All Chapters of Aku Istri yang Tidak Dianggap: Chapter 31 - Chapter 40
106 Chapters
Bab 31 | Secarik Surat
Lagu masih mengalun indah, dibawakan dengan penghayatan dalam, yang semakin membuat dadaku sesak, teringat seonggok surat gugatan cerai yang Safeea kirimkan untuk mengakhiri kisah kelam kami. Mungkinkah aku harus rela melepaskannya? Memulai hidup baru hanya dengan Adelya saja? Namun, sungguh, hatiku tidak bisa membiarkan ini selesai begitu saja tanpa ada penjelasan.Aku berniat pergi meninggalkan venue, sebelum hatiku benar-benar merasa rapuh karena lagu yang masih berputar, saat tidak sengaja mataku menatap Safeea bersama Adriyan baru saja memasuki venue bersama salah satu panitia acara. Brengs*k!==================================================================Emosiku mendadak membucah, melihat istriku berjalan akrab dengan pria lain, yang notabene pernah menjalin hubungan spesial dengannya. Tergesa aku berjalan ke arah mereka, ingin memberikan sedikit pelajaran kepada pria tidak tahu malu tersebut, karena masih berani mendekati istriku, Safeea. Namun, kuurungkan, karena tiba-tib
Read more
Bab 32 | Pesan Bapak
“Permisi, Pak, Bu, ada titipan surat buat bu dokter,” sela seorang panitia acara, menginterupsi candaanku dengan Mas Essa. Memberikan secarik kertas tanpa amplop kepadaku.‘Buktikan kalau kamu serius mau cerai dari Damar!’Degh! Aku tau siapa yang menulis ini.==================================================================Tanpa meliat siapa yang mengirim, aku pastikan tebakanku tidak akan salah, mengenai siapa yang sudah menitipkan surat ini kepada panitia tadi. Aku mengarahkan pandangan ke sekitar venue, berharap dapat menangkap basah si penulis surat tersebut. Namun, sayang, tidak kutemukan jejaknya di sana.Aku menyimpan suratnya ke dalam kantong jas putihku, membiarkan Mas Essa penasaran dibuatnya, sengaja aku tidak membiarkannya mengetahui isi surat tersebut, karena kurasa ini bukanlah urusannya, biarlah, akan kutangani masalah ini bersama pengacaraku saja.Selesai menghabiskan makan siang kami, aku mengajak Mas Essa untuk segera balik ke ruangan di mana donor darah diadakan
Read more
Bab 33 | Karma?
Aku terbangun saat mendengar suara ponselku berteriak, menandakan ada panggilan yang masuk. Mengerjap aku berusaha membuka mata, mencari ponsel yang tadi ku letakkan di atas nakas kamar Safeea.“Ya, Bu, ada apa?” tanyaku saat tau jika ibuku yang menelpon.“Mar, bisa ke rumah bude Yunita sekarang?”“Lho, ada apa memangnya, Bu? Tumben banget, sudah sore banget ini,” tanyaku bingung, tidak biasanya ibu memintaku pergi ke sana kalau tidak ada pertemuan keluarga.=================================“Sudah, pokoknya langsung ke sini saja! Ibu tunggu!” pungkas ibuku.Tanpa berganti pakaian aku langsung bergegas ke rumah bude Yunita, jarak yang sebenarnya tidak begitu jauh, hanya sekitar satu jam jika tidak terjebak macet. Dalam hati aku bertanya-tanya, apa ini aada hubungannya dengan hasil tes kesuburan Arina? Jika memang karena hal tersebut, berarti bude Yunita sudah mengetahui rahasia Arina, tapi, siapa yang sudah memberitahukannya? Apakah Aldo?Aku masih berkendara menuju rumah bude Yunita,
Read more
Bab 34 | POV Damar
“Ya, Val, ada apa? Aku di minimarket sebelah,”“Arina sudah siuman, Mas, cepat ke sini!” perintahnya, membuatku mau tidak mau meninggalkan kopiku yang masih panas tersebut.Kembali aku memasuki klinik, melihat keadaan Arina yang sudah siuman, namun pandangannya kosong, membuatku khawatir. Aku segera menghampirinya, mengajaknya berbicara, namun tidak diresponnya. Ada apa dengannya? =================================Berkali-kali aku mencoba, namun tetap gagal, Arina hanya diam, namun dari netranya keluar air mata tiada henti. Aku yang khawatir, segera mencari Rival, rupanya dia sedang di ruangan dokter yang menangani Arina tadi. Aku ikut masuk, bergabung dengan Rival untuk mendengarkan penjelasan dokter.“Kalau dari hasil pengamatan saya, pasien mengalami shock yang cukup berat, namun ini perlu melakukan observasi lebih mendalam lagi, agar bisa lebih akurat mendiagnosa kondisi pasien. Kalau saya boleh tau, apa hal yang membuat pasien sampai shock dan tidak sadarkan diri seperti ini?”
Read more
Bab 35 | Intervensi Mertua
“Sekarang kan ada Adelya, dia pasti bisa mengurusmu seperti Safeea dulu, lepaskan Safeea, Mar! Biarkan dia bahagia dengan hidupnya!”“Bu . . .” ucapanku terjeda, karena suara ponselku yang berbunyi.Segera ku ambil ponsel dari saku celana, melihat siapa yang menelpon. Astaga, aku lupa jika berjanji untuk datang ke rumah papa nya Adelya!==================================Tanpa menyelesaikan pembicaraanku dengan ibu, aku memutuskan untuk segera pamit dari rumah bude Yunita, untuk segera pergi ke rumah orang tua Adelya. Ku rasa, papa mertuaku sudah mengetahui permasalahan kami, sehingga dia bersikap seperti ini.Aku menekan dalam pedal gas, membiarkan mobilku membelah ibukota, yang mulai sepi karena jam sudah menunjukan pukul sebelas malam. Fikiranku berkelana kemana-mana, terbayang akan semarah apa papa dan mama mertuaku atas kejadian ini. Ku fikir setelah pernikahanku dengan Adelya terlaksana, kehidupan yang kujalani adalah hanya berupa keindahan, nyatanya, baru sepekan aku menikah
Read more
Bab 36 | Optimis
Aku tiba di rumah tepat pukul dua pagi, tubuh dan fikiranku terasa teramat lelah, karena beban dan rasa bersalah yang menimpaku. Ku putuskan untuk masuk ke dalam kamar, membersikan diri dan berganti pakaian. Kemudian mencoba memejamkan mata, tapi sayang, tiap kali aku berusaha memejamkan mata, bukan ketenangan yang kudapat, melainkan bayangan wajah Safeea yang belinang air mata, justru hadir menghantuiku.“Aaarrrgggh!!!” teriaku, seraya melemparkan lampu tidur yang berdiri diatas nakas kamarku, sehingga membuat ruangan ini gelap gulita.=================================POV SafeeaAku melenguh lega, saat barisan pendaftar donor darah akhirnya selesai kami tangani, rasanya aku tidak pernah merasakan lelah separah ini, mungkin karena kemarin malam aku tugas jaga dan baru tidur beberapa jam saja, sehingga menyebabkan tubuhku merasa sangat lelah.Setelah memberikan sebait ucapan terima kasih kepada kami dan menutup kegiatan donor darah, Dokter Fadly mempersilakan kami untuk pulang dan ber
Read more
Bab 37 | Tidak Tau Malu
Jam sudah menunjukan pukul satu siang, aku memutuskan untuk meninggalkan kantor yang baru kusinggahi selama tiga jam lamanya ini, memilih mengendarai mobilku menuju ke rumah sakit, di mana istriku bertugas. Aku harus menemui Safeea, menjelaskan segalanya dan memintanya untuk tidak menceraikan ku.Ya, aku yakin dengan sedikit merendahkan diriku dengan meminta maaf kepadanya, Safeea pasti bisa memaafkan dan menerimaku lagi untuk menjadi suaminya. Setelah itu akan kuselesaikan masalahku dengan Adelya, membuatnya yakin jika aku mampu, menjadi suami yang bisa berbuat adil kepada kedua istri. Ya, aku pasti bisa, aku harus optimis. Hanya perlu sedikit usaha untuk melakukannya. Semangat, Mar!=================================Sekitar empat puluh menit kemudian, kini aku telah tiba di parkiran rumah sakit tempat Safeea bertugas, dengan penuh percaya diri, aku melangkah pasti, menyusuri lorong-lorong rumah sakit, yang menghubungkan ke ruangan di mana biasanya Safeea bertugas.Setelah mengetuk
Read more
Bab 38 | Pelukan Ibu
Sekitar empat setengah jam berkendara, akhirnya kami tiba di Pangalengan, tempat uti tinggal bersama seorang pengurus rumah tangga. Kami turun dari mobil, Mas Damar menghampiriku, membelitkan tangannya di pinggangku yang ramping, membuat kami berjalan seirama. Aku meliriknya tajam, ingin memberitahukannya jika aku tidak nyaman dengan perlakuannya ini, namun seakan tidak peduli, Mas Damar justru semakin erat merangkul pinggangku. Samar-samar aku melihat senyumnya terukir.==================================POV DamarSeakan dewi fortuna sedang menghampiriku, kabar buruk yang ku dapat dari ibu mengenai kondisi uti, nyatanya membawa peluang untukku agar bisa berdekatan dengan Safeea, memeluk erat pinggangnya yang ramping, rasanya sungguh membuat adrenalinku berpacu begitu cepat. Teringat malam itu, ketika aku menaklukkannya di atas ranjang.Mungkin aku harus melakukannya sekali lagi, dengan cara yang lebih manusiawi dan penuh kelembutan, agar Safeea bersedia menerimaku lagi. Kami memasu
Read more
Bab 39 | Fakta Menyakitkan
“Maafin ibu karena telah gagal mendidik Damar menjadi laki-laki bertanggung jawab ya, Saf. Maafin ibu, selama ini ibu bersikap dingin dan tidak peduli sama kamu, maafin ibu, Saf!” ucap ibu mertua, isak tangis lolos dari mulutnya.Benarkah yang sedang kualami ini? Ibu memelukku? Meminta maaf atas kelakuan mas Damar dan juga dirinya selama ini? Sungguh aku tidak menyangka, namun juga bahagia, karena setelah dua tahun lamanya, inilah pertama kalinya ibu mau memelukku seperti ini.=================================Aku membalas pelukan hangat ibu, membiarkan air mataku tumpah dan menangis bersama wanita, yang selama ini tidak pernah menerimaku sebagai menantu di rumahnya. Sesak yang kurasakan saat melihat mas Damar bermesraan dengan Adelya rasanya hilang, berganti haru bahagia karena pelukan dari seorang ibu.“Terima kasih karena masih mau ke sini untuk merawat uti ya, Saf, kondisi uti memang sudah mengkhawatirkan sejak beberapa hari lalu, namun, uti selalu menolak untuk dibawa ke rumah sa
Read more
Bab 40 | Hati yang Terluka
“Tapi sudah larut malam, akan sangat bahaya untuk kamu,”“Sejak kapan kamu peduli? Sejak tau jika kematian kedua orang tuaku karena ulah bapak? Atau sejak kamu berhasil merobek selaput daraku dengan kasar? Sejak kapan, Mas?” teriakku, memuntahkan kemarahan yang tertahan.“Safeea!” aku menoleh ke arah pintu, bernafas lega, karena melihat Tiara berdiri di depan pintu dengan Pak Yuda di belakangnya.=================================Tanpa mempedulikan mereka, aku bergegas keluar, menarik tangan Tiara agar mengikutiku masuk ke dalam mercy yang dibawanya. Aku memilih duduk sendiri di kursi belakang, menolak saat Tiara ingin menemaniku. Air mataku semakin luruh, saat mobil yang Pak Yuda kendarai berjalan meninggalkan pekarangan rumah uti.Bagai balon helium yang terlepas, hatiku mencelos melayang tanpa arah, terus terbang hingga pecah diketinggian tak terkira, menerima kenyataan pahit yang benar-benar tidak pernah terbayangkan, bisa terjadi di hidupku. Mengapa dunia begitu kejam kepadaku
Read more
PREV
123456
...
11
DMCA.com Protection Status