All Chapters of Life Hates Me: Chapter 71 - Chapter 80
120 Chapters
Bab 71
Kurang lebih ada 20 kursi plastik berjejer dengan rapi di teras rumah nenek yang luas. Tampak beberapa orang dewasa saling mengobrol di bagian muka bangunan itu. Anak-anak dan para remaja pun berkumpul untuk bercanda tawa. Aku berjalan mengikuti rombongan keluargaku menuju meja dimana nenek duduk. Kami menghampiri seorang wanita lansia yang duduk di balik kue ulang tahun dengan lilin angka '74'. "Selamat ulang tahun, Ma," ucap mama dan papa dengan serempak. Mendengar ucapan dari mama dan papa, nenek menoleh ke arah kami. "Terima kasih, Arif, Ella." Saat pandangan nenek beralih ke arahku dan kakak yang berdiri di belakang kedua orang tua kami, aku dan kakak langsung mengucapkan selamat ulang tahun kepada nenek. Nenek merespons ucapan kami dengan sebuah senyuman hangat dan menganggukkan kepalanya. "Ini buat Mama," ucap mama sambil menyodorkan selembar amplop berwarna merah kepada nenek. "Eh? Tidak usah!" balas nenek sambil menyilangkan tangannya. Papa mengambil amplop yang ada di
Read more
Bab 72
Aku duduk sendirian sambil memainkan telepon pintarku. Istri dari adiknya papa yang tadi duduk di sebelahku sudah pergi meninggalkanku. Dia sedang berfoto dengan nenek, bersama dengan papa serta paman dan tante lainnya.Saat sedang main game, tiba-tiba seseorang menyenggol kursi yang kududuki. Aku tersentak kaget dan refleks menekan tombol pause. Kutolehkan mukaku ke arah orang yang menyenggol kursiku. Kudapati Maryam berdiri di samping kiriku."Ngapain kamu di sini? Merusak suasana saja," tanyanya sambil menatapku dengan tatapan bermusuhan.Aku menjawabnya dengan sebuah pertanyaan. "Memangnya aku tidak boleh menghadiri pesta ulang tahun nenekku sendiri?"Mendengar aku melawan kata-katanya, Maryam menggeretakkan giginya dan menatapku dengan murka. Dia mengepalkan tangannya dengan erat, seolah-olah hendak menghajar aku. Melihat dia kesal terhadapku, aku menarik sebuah senyuman miring."Kalau kamu tidak suka aku ada di sini, abaikan saja aku dan anggap aku tidak ada di sini." lanjutku.
Read more
Bab 73
Aku tak bergeming saat mendengar pertanyaan yang barusan ditanyakan oleh mama. Aku hanya menundukkan kepalaku dan mengepalkan tanganku dengan erat. Penyesalan dan kekesalan mulai timbul di dalam hatiku.Tak kusangka bibi akan memberi tahu mama tentang apa yang kubicarakan dengannya. Jelas sudah kenapa waktu itu aku melihat mama dan papa sesekali melirik ke arahku saat berbicara dengan bibi.Aku menggigit bibir bawahku dan menguatkan kepalan tanganku. 'Tahu begini, seharusnya aku tidak memberi tahu bibi tentang gejala penyakit yang kualami. Sial, ternyata bibi mulut ember, ya?'"Freya, jangan diam saja! Jawab pertanyaan Mama!" tuntut mama sambil mencengkeram kedua lenganku dengan kuat.Sebuah rintihan kecil keluar dari mulutku akibat rasa sakit yang kurasakan pada kedua lenganku. Aku langsung tahu kalau saat ini mama marah besar terhadapku karena nada suaranya yang terdengar galak dan kuatnya cengkeraman tangannya."Habisnya kalau aku kasih tahu Mama, Mama akan menganggap remeh penyaki
Read more
Bab 74
Aku membuka kelopak mataku yang terasa berat. Sinar mentari pagi menyeruak masuk melalui jendela dan menyilaukan mataku. Aku pun menutup mataku lagi karena tidak tahan dengan cahaya yang menyilaukan itu."Ah ... sudah pagi," gumamku dengan lesu.Pagi ini aku merasa tidak bersemangat, entah karena masih ngantuk atau karena bad mood. Ingin rasanya aku kembali tidur, tetapi aku tidak bisa melakukannya karena aku susah tidur kalau matahari sudah terbit.Terkadang aku iri pada orang lain yang bisa tidur dengan pulas sampai siang hari, sedangkan aku selalu sudah bangun sebelum jam setengah 7 pagi. Kuputuskan untuk bangun lalu mandi supaya jadi segar.Setelah mandi, aku keluar dari kamar dan mengambil air untuk minum. Aku pun berpapasan dengan kakak yang baru saja keluar dari WC. Penampilan pemuda itu tampak berantakan jadi ketahuan kalau dia belum mandi."Cepat benar kamu mandi, padahal 'kan masih liburan," komentar kakak yang menyadari rambutku basah sehabis keramas."Aku 'kan bukan orang
Read more
Bab 75
Setelah makan siang, aku bersiap-siap untuk pergi menemui dokter bersama mama. Aku menyisir rambutku sambil berkaca di depan cermin. Kupandang diriku yang mengenakan baju kaus bermotif garis hitam putih.Bibirku melengkung membentuk sebuah senyuman simpul. Walaupun aku tersenyum, pandangan mataku berkata lain. Pandangan mataku terlihat sayu, seperti orang sedih atau orang yang kehilangan semangat di dalam kehidupannya. Tiba-tiba terdengar suara mama memanggilku. "Freya, ayo cepat."Sontak aku menoleh ke arah sumber suara dan mendapati mama berdiri di ambang pintu kamarku. Dia menyilangkan tangannya di dada dan menatapku dengan intens. Tatapan matanya yang intens seolah-olah menyuruhku untuk segera menyelesaikan kegiatanku.Aku memalingkan mukaku dari mama lalu lanjut menyisir rambutku. Setelah selesai merapikan rambutku, aku mengambil sebuah tas selempang dari lemari bajuku, lalu memasukkan telepon pintarku ke dalam tas berwarna pink itu.Melihat aku sudah selesai bersiap-siap, mama
Read more
Bab 76
"Kalau begitu, kenapa dulu kamu tidak bawa dia ke dokter?" Mama membalas perkataan papa dengan sebuah pertanyaan yang tajam.Mendengar pertanyaan dari mama, papa langsung terdiam karena tidak mampu menjawab pertanyaan yang ditujukan kepadanya. Kedua orang dewasa yang berdiri saling berhadapan itu melemparkan tatapan tajam kepada satu sama lain.Aku hanya menatap mama dan papa secara bergantian dengan bete. Aku yakin mereka akan bertengkar lagi, seperti tadi malam. 'Padahal mereka baru saja bertengkar kemarin malam, sekarang mau bertengkar lagi? Tidak bosan apa?'"Kenapa tidak menjawab? Sekarang kamu sadar kalau yang salah bukan hanya aku saja?" tanya mama kepada papa lagi.Sebelum pertengkaran mereka meletus, aku memutuskan untuk segera pergi dari tempat yang akan menjadi medan perang ini. Kulangkahkan kakiku menuju kamar tidurku, meninggalkan kedua orang tuaku di ruang tamu.Aku mengganti bajuku ke baju yang lebih nyaman dipakai lalu mengisi waktu luang ini dengan bermain game online
Read more
Bab 77
"Freya Renata," panggil asisten dokter.Aku dan mama langsung bangkit dari bangku lalu berjalan memasuki ruang praktik. Ruangan ini terlihat sepi karena minim perabotan di dalamnya, hanya ada sebuah ranjang dan sebuah mesin yang berukuran cukup besar."Silakan baring," ujar asisten dokter sambil mengarahkan telapak tangan kanannya ke ranjang yang berada di sisi kiri ruangan.Aku pun melangkahkan kakiku menuju ranjang pasien lalu berbaring di atasnya. Saat aku memandang ke depan, kulihat seorang pria berjas putih keluar dari pintu yang berada di sisi kanan ruangan ini.Sebelum pemeriksaan dimulai, mama menjelaskan keadaanku kepada dokter terlebih dahulu, dokter juga mendengarkan suara detak jantungku dengan menggunakan stetoskop. Setelah mendengarkan keadaanku, dokter beserta asistennya mulai memeriksaku."Tolong dibuka bajunya, Dik. Bra-nya juga dibuka, ya," pinta asisten dokter kepadaku.Aku membelalakkan mataku saat mendengar permintaan itu. Aku enggan membuka bajuku di hadapan oran
Read more
Bab 78
2 hari telah berlalu sejak aku diperiksakan ke dokter spesialis jantung. Hari ini, aku dan mama akan memeriksakan kondisi jantungku lagi di rumah sakit. Pagi-pagi sekali, tentunya sesudah sarapan, kami langsung berangkat ke RSUD yang berjarak lumayan jauh dari rumah.Tak lama setelah sampai di rumah sakit, aku diarahkan ke ruang radiologi untuk melakukan rontgen. Sesudah melewati pemeriksaan sinar-X di dadaku, aku diarahkan ke ruang tunggu poli jantung. Aku dan mama disuruh menunggu dokter memeriksa pasien lain sebelum dipersilakan masuk ke dalam ruangan itu.Aku mengatupkan tanganku yang dingin dan memainkan jemariku. Sepertinya aku sangat gugup sampai-sampai telapak tangan beserta jemariku terasa dingin, seperti habis masuk kulkas."Anak Freya Renata." Kudengar namaku dipanggil dari speaker yang terpasang di atas pintu ruang poli jantung.Aku dan mama pun bangkit dari bangku lalu melangkah memasuki ruangan yang lumayan luas ini. Terdapat ada 4 ranjang berjejer rapi di dalam ruangan
Read more
Bab 79
Keesokan harinya, Natal pun telah tiba. Biasanya kami pasti menikmati hari ini dengan berkumpul bersama keluarga dan makan-makan bersama, tetapi tidak dengan natal kali ini. Aku, mama, dan papa sibuk mengepak barang yang akan dibawa saat berangkat nanti.Aku membantu mama memasukkan pakaian dan barang lainnya ke dalam koper. Selama mengepak barang, mama asik berteleponan dengan kakak laki-lakinya yang tinggal di kota lain. Untung saja paman berbaik hati mau menampung kami di rumahnya selama beberapa hari.Setelah selesai mengepak barang-barang kami, aku kembali ke kamarku dan beristirahat. Kurebahkan tubuhku di atas ranjang dan memejamkan kedua mataku. Akhir-akhir ini ada banyak hal yang terjadi sehingga membuatku lelah fisik maupun batin.Kubuka kedua mataku dan memandang kosong langit-langit kamarku yang berwarna putih. 3 hari lagi, aku tidak akan tinggal di sini lagi juga tidak akan melihat wajah ayah dan kakak selama beberapa hari.Sebuah hembusan napas panjang keluar dari mulutku
Read more
Bab 80
Keesokan harinya, paman dan tante mengajak aku dan mama untuk pergi berwisata ke Jawa Timur Park 2, atau yang biasa disebut sebagai Jatim Park 2. Tempat itu sangat menarik karena berisikan hewan-hewan yang tidak pernah kulihat sebelumnya.Hari ini benar-benar menyenangkan karena aku bisa bersenang-senang dengan bebas, tanpa dikekang oleh bayang-bayang masalah yang membebaniku. Sayang sekali ada beberapa wahana yang tidak bisa kunaiki karena penderita penyakit jantung dilarang untuk menaikinya.Aku memandang kereta roller coaster yang meluncur di jalurnya dengan cepat. Suara teriakan orang-orang yang menaiki wahana itu kedengaran sampai di tempatku yang berada tak begitu jauh dari sana.Perasaan iri dan kesal mulai timbul di dalam hatiku saat memandang orang lain menaiki wahana itu. 'Padahal aku sangat ingin mencoba menaiki roller coaster sekali saja ... 'kan belum tentu aku punya penyakit jantung.'"Kalau kamu melamun terus, nanti Mama tinggal lho," ujar mama memperingatkanku.Sontak
Read more
PREV
1
...
678910
...
12
DMCA.com Protection Status