Semua Bab Andai Semua Berbeda: Bab 221 - Bab 230
237 Bab
220. Kamu Mau Dapat Hadiah Apa?
Jam enam sore, Arnon belum juga tiba di rumah. Fea sedikit gelisah. Arnon tidak ada memberi kabar akan pulang lambat. Apakah ada sesuatu tiab-tiba di kantornya? Fea mengirim pesan dan bertanya. Hingga beberapa lama belum ada balasan juga. Kesimpulan Fea, Arnon memang sibuk. Fea tidak sabar, dia menghubungi ke kantor, diterima pegawai front office. Ternyata ada tamu mendadak, sehingga Arnon harus menemui mereka. Fea menenangkan hatinya. Yang penting bukan karena ada masalah. Fea memanggil si kembar, mengajak mereka makan malam bersama. Rencana Fea ingin mengajak makan malam Arnon juga, lalu memulai kejutan khusus malam itu. Sayang, langkah pertama harus tertunda. "Tenang ... pasti bisa. Keep fighting, Fea." Fea menyemangati dirinya. Makan malam berlalu. Anak-anak sudah sibuk di kamar, ditemani Fea mengerjakan tugas mewarna. Setiap sekian menit Fea menengok ke arloji di tangannya, gelisah, Arnon tidak juga datang. "Mama, ini ... udah," kata Fernan sambil menyodorkan pekerjaannya. "
Baca selengkapnya
221. Kamu Ternyata Mengerjai Aku?
Arnon Fea membuka mata. Dia merasakan sentuhan lembut di bibirnya. Arnon ada di depannya tersenyum manis."Pagi, Sayang. Kamu capek sekali? Sampai tidak bisa bangun." "Hah?" Fea bergegas bangun dan duduk. "Jam berapa ini?""Setengah delapan." Arnon duduk di sisi Fea."Astaga. Bagaimana bisa aku ga sadar? Sekolah? Si kembar ...""Ini tanggal merah. Mereka libur." Arnon tersenyum."Aishh, aku sampai lupa hari." Fea merasa konyol."Itulah kenapa, aku kemarin mau saja menerima tamu sampai malam. Karena hari ini libur dan terlalu lama urusan jika ditunda sampai besok." Arnon mengambil nampan yang ada di atas nakas. Dia letakkan di depan Fea."Sesekali sarapan di kamar, boleh juga, kan?" Arnon tersenyum."Roti bakar, coklat panas. Terima kasih, Ar. Suami idaman sekali." Fea tampak senang."Thank you," sahut Arnon."Kita berdoa dulu." Fea menundukkan kepala. Arnon mengikutinya. Fea menaikkan doa syukur dan m
Baca selengkapnya
222. Aku Harus Bagaimana?
Fea segera menelpon Tinah. Dia tidak tahu ada apa. Tapi Fea bisa menduga ada sesuatu yang terjadi."Iya, Bu, kenapa?" Fea bicara di telpon.Arnon melirik padanya, lalu balik memperhatikan jalanan."Fea, bagaimana, ya? Aku takut sekali. Tapi tidak tahu mau bicara dengan siapa. Aku tidak mau ada yang mengira aku mengada-ada." Tinah bicara dengan gelisah."Ada apa, Bu? Katakan saja. Aku pasti akan bantu." Fea mencoba menenangkan Tinah."Justru itu, Fea. Aku merasa tidak enak. Sejak kalian ke panti, sudah banyak sekali yang kalian lakukan buat kami. Jujur, aku maju mundur mau bilang. Aku tidak mau makin merepotkan kamu. Tapi, kalau aku tidak beritahu seseorang, bisa jadi ada yang lebih buruk akan terjadi." Tinah masih belum mau mengatakan ada apa."Bu, mesti bilang dulu kenapa. Aku juga jadi bingung kalau begini," ujar Fea.Arnon kembali menoleh. Mendengar kata-kata Fea, Arnon pun penasaran."Aku ga bisa bilang di telpon. Kalau kir
Baca selengkapnya
223. Sok Jadi Detektif
Fea memandang Dewi dan Tinah. Ibu dan anak itu menatap Fea dengan pandangan penuh harap. "Kami sulit membuktikan ini sendiri. Takut jika timbul perselisihan dan situasi di panti akan tidak kondusif. Sangat tidak baik untuk anak-anak nanti, Fea." Tinah memaparkan apa yang dia bayangkan. "Benar, Bu. Bu Herni memang masih bersikap baik, tapi dia menatap aneh padaku. Kalau sampai aku yang melapor, atau aku yang membuka rahasianya, bisa jadi masalah juga." Dewi ikut menimpali. "Tapi, aku orang lain. Aku orang luar, dan tidak tahu yang terjadi di dalam panti." Fea juga mengungkapkan situasinya. "Lalu bagaimana?" Tinah mendesah, wajahnya memelas. "Aku akan memikirkannya. Tapi tentu ini tidak bisa dibiarkan." Fea akhirnya setuju. "Semisal, Bu Tinah dan Dewi mencoba mencari bukti lagi. Bisa kan?" Dewi dan Tinah berpandangan. "Hari ini aku hanya dapat info. Ini tanpa bukti bisa jadi fitnah. Misal, ada rekaman percakapan, ada bukti transfer pribadi, atau foto, atau yang lain, yang jelas fi
Baca selengkapnya
224. Semakin Mencurigakan
Mata Fea membulat. Dia memandang Arnon yang menatap serius padanya. "Ar, kamu bilang apa? Kamu ga mau pergi? Kita sudah bersiap begini. Mama dan papa juga sudah nunggu. Kamu kenapa?" tanya Fea heran. Arnon melangkah mendekat, berdiri tepat di depan Fea. "Pingin di rumah aja. Kamu secantik ini, aku ga mau ada yang menikmati kecantikan kamu. Biar aku saja."  "Aah ... Arnon ..." Fea manyun seketika. "Kamu menggoda aku? Astaga ... Kupikir beneran." Arnon merangkul bahu Fea sambil tergelak. "Senang liat kamu cemberut, tambah cantik."  "Apaan? Udah, ayo. Kita sudah ditunggu," ajak Fea. Arnon meraih tangan Fea dan menggandengnya. Mereka berjalan berdampingan turun ke lantai bawah. Di ruang depan Arnella dan Ardiansyah sudah menunggu. Mereka tampak bercanda dengan si kembar. Melihat Arnon dan Fea datang, segera mereka keluar rumah, menuju ke tempat parkir. Arnon dan Fea mengikuti di belakang. Mereka berangkat hanya dengan sat
Baca selengkapnya
225. Arnon Jadi Emosi
Fea duduk dengan cepat. Dia turun dari ranjang dan membuka pesan dari Tinah. Lalu dia menoleh pada Arnon yang menunggu Fea menjawab pertanyaannya. "Oke, aku sebenarnya belum mau bilang, tapi ..." Fea melihat ke layar ponsel lagi. Dia sudah buka pesan itu, Tinah pasti menunggu jawabannya. "Aku balas Bu Tinah bentar, Ar." Fea mengirim pesan ke Tinah, dia akan menghubungi esok pagi dan mengatur lagi yang perlu dilakukan. Arnon masih menunggu. "Kalau aku bilang, please, jangan mikir apa-apa. Oke?" Fea memulai tapi berpesan lebih dulu. "Mikir apa memang? Kamu belum cerita juga. Kalau sudah tahu urusan, baru bisa aku mikir," tandas Arnon. Fea meletakkan ponsel lagi, duduk di sisi Arnon, di tepi kasur. Arnon tampak sudah mulai tegang. Keningnya sedikit berkerut menunggu Fea segera bicara. "Ada yang aneh di panti. Bu Tinah dan Dewi, anak perempuannya, curiga salah satu pegawai sedang berbuat hal yang keliru." Hati-hati Fea menyampaikan yang te
Baca selengkapnya
226. Lagi-lagi Kabar Mengejutkan
"Gimana, Bu?" tanya Arnon lagi."Sejauh ini tidak ada yang mencurigakan, Tuan Muda. Hanya Herni saja. Sungguh, aku juga berharap yang lain punya hati bersih, ga gini. Satu orang saja sudah membuat aku sangat sedih, kuatir, dan juga takut." jawaban Tinah jelas, menyisakan rasa sesal di hatinya."Baiklah, Bu. Mudah-mudahan begitu." Arnon mengangguk." Mulai besok aku akan mulai bergerak. Kuharap ini tidak berlarut-larut.""Terima kasih, Tuan Muda. Minta maaf jika aku dan putriku merepotkan," tandas Tinah."Jangan sungkan, Bu. Aku senang justru Ibu berani mengungkapkan ini," kata Arnon.Pertemuan online selesai. Arnon langsung menghubungi orang kepercayaanya untuk berkonsultasi. Apa langkah yang bisa dia lakukan, butuh waktu berapa lama. Arnon meminta diatur orang yang bisa memantau pergerakan Herni di luar panti. Dengan siapa dan di mana. Lalu orang itu pun perlu diikuti untuk memastikan dia berfungsi sebagai apa dalam hubungannya dengan Herni.
Baca selengkapnya
227. Penangkapan Tiba-tiba
Sherlita tedengar sangat tegang dan cemas. Otomatis Fea terpengaruh. Apalagi sebelumnya dia mendapat kabar juga dari Tinah tentang surat perjanjian yang membuat dia terkejut. Hati Fea makin tidak karuan."Kenapa, Sher? Jangan buat aku bingung." Fea mengganti panggilan suara ke video."Fea, bukti sudah nyata. Temanku bersama beberapa orang lain, mereka berhasil menelusuri, anak-anak itu ada yang dibawa ke luar pulau. Mereka dijadikan obyek untuk mendapat keuntungan sekelompok orang." Sherlita memandang Fea dengan geram."Keuntungan gimana?" tanya Fea."Dijadikan pengemis atau diajak mengemis." Dengan nada kesal Sherlita menjawab."No, Sher, yakin?" Fea setengah melotot memandang Sherlita."Bukan anak dari panti itu saja. Ternyata mereka ambil dari panti di kota lain juga. Ini jaringan besar sepertinya., Aduh, Fea, aku ngeri!" Sherlita menggeleng keras dengan emosi makin meluap."Ya ampun ... jadi Bu Herni ...""Ya, itu yang aku
Baca selengkapnya
228. Bukan Seperti yang Dibayangkan
Arnon mengenalkan Fea dan memnita waktu agar Fea melihat ke dalam, bertemu dengan Tinah. Awalnya polisi itu sedikit keberatan karena mereka masih melakukan penggeledahan. Arnon meyakinkan bahwa dia punya tujuan dan kepentingan sama dengan polisi yang datang ke panti itu.  "Sudah beberapa waktu kamu mencoba menyelidiki, Pak. Istri saya bekerja sama dengan pengurus panti yang memang merasa ada kejanggalan di panti. Saya harap ini bisa memberikan titik terang juga untuk penyelidikan yang dilakukan." Arnon bicara tegas. Akhirnya Fea diberikan ruang menemui Tinah. Wanita itu dan beberapa pengurus lainnya ada di depan kantor. Mereka duduk menunggu, sambil memperhatikan para petugas yang bekerja mencari bukti. Sesekali mereka akan memanggil jika perlu mendapat keterangan atua mencari sesuatu yang mereka perlukan. "Fea!" Tinah seketika berdiri saat melihat Fea datang. "Bu, gimana?" tanya Fea. "Aku bingung kenapa Bu Liani harus dibawa. Dia pasti b
Baca selengkapnya
229. Permohonan Maaf Herni, Kepedihan Liani
"Jahat sekali mereka melakukan itu pada anak-anak. Aku tak habis pikir. Mereka lahir tanpa meminta. Sejak bocah hanya derita dan kepedihan yang mereka punya. Tidak mengenal orang tua, tidak tahu sanak saudara. Lalu, ada orang yang masih juga melakukan hal buruk pada mereka. Ya Tuhan ..." Bu Liani meliahat pada Herni. Herni makin dalam menunduk. Rasa bersalah memenuhi hatinya. Dia tidak berani memandang Bu Liani ataupun Arnon. "Bu, semua sudah jelas, Ibu pasti akan segera pulang. Anak-anak akan lega, Ibu bisa bersama mereka lagi." Arnon menenangkan Bu Liani. "Bagaimana aku menghadapi mereka, Pak Arnon? Bagaimana bisa aku menjelaskan semua ini? Aku benar-benar hancur," Bu Liani mengusap lagi kedua pipinya yang basah. Tatapannya kembali tertuju pada Herni. "Apa yang ada di otak kamu, Herni? Apa?"  "Maafkan aku, Bu. Maafkan aku ...." lirih kalimat itu yang Herni ucapkan. "Kita memang tidak berlebihan duit. Tidak semua yang kita ingin dengan g
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
192021222324
DMCA.com Protection Status