All Chapters of Mon Amour: Chapter 81 - Chapter 90
128 Chapters
Part 80
Semudah itu Farrin mengatakan pisah untuk hubungan mereka? Jika semudah itu, rasa curiga Vian semakin besar dengan dugaan ia akan dicampakkan dalam waktu dekat.“Kau tak bercanda, kan, Fa?” tanya Vian memastikan.“Tidak, Vi! Sebenarnya aku ingin mengatakan hal ini padamu. Sayangnya, hal itu harus didahului dengan kabar itu.” Farrin menunduk. Ia berlalu menuju kamar mereka. “Akan kutunjukkan kau sesuatu.”Vian mengikuti Farrin dan berjalan di belakangnya. Ada rasa penasaran, dalam pikiran Vian, bagaimana jika Farrin memberinya kejutan yang bisa membuatnya mengalami serangan jantung saking terkejutnya?Ah, tidak!Hal itu tak akan terjadi, kan?“Duduklah, Vi!” Farrin duduk di pinggiran ranjang dengan memegang sebuah map. Mungkin, itulah yang ingin Farrin tunjukkan padanya.“Aku mendapatkan beasiswa untuk melanjutkan pendidikanku di Finland. Sebenarnya, pengajuan ini sudah beberapa wak
Read more
Part 81
Sidang perceraian mereka berjalan dengan alot. Alasan yang tak terlalu kuat membuat hakim tidak langsung menyetujui keinginan mereka untuk berpisah. Alhasil, Vian dan Farrin masih bersama meski keadaan mereka sudah tak sehangat dulu lagi. Lena juga sesekali mendatangi apartemen mereka untuk melihat ayah dari bayi yang ia kandung.Kata Lena, itu keinginan bayi. Akan masuk akal jika memang benar sang bayi merindukan sang ayah. Sayangnya, itu tidak akan menjadi hal yang baik jika sang ibu hanya membuat alasan saja.Hubungan Farrin dan Vian yang memburuk, semakin memburuk saja saat wanita itu mendapati ada wanita lain yang duduk di kursi makan tempat tinggal mereka. Ingin sekali rasanya Farrin menghambur keluar dan menangis sambil berteriak-teriak di jalanan jika ia sudah tak kuat lagi dengan apa yang terjadi. Namun, ia masih ingin dipandang waras dan baik-baik saja meski keadaan mengatakan yang sebaliknya.Orang tua dari kedua belah pihak sangat menyayangkan tentan
Read more
Part 82
“Tapi, Van. Kau tahu jika dirimu ....”“Aku tahu, Ma. Aku tahu! Tapi, aku akan melakukan apa yang Mama inginkan jika Farrin mau kembali padaku. Aku akan mengadopsi anak dan kami akan merawatnya.”Nazilla mengembuskan napas. Ia tahu jika sekali Avan memiliki tekad, maka ia akan melakukan apa pun untuk membuatnya terwujud. “Van, jika memang Farrin mau, kau bisa melakukannya. Tapi, satu pesan Mama untukmu, jangan paksa Farrin,” ujarnya.“Terima kasih, Ma.” Avan tersenyum sumringah begitu ia memenangkan restu ibunya untuk menikahi wanita pujaannya. Tak masalah jika wanita itu bahkan sudah pernah menikah dengan sang adik. Bagi Avan, Farrin tetaplah Farrin. Tak peduli bahkan ketika dia pernah menjadi adik iparnya sekalipun.“Aku sayang Mama,” lanjut Avan.“Mama tahu, Van. Tanpa kau katakan pun Mama sudah tahu jika anak-anak Mama, yang tak hanya dirimu ini begitu menyayangi Mama. Sayang, Ma
Read more
Part 83
Melepas seorang anak ke perantauan itu berat. Dan kali ini, Nazilla harus merasakan hal itu.Kepergian Avan di jam ketiga setelah pembicaraan mereka berdua membuat Nazilla harus tahu bahwa tidak semua hal bisa kita kendalikan meski banyak uang di tangan. Banyak orang berpikir, jika kita memiliki banyak uang, semua hal yang kita inginkan bisa tercapai dengan mudah. Nyatanya, bagi Nazilla itu hanya omong kosong belaka. Ia telah merasakan kehilangan banyak hal karena uang itu sendiri.Nazilla kehilangan moment pertumbuhan putra pertamanya karena Avan dituntut untuk belajar sedini mungkin untuk menjadi pemimpin yang baik. Semua waktunya tersita dan digantikan dengan keterampilan-keterampilan yang menurutnya, tidak semua anak seusia Avan dapatkan.Andai ia mau, Nazilla ingin sekali menemani tumbuh kembang Avan dan Vian dengan baik. Sayangnya hal itu tak bisa berjalan dengan sempurna, karena seorang raa itu diciptakan, bukan dilahirkan.“Andai aku terlahi
Read more
Part 84
“Ma, bolehkah aku tetap memanggil Mama, meski aku dan Vian sudah berpisah?” tanya Farrin.Wanita berambut pirang itu ragu jika permintaannya akan dituruti oleh sang mama mertua yang sebentar lagi akan menjadi mantan itu. Selama beberapa bulan kebersamaan ia dengan keluarga Avan dan Vian, kasih sayang dari seorang ibu yang didapatnya dari ibu mertua membuat Farrin terlena.“Sampai kapan pun, Farrin tetap putri Mama,” bisik Nazilla. Ia sudah menganggap Farrin sebagai putrinya, terlepas kepada siapa wanita itu melabuhkan hatinya. Sebagai orang yang sudah mengenal Farrin sejak lama, Nazilla tahu apa yang sudah menantunya itu alami. Karena itu, ia tahu pasti perpisahan mereka memiliki imbas lain.Pelukan mereka berakhir dan masing-masing mengusap air mata hanya dengan menggunakan tangan kosong. Tak ada pikiran untuk menggunakan tissu, atau apu tangan yang biasa dibawa di tas.“Ma, setelah ini kami berakhir. Entah ....”
Read more
Part 85
“Jadi, bagaimana setelah ini, Nak? Sebenarnya aku sangat menyayangkan perpisahan kalian. Namun, mau bagaimana lagi? Sebagai seorang ibu aku tak bisa melakukan banyak hal,” ujar Nazilla. Wanita paruh baya itu meletakkan jus yang dipesannya lalu menatap ke netra biru milik Farrin, netra turunan dari sang ayah dan andai ia seorang pria, pasti orang-orang akan mengatakan bahwa ia adalah duplikat sempurna dari sang ayah.Oh, harusnya Nazilla katakan kemiripan itu pada putri dari sahabatnya ini.“Aku akan pergi, Ma.”“Pergi?”Farrin mengangguk. Sejak keputusan untuk berpisah antara ia dan Vian, Farrin belum bertemu dan berbicara secara leluasa seperti ini pada ibu mertuanya. Mungkin, ini saat yang tepat untuk membicarakan hal itu. Mengingat ia sedang berwaktu luang dan tanpa ditemani Vian.“Aku akan memenuhi beasiswa kelanjutan pendidikanku.” Farrin menjawab itu dalam satu tarikan napas.“Kau m
Read more
Part 86
“Ikutlah denganku!”Sebuah suara membuyarkan lamunan Farrin yang tengah berdiri menunggu taksi. Di depannya, berhenti sebuah sedan hitam mengkilap dengan kaca jendela yang diturunkan dan menampilkan seseorang yang sudah ia kenal.“Maaf, aku sedang terburu-buru dan tak bisa ikut denganmu,” tolak Farrin dengan halus.Sungguh! Farrin sama sekali tak mengada-ada atau membuat alasan saat tadi ia mengatakan pada Nazilla bahwa kini ia sedang terburu-buru. Ia memang lupa jika ada janji yang menunggu dan itu berkaitan dengan kepergiannya ke Finlandia.“Aku akan mengantarmu. Ikutlah atau kau akan menyesal.”“Baiklah! Kuharap kau tidak akan mengecewakanku, Rizuki.”Farrin langsung membuka pintu mobil dengan kasar dan masuk ke dalam dengan perasaan dongkolnya, tetapi tak ia tunjukkan secara jelas. Saat ini, Farrin masih cukup sadar untuk tidak membuat Rizuki marah karena aura yang dikeluarkan wanita itu cu
Read more
Part 87
“Ma, aku merindukan Farrin.”Sudah dua minggu Vian tidak bertemu dengan Farrin. Alasannya? Sudah jelas karena wanita itu menghindari Vian. Ia memanfaatkan waktu sibuk prianya di perusahaan dan mencari tempat yang tak mungkin ditemukan.“Bukankah tadi kau sudah cukup memandanginya?” tanya Nazilla. Sebagai seorang ibu, perasaan peka Nazilla membuatnya tahu bahwa Vian ada di sekitar mereka dan mengawasi Farrin dari jauh. Hal itu diperkuat dengan Vian yang sesekali menunjukkan eksistensinya ke Nazilla. Kebetulan? Tentu saja tidak.Vian sudah menduga bahwa Farrin akan datang ke bandara untuk melihat kepergian Avan. Farrin tak akan setega itu untuk melewatkan kepergian terakhir pria yang pernah menjadi kekasih hatinya itu. Vian tahu, dan ada rasa di hatinya ingin menemui Farrin dan mencegahnya mengucapkan selamat tinggal pada sang kakak. Namun, hal itu ia urungkan begitu saja karena tahu jika Farrin tak akan berbuat yang lebih dari memandang.
Read more
Part 88
“Jujur saja, Ma. Aku merasa hancur setelah Papa pergi. Hingga aku memutuskan untuk hidup sendiri, percayalah! Itu adalah bentuk pelarian atas rasa kehilanganku,” aku Vian.Pandangan Vian menatap lurus ke depan dan Nazilla tahu bahwa ucapan itu memang keluar dari hatinya. Ia tahu, semua memang tidak bisa diutarakan dengan gamblang karena tertahan banyak hal. Entah itu emosi, ketidaknyamanan, atau ketidakinginan karena ingin memikul beban itu sendiri. Kini, Vian seolah melepas beban itu dan mengeluarkan apa yang telah lama ia pendam.“Mama bisa mengerti itu, Nak. Kita semua kehilangan Papa dan tidak ada satu pun dari kita yang tak merasakan hal itu. Hanya saja, Mama menyayangkan sikapmu yang memilih lari dan tidak bertahan lalu saling menguatkan.”Pandangan Vian yang semula menatap lurus, kini menunduk. Ia bisa mengerti semua itu. Apa yang ibunya katakan memang benar bahwa seharusnya ia ada di sana dan saling menguatkan. Jika itu terjadi, m
Read more
Part 89
Benar, kan?Vian kini memiliki banyak uang karena pendapan perusahaan sudah mulai beralih pada rekeningnya. Sayang, semua itu tak akan bisa membayar siapa pun untuk mempertahankan Farrin di sisinya. Wanita yang menjadi cinta pertamanya itu akan tetap pergi tak peduli sebanyak apa pun harta yang ia punya.“Ma, Farrin adalah cinta pertamaku,” ujar Vian. Ia meremat rambutnya yang kini mulai memanjang karena Farrin tak memperhatikannya lagi. Sebelum ini, Farrin akan berkomentar jika rambutnya mulai memanjang. Sedang Lena, wanita yang kini menjadi tanggung jawabnya itu tak pernah mengomentari sepanjang apa pun rambutnya. Ah, apa ia harus memanjangkannya seperti milik Avan?Itu ide bagus karena mereka adalah kembar yang identik dari segi penampilan, bukan proporsi tubuh secara detail. Jadi, kali ini ia akan mencoba hal baru dengan meniru penampilan kembarannya yang kini telah berada jauh darinya.Tak peduli apa kata orang yang mengatakan jika ia ber
Read more
PREV
1
...
7891011
...
13
DMCA.com Protection Status