Semua Bab Menaklukkan Duda Dingin: Bab 21 - Bab 30
128 Bab
21. Mulai Gerah
"Tidak!" Amber menghindar dari mulut botol. "Jangan meracuniku!" "Tenang, Nona. Ini tidak akan mengantarmu ke neraka. Kau malah akan merasakan surga dunia," bisik sang pria sebelum mencengkeram dagu korbannya lebih kuat. Ketika air berhasil masuk ke mulut, Amber dengan sigap menyemburnya. Melihat perempuan itu masih sanggup melawan, sang pria mulai menggeram. "Minum!" Namun, setiap kali ia mengangkat dasar botol, Amber selalu berhasil menumpahkan air yang dituang. Merasa kesal, laki-laki itu akhirnya melayangkan tamparan keras. Seketika, sang wanita tertunduk dengan alis berkerut dan mata terpejam. Rasa pusing yang hebat telah mengguncang kepalanya. "Seharusnya kau menurut sejak tadi! Minum!" Dalam kondisi setengah sadar, Amber menuruti paksaan. Meski sempat terbatuk-batuk, ia terus dicekoki hingga tidak ada air yang tersisa. Para penjamah semakin bersemangat melihatnya. Mereka tertawa puas selagi membayangkan malam yang membara. "Bagus, Nona," ujar si pemimpin gerombolan sebe
Baca selengkapnya
22. Malam yang Membara
“Aku saja yang ke dapur. Kau beristirahatlah di sini,” ujar Adam sembari mengangguk tulus. Namun, bukannya beranjak, sang wanita malah bergeming. Ia telah terhipnotis oleh mata hijau yang hanya berjarak beberapa inci dari hidungnya. “Amber?” panggil pria yang kebingungan menyaksikan diamnya sang wanita. Tanpa terduga, Amber menangkup pipi Adam dengan kedua tangan. Sembari menutup mata, ia pun merapatkan jarak di antara bibir mereka. Tubuh sang pria seketika menegang. Alisnya terangkat maksimal dan kedipannya tertahan. Selama beberapa saat, ia tidak berani bergerak. Hati dan logikanya sedang bertempur hebat. "Haruskah aku menyambut kecupan? Sudah dua tahun aku lebih tidak merasakan kenikmatan ini. Tapi aku bukan laki-laki berengsek yang memanfaatkan keadaan." Ketika Amber memberi jeda untuk mengambil napas, Adam cepat-cepat memisahkan pundak mereka. Dengan tampang datar, ia mencoba untuk membangkitkan akal sehat sang wanita. "Berhentilah! Bukankah kau tidak mau melakukannya d
Baca selengkapnya
23. Pengakuan Adam
“Kau mandul?” desah Amber tak percaya. Tatapannya tak lepas dari kilau mata yang memancarkan kesedihan. “Tolong jangan kau sebarkan berita ini, tapi ya ... aku mandul. Karena itulah, aku marah saat kau menuduhku impoten.” Adam mengangkat bahu sambil memaksakan senyum. Sang wanita berkedip-kedip tanpa suara. Informasi tersebut terasa ganjil baginya. Selang perenungan singkat, barulah ia memecah kebekuan lewat dengus dan gelengan samar. “Berhentilah membohongiku! Aku tidak bodoh. Kau kira aku lupa dengan bayi dalam foto itu? Kau sudah punya anak.” “Itu juga yang kupikirkan dulu. Aku mengira bayi lucu itu adalah anakku. Tapi ternyata ... bukan,” timpal Adam dengan suara yang semakin pelan. Kekesalan di wajah Amber mendadak pudar. Ia tahu, pria di sampingnya tidak sedang bercanda. “Apa yang terjadi?” tanyanya ketus. Kepeduliannya tidak boleh terdengar. “Dulu aku sangat mencintai istriku. Meski bertahun-tahun menikah tanpa dikaruniai anak, kami tet
Baca selengkapnya
24. Kau Tahu Ukuranku?
"Kau sudah menyentuhku sejak awal?" tuduh Amber dengan nada tak senang. "Bukan begitu. Kau tahu kalau aku sudah pernah menikah. Tentu saja aku tahu ukuran wanita hanya dalam sekali lihat," terang Adam datar. "Saat berada di kota kecil itu, kau bilang tidak tahu ukuranku. Kau berbohong?" Nada bicara Amber semakin menanjak. Sekali lagi, sang duda menggaruk kuping. "Aku terpaksa bilang begitu demi menghindari keributan," ujarnya hampir tak terdengar. Sebelum sang wanita meluapkan kemarahan, cepat-cepat ia menyerahkan tas selanjutnya. "Aku juga membeli ini untukmu. Kau pasti membutuhkannya." Dengan wajah kusut, Amber menengok ke dalam tas. Begitu menemukan beragam produk kecantikan, kekesalannya mendadak tergantikan oleh keheranan. "Dari mana kau tahu kalau aku memakai merk ini?" selidik perempuan itu sembari mengambil concealer yang sempat dicarinya di kota. "Bukankah kau merekomendasikannya di media sosialmu?" Dalam sekejap, Amber ternganga. "Kau memata-mataiku?" "Bukan mat
Baca selengkapnya
25. Tangan Itu Perlu Ditertibkan
"Maaf aku baru menelepon. Aku masih bersama Julian dan Mia tadi. Jadi, bagaimana keadaanmu sekarang? Apa maksudmu semua sudah terkendali? Apakah kau sudah pergi dari pondok itu? Atau jangan-jangan kau sudah membunuh laki-laki berengsek itu?" Mendengar bagaimana Sebastian menyebutnya, Adam mendengus samar. Sambil terus melangkah menuju kursi di dekat jendela, ia berkata, "Maaf. Amber sedang tidur. Nanti kalau dia sudah bangun, saya pastikan dia segera menghubungi Anda." Suasana mendadak hening. Suara Adam sukses mengejutkan si penelepon. "Siapa ini? Di mana Amber?" tanya Sebastian dengan nada bingung. "Amber sedang tidur." Adam mengulangi pernyataan dengan penekanan lebih. "Anda tidak perlu khawatir. Dia baik-baik saja." Dalam sekejap, dengusan Sebastian menggetarkan speaker ponsel. "Apakah kau Tuan Smith?" Mendengar nada sinis tersebut, Adam tersenyum miring. "Ya." "Apakah Amber memang sedang tidur? Kau tidak menyekapnya dalam suatu ruangan, bukan?" "Imajinasi Anda tinggi
Baca selengkapnya
26. Jejak Sentuhannya
“Kau tidak sportif, rupanya,” desah Adam dengan alis melengkung tinggi. “Kalau kau tidak ingin disentuh, kau seharusnya lebih berhati-hati menggerakkan tanganmu. Amber sontak menggigit bibir. Jemarinya terkepal erat mengaku bersalah. “Bukannya tidak sportif. Kau tahu kalau ini bagian privat wanita, bukan? Mana mungkin aku membiarkanmu menyentuhnya?” “Bukan hanya wanita, tapi pria juga!” bantah si Beruang Gila sembari memasang tampang terhina. “Kaum kalian tidak boleh menyentuh kaum kami seenaknya. Itu juga pelecehan.” “Tapi aku tidak sengaja. Kalau kau membalas, itu baru sengaja.” Amber mulai tampak putus asa. Kakinya sedikit demi sedikit menjauh dari sang pria. Sedikit demi sedikit pula, Adam bergerak maju. Rahangnya berdenyut-denyut menuntut keadilan. “Aku tidak bisa membiarkanmu terus mencuri keuntungan dariku. Sudah terlalu banyak kelonggaran yang kuberikan kepadamu.” “Apa maksudmu? Aku tidak pernah menyentuhmu,” sanggah sang wanita sebelum terbelalak. Gerakannya baru saja te
Baca selengkapnya
27. Lengah
"Bukankah kau mau mengajariku? Kenapa malah membawa sekop ke luar?" tanya Amber ketika mendapati Adam berjalan menuju pintu. Laki-laki itu telah mengenakan kostum outdoor lengkap. "Aku harus mengambil kayu di gudang. Stok kita menipis." Selang satu kedipan, sang wanita meraih mantelnya. "Kalau begitu, aku ikut. Lain kali, aku bisa melakukan pekerjaan ini untukmu." Mendengar inisiatif Nona Lim, Adam sontak mengerutkan alis. "Kau bukan perempuan manja lagi, rupanya." "Sejak awal memang bukan. Kau saja yang menilaiku begitu," timpal Amber seraya merebut senter dan menepuk lengan Tuan Dingin. "Ayo bergegas!" Dengan penuh semangat, wanita itu memimpin jalan. Ia tidak tahu bahwa Adam kini bergeming menatap jejak sentuhannya. “Perempuan itu ... apakah dia masih belum sadar juga? Kau selalu membuat kekacauan besar dalam hatiku, Amber.” Setelah mengembuskan napas pasrah, sang pria berjalan mengekor. Selagi Adam sibuk menyerok salju yang menghalangi pintu gudang, Amber mendongak memandan
Baca selengkapnya
28. Menurutlah atau Kuseret ke Ranjang
Di belakang mata yang nyaris melompat keluar, otaknya mulai bekerja keras membengkokkan kebenaran. “Oh, itu ... maksudku ... dia tunangan sekaligus sahabatku. Tapi kami menganggap satu sama lain seperti sahabat. Bukankah itu lebih akrab?” Sambil mendenguskan tawa, Adam melanjutkan pekerjaan. “Ya, ya, ya. Sahabat yang menyamar menjadi tunangan. Kalian kompak sekali membohongiku.” “Kami tidak berbohong. Kami memang sudah bertunangan,” sanggah Amber, sedikit memaksa. “Lalu, di mana cincin pertunangan kalian?” Dengan raut tegang, sang wanita menunjuk ke arah jalan. “Perampok itu yang mengambilnya.” Sambil menggeleng-geleng, Adam membersihkan sarung tangannya dari serbuk kayu. “Cukup, Nona Lim. Kau mungkin bisa membohongi orang lain, tapi tidak denganku. Bibirmu agak menguncup setiap kali mengucapkan kebohongan.” Spontan saja, Amber menarik bibirnya mundur. “Tidak. Aku tidak berbohong,” tegasnya dengan suara pelan dan raut aneh. “Menurutmu, hukuman apa yang cocok diberikan untuk mur
Baca selengkapnya
29. Membangkang
Mendengar pembelaan itu, sang desainer sontak tercengang. "Kau datang jauh-jauh kemari dengan otak kosong?" "Tidak. Aku tahu banyak tentang perhiasan. Hanya saja, aku belum memikirkan brand-nya. Untuk saat ini, aku ingin mempelajari pengetahuan dasar saja. Baru setelah itu, aku memikirkan langkah yang lebih jauh." "Memangnya, perhiasan apa yang mau kau buat?" sela Adam terdengar garang. Meski agak ragu, Amber mengangkat bahu. "Entahlah. Mungkin gelang, kalung, anting ... semua perhiasan yang memancarkan kemewahan." Adam spontan mendengus dan membuang muka. "Kau bersikeras ingin belajar dari desainer terbaik. Tapi ternyata, niatmu saja tidak jelas." "Niatku jelas. Aku suka perhiasan dan ingin membuat yang terbaik. Aku ingin memberikan karya pertamaku kepada Evans kecil demi menepati janji," sanggah Amber tanpa merasa bersalah. "Tapi itu saja tidak cukup, Nona Lim. Perhiasan bukan hanya simbol kemewahan, tapi juga tentang pesan yang ingin disampaikan melaluinya." Melihat ketegas
Baca selengkapnya
30. Kau Harus Dihukum
"Justru kaulah yang suka menyentuhku. Lihat saja kedua tanganmu," protes Amber, tidak mau menampakkan kecanggungan. Bukannya melepas, Adam malah menggoyang-goyangkan telapak tangan dalam genggamannya. "Aku melakukan ini sebagai tindakan pencegahan. Kaulah yang memulai perkaranya. Kalau kau tidak mengusik barang-barangku, aku tidak akan memegangmu." Malas berdebat, sang murid akhirnya menghela napas. "Baiklah, aku tidak akan menyentuh apa-apa lagi. Sekarang, tolong tunjukkan proyek barumu, Tuan Smith." “Oke.” Seketika, ekspresi sang desainer berubah serius. Alisnya tidak lagi melengkung tinggi dan sudut bibirnya pun kaku. "Tapi sebelum itu, kau harus berjanji dulu kepadaku." "Berjanji apa?" tanya Amber dengan nada tak senang. Ia mengira pria itu masih bercanda. "Kau akan memegang rahasia besarku. Jadi, berjanjilah untuk tidak mengkhianatiku," pinta Adam sungguh-sungguh. Mengetahui keseriusan Tuan Smith, sang murid tak lagi manyun. "Tenang saja. Aku tidak akan membocorkan info
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
13
DMCA.com Protection Status