Kenapa?" Fea keluar kamar, menerima telpon dari Sherlita."Fea, Davis rewel terus. Ga bisa tidur. Minum susu udah, Aku kipas-kipas biar ga kepanasan udah. Aku cek dia ga pup, ga juga pipis. Bingung aku. Nangis terus. Gimana ini?" Terdengar Sherlita bingung dengan bayinya."Masuk angin kali, Sher. Perutnya kembung, ga?" Fea mencoba menduga."Bentar, aku lihat." Sherlita menjawab. Fea menunggu, sambil dia melangkah menuju ke ruang makan. Fea menghampiri kulkas, mengambil susu UHT dan menuang ke gelas yang ada di meja."Kayaknya nggak, deh. Duh, kenapa, ya? Kasihan banget ini." Sherlita cemas."Hmm ..." Fea meletakkan kotak susu di meja. Dia duduk sambil memegang gelasnya. "Periksa di kakinya, apa ada ruam.""Kaki ..." Sherlita belum terlalu paham. Fea menjelaskan lagi yang dia maksud."Astaga, benar. Aduh, kok bisa gitu, Fea? Lalu gimana ini?" Sherlita terdengar makin cemas."Tenang, Sher. Itu wajar sa
Baca selengkapnya
216. Permintaan Rania
Fea masih menunggu di depan ruangan itu. Suara tangis bayi tak lagi terdengar. Fea makin penasaran, tapi tidak bisa melakukan yang lain, kecuali menunggu. Hingga hampir dua puluh menit berlalu, pintu ruangan terbuka. Fea menoleh cepat ke arah pintu dan melihat Irvan berdiri di sana dengan bayi mungil dalam gendongannya."Oh, my God ..." Fea dengan cepat menghampiri dan melihat bayi kecil itu."Dia lucu sekali. Kulitnya merah, rambutnya hitam dan halus," kata Fea penuh rasa kagum."Laki-laki, Fea. Lengkap sudah. Aku punya Mutiara dan sekarang Tuhan kirimkan Bima Perkasa. Dia akan jadi anak yang kuat." Irvan menatap bayinya dengan penuh sayang."Ah, nama yang bagus." Fea tersenyum. "Lalu Stefi?""Sebentar lagi akan dipindah ke ruangan. Aku akan bawa Bima ke kamar lebih dulu," jawab Irvan."Baiklah, aku akan temani Stefi. Selamat ya, buat kelahiran Bima," kata Fea dengan hati penuh kegembiraan."Thank you." Irvab meneruskan langkahnya. B
Baca selengkapnya
217. Kalau Bukan Kamu ...
"Terima kasih banyak. Kalian repot-repot datang. Saya tahu kalian pasti sibuk, apalagi Pak Arnon." Bu Liani menyalami Arnon dan Fea. "Kami senang bisa datang lagi, Bu. Si kembar juga lama tidak bertemu teman-temannya di sini." Fea tersneyum. Jadi juga akhirnya Arnon ikut mengantar si kembar datang ke panti membawakan hadiah ulang tahun buat Ivo. Bocah manis dengan rambut sepunggung itu genap tujuh tahun. Dia sangat senang mendapat hadiah ulang tahun dari si kembar. "Anak-anak di sini tidak biasa merayakan ulang tahun. Kami hanya bernyanyi dan berdoa bersama untuk mereka yang ulang tahun. Sengaja saya tidak biasakan, sebab tidak selalu ada berkat lebih. Saya kuatir jika satu dapat acara, yang lain tidak, maka mereka akan timbul rasa iri." Liani menjelaskan kebiasaan di panti itu. "Ya, bisa dipahami, Bu. Justru aku jadi tidak enak. Apa tidak cemburu yang lain, karena hari ini Ivo dapat kiriman hadiah ulang tahun?" Arnon melihat ke arah Ivo dan si kembar. Bersama beberapa teman lain,
Baca selengkapnya
218. Tentang Bayi dari Panti
"Pertolongan di antara teman itu wajar, aku setuju. Tetapi yang kamu dan Arnon lakukan, itu luar biasa. Karena kalian melakukannya bukan saat keadaan kalian baik-baik saja. Kalian masih memikirkan orang lain. Berkorban begitu banyak." Rania meneruskan apa yang lama tersimpan di hatinya.Fea dan Arnon saling memandang."Aku sangat mengerti kalau rumah ini, rumah yang pasti sangat melekat untuk kamu, Fea. Rumah ini tanda cinta Arnon buat kamu." Rania melihat pada Fea dan Arnon. "Ya, meski awalnya aku sempat merasa Arnon tidak serius dengan cintanya, hanya tidak mau kehilangan sahabat kecilnya ..."Arnon mengernyit menatap Rania."Sorry, kamu boleh tersinggung." Rania mengangkat kedua tangannya. "Aku harus jujur, aku takut Fea hanya terluka karena kamu. Ya, gimana ... waktu itu kamu ...""Playboy cap onta. Aku tahu julukanku dari kamu." Arnon tersenyum sambil melirik Rania."Maafkan aku, Arnon ..." ujar Rania merasa tidak enak juga."Itu
Baca selengkapnya
219. Kecurigaan Tak Berdasar
Fea memandang pada Herni. Dalam gendongan wanita itu ada seorang anak laki-laki, kira-kira usia tujuh tahun. Dia memeluk Herni dengan senyum lebar, bergelayut manja.Herni menurunkan bocah itu. "Didin, main di sana, ya? Boleh main lego. Nanti Ibu lihat kamu buat bangunan.""Oke." Mengangguk dengan senyum lebar, lalu anak laki-laki itu bergegas menuju ke tengah ruangan mengambil kotak mainannya."Kami sayang anak-anak, Bu Fea. Yang terbaik yang kami akan lakukan. Jika kami merasa sada sesuatu yang ternyata akan merugikan anak-anak, kami tentu tidak akan melepaskan mereka ke tangan orang lain." Herni meneruskan penjelasannya.Fea tersenyum mendengar yang Herni ucapkan."Kami juga menekankan pada anak-anak. Mereka memang tinggal di panti asuhan. Tetapi kita di sini adalah keluarga. Ini rumah mereka. Mereka tidak akan merasa terbuang dan tersisihkan, sebab mereka punya orang tua yang sayang pada mereka." Bu Liani manambahkan."Senang sekali mend
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
192021222324
DMCA.com Protection Status