All Chapters of ISTRI KEDUA KU: Chapter 31 - Chapter 40
42 Chapters
Lenyapnya Anjani
POV NUKAAku berdiri. Rasa nyeri di dada membuat langkahku untuk menghentikan Fidelya menjadi lambat. Fidelya berhasil menancapkan paku emas itu tepat di leher Anjani."FIDELYAAAAA" pekikku murka.Aku menarik lengan Fidelya. Lalu mendorongnya menjauh dari Anjani. "APA-APAAN KAMU? KAMU SUDAH GILA!" umpatku kesal.Anjani menggelepar. Tubuhnya seperti kejang-kejang. Bau hangus terbakar mulai menguar di kamar ini.Aku mengacak rambutku. Apa yang akan terjadi dengan Anjani? Apa yang harus aku lakukan?Aku hendak mencabut paku yang menancap pada leher Anjani. Aku mengulurkan tanganku pada lehernya.GLEGARR!“Keaaaakkkk!"Kilatan petir yang begitu keras dan tiba-tiba membuatku mundur. Berbarengan dengan tubuh Anjani yang melebur menjadi debu. Berwarna hitam. Disertai jeritan dari mulutnya yang menusuk gendang telinga.Aku menutup telingaku rapat-rapat.Glegarrr!Suara petir kembali bergemuruh. Lalu turun hujan begitu lebat. Tubuh Anjani yang telah berubah menjadi butiran debu. Melayang. Terb
Read more
Kabar Mengejutkan
Ponsel dari genggaman tanganku terlepas. Aku terpaku mendengar suara dari Pak Agus—security di ujung telepon sana. Jantungku berdebar kencang.Namun, sepersekian detik. Aku segera tersadar dari keterpakuan. Aku bangkit dari sofa ruang tamu. Ponsel yang tergeletak, kembali aku masukkan ke dalam saku celana.Aku berlari ke kamar mandi untuk sekadar mencuci muka. Menyambar kunci mobil dan membawa mobilku dengan kecepatan tinggi.**Baru saja sampai di gerbang kavling perindustrian. Aku melihat tiga mobil damkar berjejer. Serta satu mobil polisi. Bangunan pabrik milikku berdiri, terhalang tiga bangunan pabrik lain dari gerbang masuk kavling industri.Aku turun dari mobil setelah sampai di depan gerbang pabrikku. Banyak orang berkerumun. Aku lantas berjalan menerobos kerumunan.Mataku nanar. Menatap pemandangan di depan sana. Aku maju mendekat ke arah tanah bangunan pabrik milikku.Pabrikku habis terbakar.Di hadapanku kini berdiri. Tersisa puing-puing bangunannya saja. Hatiku ngilu. Pabri
Read more
Tersesat
Aku mengucek mata. Memastikan dan memeriksa ulang ke luar jendela mobil. Tapi memang tidak ada siapa-siapa di sekitar sini.Apa aku bermimpi? Tapi tidak mungkin. Suara ketukan di kaca mobil barusan sangat jelas aku dengar. Sehingga aku yang hampir terlelap langsung mengerjap karena suara ketukan itu.Ku hela nafas panjang. Menghembuskan perlahan. Lalu menyalakan kembali mesin mobil. Lebih baik aku tancap gas dan segera menemui Mbah Krama. Mungkin yang mengetuk kaca mobil barusan itu orang gila yang lewat.Jalanan yang ku lewati benar-benar sepi. Setelah ladang tebu dan jagung. Mobilku kini melintas di antara pohon-pohon jati. Dengan jalan yang masih berupa tanah bukan aspal. Sepanjang jalan ini. Pohon jati berjejer dan menjulang tinggi.Keluar dari jalan ini. Aku membelokkan mobil ke sebelah kanan lalu mencari letak batu besar sebagai penanda jalan menuju tempat Mbah Krama di dalam hutan.Petang mulai beranjak berganti malam yang turun. Aku sendirian di dalam mobil. Keadaan sekitar mu
Read more
Di Desa Terpencil
Aku mengerjap. Setelah mataku terbuka sempurna. Aku mendapati langit-langit bercat putih serta lampu yang menerangi.Entah dimana aku saat ini. Aku melirik ke kanan dan kiri dengan ekor mata, hanya terdapat tirai berwarna hijau. Sepertinya aku tengah berbaring di brankar pasien.Kepalaku terasa ngilu. Begitu juga dengan kaki sebelah kananku. Perlahan aku coba mengingat apa yang sudah terjadi padaku.Belum sempat aku mengingatnya. Seorang wanita berpakaian layaknya dokter datang menghampiri."Sudah sadar Pak?" tanyanya seraya tersenyum ramah.Sadar? Apa aku pingsan? Aku tak menjawab pertanyaannya."Dicek dulu ya, Pak," ujarnya lagi. Lalu memeriksa keadaanku layaknya aku orang sakit yang tengah berobat."Ini dimana?" Aku bertanya ketika wanita itu sudah selesai memeriksa."Ini di puskesmas desa, Pak," jawabnya.Keningku melipat. Puskesmas desa? Aku semakin tidak paham."Bapak dibawa kemari dengan luka parah di kepala, menyebabkan 20 jahitan. Bapak ditemukan tidak sadarkan diri di dalam
Read more
Putus Asa
Sesuatu yang mendesak meminta dikeluarkan. Membuatku harus terbangun dari tidur. Secepatnya aku bangun dan ke kamar mandi. Selesai dengan urusan yang mendesak. Aku hendak mandi. Namun, luka di kakiku masih terasa sakit. Serta jahitan di kepalaku entah aman atau tidak jika terkena air. Mengingat ini jahitan yang dilakukan di sebuah puskesmas pelosok desa. Aku meragukan kualitasnya.Dengan malas, akhirnya aku hanya membasuh muka saja. Lantas aku keluar dari kamar mandi. Hari sudah siang rupanya. Cahaya sudah menerobos melalui jendela kamar ini.Aku berjalan menuju meja nakas. Menyalakan ponsel yang mati sejak kemarin. Setelah ponsel menyala dan kuperiksa ternyata banyak sekali pesan yang masuk.Namun, tidak ada satu pun pesan dari Fidelya. Aku menghela nafas. Apa Fidelya benar-benar tidak mau bersamaku jika aku masih berusaha meneruskan perjanjianku ini?Kenapa Fidelya tidak mau mengerti. Kalau semua ini, aku lakukan untuknya.Lalu kucoba menghubungi nomor Fidelya. Tersambung tapi tidak
Read more
Fidelya Masih Peduli
"Fidelya?" Aku berucap lirih.Seakan tidak percaya. Bahwa di hadapanku saat ini adalah Fidelya. Bagaimana bisa? Tiga bulan aku sudah mengabaikannya. Aku tidak memiliki keberanian untuk mencari apalagi bertemu dengannya setelah miskin seperti sekarang.Namun, nyatanya. Saat ini Fidelya ada di sini bersamaku. Nyatanya, Fidelya yang menarik tubuhku. Serta menggagalkan rencanaku mengakhiri hidup.Aku pikir. Fidelya tidak akan pernah kembali padaku lagi.Aku kira, Fidelya sudah tidak peduli lagi. Karena marah dan kecewa atas semua yang sudah kujalani.Tapi hari ini. Fidelya yang berada di hadapanku. Fidelya membantuku untuk bangkit. Lalu memapahku menuju bangku warung kopi tadi."Mas, mau bunuh diri? Orang lain mah berdoa biar panjang umur. Ini malah pengen mati. Nggak punya otak tah, Mas?" cerca ibu pemilik warkop di dalam sana."Iya, Mas! Kalau punya masalah itu, diselesaikan. Dipikir mati bisa menyelesaikan masalah?" sambung pria lain, yang juga duduk di bangku warkop ini."Iya! Dipikir
Read more
Menuju Taubat
POV NUKA**********"Kenapa, Mas?" Fidelya bertanya heran."Apa Ibu tahu perbuatanku, Fi?"Fidelya menghela nafasnya lalu menggeleng. "Nggak, Mas. Tapi kata Mas Lukman, Ibu ingin sekali bertemu kamu. Ibu merasakan firasat buruk tentangmu. Bahkan Mas Lukman sampai harus berbohong pada Ibu tentang kita."Fidelya menggamit lenganku. "Ayo, Mas. Kita segera pergi."Aku hanya mengangguk. Fidelya lalu menyetop angkutan umum. Baru kali ini lagi, aku menaiki angkutan umum. Rasanya tidak nyaman. Panas dan sesak. Karena penuh dengan penumpang.Entah ke mana Fidelya akan membawaku. Aku mengikut saja. Aku masih tidak percaya dengan kedatangannya hari ini di hadapanku. Aku juga masih tidak menyangka, bahwa Fidelya menggagalkan perjanjianku atas bantuan Lukman serta Nabila. Aku pikir, mereka tidak memiliki ilmu kebatinan seperti yang Fidelya katakan tadi.Setelah setengah jam. Fidelya meminta turun di terminal bus. Lalu Fidelya mengajakku menaiki bus antar kota.***Badanku terasa diguncang-guncang.
Read more
Banyak Godaan
POV NUKA***********Aku berdiri di atas sajadah. Memulai salat taubatku.Baru selesai takbiratul ihram. Angin kencang menerpa tubuhku. Angin yang masuk melalui jendela rumah ini begitu kencang hingga menggoyahkan kedua kakiku.Aku merasa tidak kuat. Dengan terpaan angin yang seperti badai ini. Rasanya, aku akan menghentikan saja salatku ini.BRUKKKH!Darah segar muncrat dari dalam mulutku. Bersamaan dengan terpentalnya tubuhku membentur pintu kayu rumah ini. Dadaku terasa didorong begitu kuat saat tengah salat tadi."MAS!" pekik Fidelya, berlari mendekat padaku. Begitu juga Lukman dan A Azmi yang panik. Lukman membersihkan darah yang mengotori alas rumah ini yang dari papan kayu."Mas kamu baik-baik saja 'kan, Mas?" Fidelya bertanya khawatir. Aku bisa melihat matanya yang berkaca-kaca. Aku tak mampu menjawab. Kupegangi kuat-kuat dada yang terasa sesak. "Bagaimana ini A?" Fidelya bertanya pada A Azmi. Nada suaranya terdengar begitu cemas. Namun tangannya kini sibuk membersihkan sisa
Read more
Dia Bukan Istrimu!
POV NUKA*************"FIDELYAAAA!" Aku berlari. Tubuhku membeku seraya menatap aliran air yang deras di bawah sana."Apa yang kamu lakukan, Fi?" teriakku pada suara gemuruh air yang mengalir.Tanpa berpikir lagi. Aku bersiap untuk menyusul Fidelya di bawah sana."NUKAAA!" Teriakan seseorang menghentikan gerakanku yang sudas siap untuk terjun.Dari arah padepokan, nampak A Azmi berlari mendekat ke arahku. "Mau apa kamu?!!" sentaknya, serta merta menarik tanganku. Hingga aku menjauh dari tepian jembatan gantung."Istriku, A! Istriku. Fidelya menceburkan diri ke bawah sana. Aku mau menolongnya, A! Aku harus cepat sebelum Fidelya terbawa aliran sungai lebih jauh!" jawabku panik.Raut wajah A Azmi seperti kebingungan. "Fidelya menceburkan diri? Fidelya tinggal di padepokan perempuan, di belakang sana, Nuka!"Aku menggeleng. "Tapi aku melihatnya sendiri, A! Aku melihatnya dengan jelas, Fidelya melompat ke bawah sana!" ucapku dengan meninggikan suara.PLAKK!Aku memegangi pipi yang ditampa
Read more
Ketulusan Fidelya
POV NUKA***********Saat aku memasrahkan hatiku menerima semuanya. Rasa panas yang sedari tadi menjalar, perlahan sirna. Berganti menjadi rasa perih. Seperti goresan luka yang sengaja ditabur garam. Perih tak terkira.Tubuhku menjadi lemas dan rasanya aku pun tidak sanggup menahan tubuhku sendiri. Aku terkulai. Tidak kuat menahan berat badanku. Tubuhku terasa merosot dengan sendirinya. Aku bisa merasakan tubuhku luruh perlahan ke dalam sungai dan terbaring. Namun, anehnya. Aku tidak merasakan air sungai yang tadi begitu dingin, pada kulitku saat ini. Aku justru merasakan perih di seluruh kulitku.Ah entahlah. Aku sudah tidak mau berpikir lagi. Aku serahkan semuanya pada Sang Pemilik Kehidupan. Apa pun yang terjadi, aku siap menerimanya. Pun dengan Fidelya yang akan tetap menerimaku.Aku merasakan bahuku ditarik untuk bangkit. Kubuka mata. Benar saja, tubuhku kini sudah terduduk di dasar sungai. A Azmi berada di samping, memegangi bahuku. Serta Lukman berada di ujung kakiku. Pakaian m
Read more
PREV
12345
DMCA.com Protection Status