Semua Bab Menjadi Janda Tajir Melintir: Bab 11 - Bab 20
132 Bab
Memainkan Peran
Menjelang pagi, Evan masih terikat di atas kursi. Tepat di belakang penginapan yang berbatasan langsung dengan laut. Hujan deras mengguyurnya, dan Aldo hanya menatapnya dari jauh.Di rumah sakit, Nafisa mulai menggerakkan jemarinya dan membuka mata. Dokter telah memeriksanya dan memutuskan untuk melepaskan alat bantu pernapasan yang terpasang di hidung Nafisa. "Bagaimana keadaan anak saya, Dok?" tanya Melani cemas. "Alhamdulillah, karena cepat ditolong, anak Ibu masih selamat. Seandainya anak Ibu terlambat diangkat dari air dalam hitungan beberapa detik saja, mungkin akibatnya sudah fatal. Berterima kasihlah pada orang yang sudah menyelamatkan anak Ibu." Dokter menjelaskan panjang lebar. Melani segera memeluk Nafisa. "Maafkan Mama, Nak," ucapnya lirih. "Mama yang membuatmu seperti ini," lanjutnya, menatap Nafisa penuh penyesalan. "Kamu memang tidak bisa diandalkan, Melani. Itu sebabnya aku ingin Nafisa ikut bersamaku." Tiba-tiba Johan masuk ke dalam kamar rawat Nafisa. Dia tidak m
Baca selengkapnya
Melenyapkanmu
"Nafisa, papa tidak bermaksud jahat. Justru papa melakukan ini karena papa sayang dan peduli padamu. Bagaimana mungkin Nafisa mengatakan kalau papa jahat?" Johan mendekati Nafisa. Menghapus air mata yang membasahi pipi Nafisa dan mengusap-usap rambut anak kecil itu."Papa Jahat! Om Deon lebih baik dari pada Papa. Om Deon baik sama Mama, sedangkan Papa hanya membuat Mama menangis," teriak Nafisa menepis tangan Johan dan memukul-mukulnya. "Bahkan Papa lupa membelikan buku cerita untuk Nafisa. Nafisa sudah menunggu semalaman, dan Papa tidak pernah datang." Tangis Nafisa semakin kencang.***Di depan kamar rawat Nafisa, Namira membuka amplop cokelat pemberian Deon. Begitu amplop itu terbuka, Namira melebarkan mata penuh amarah saat amelihat isi di dalam amplop tersebut. Beberapa lembar foto saat Johan bersama dengan Bonita di kantor. Keduanya terlihat sangat mesra."Apa ini, Bonita?" Namira melempar foto-foto yang disebut Deon sebagai bukti, tepat di hadapan Bonita. Bonita membelalakkan
Baca selengkapnya
Membuat Perhitungan
"Untuk apa kita di sini? Ayo kita pulang, Kak Johan. Aku sudah tidak tahan berada di sini," oceh Bonita pada Johan di luar kamar rawat Nafisa. "Kamu ini bagaimana? Bahkan setelah Nafisa siuman, kamu belum menemuinya. Seharusnya kamu masuk ke dalam dan mengambil hati Nafisa. Bukankah kamu mau Nafisa ikut bersama kita? Jangan sampai Nafisa lebih akrab dengan laki-laki asing itu dari pada dengan kita.""Tapi aku sudah tidak tahan berada di sini. Nanti aku akan menemui Nafisa setelah dia pulang ke rumah." Bonita berdiri dari duduknya dan mulai melangkah. "Tunggu, Bonita! Mau ke mana kamu?" Johan menghentikan langkah Bonita."Ke mana lagi? Tentu saja aku mau pulang. Tidak apa-apa jika Kak Johan tidak mau mengantar aku pulang. Aku bisa pulang sendiri." Bonita terus melanjutkan langkah tanpa menoleh ke arah Johan lagi. Johan menendang kakinya ke lantai karena kesal. Dia menatap ke arah pintu kamar Nafisa dengan tatapan yang rumit. Johan berdiri dan membuka pintu kamar Nafisa, tetapi menu
Baca selengkapnya
Otak Mesum
“Apa kamu sudah memiliki jawaban, Nona Melani?” tanya Deon saat mereka sedang berdua di kamar rawat Nafisa. Melani melirik Nafisa yang sedang tertidur pulas. “Ehm, maksud Tuan?” tanya Melani bingung. “Apa kamu sudah melupakan penawaran dariku beberapa hari yang lalu? Aku ingin kamu menjadi istriku, dan semua harta benda yang kumiliki akan menjadi milikmu.” Deon tersenyum percaya diri. Dia merasa yakin, Melani tidak akan menolaknya. “Maafkan saya, Tuan. Setelah pernikahan yang gagal, saya belum berpikir untuk menikah lagi,” jawab Melani pasti. Nyatanya, hati yang telah berkeping, sulit untuk disatukan kembali. Butuh waktu bagi Melani untuk memulai hubungan baru, apalagi dengan laki-laki yang baru saja dia kenal. Dia belum siap merasa kecewa untuk yang kedua kalinya. Senyuman di bibir Deon menghilang. Dia baru saja mendengar sebuah penolakan. Melani menolaknya, padahal dia menawarkan harta. Meski begitu, Deon tidak ingin menyerah. “Kamu yakin untuk menolakku? Pikirkan sekali lagi, ka
Baca selengkapnya
Perhatian Kecil
Deon bersimpangan dengan Johan saat mereka berada di luar rumah sakit. Mereka saling bertatap muka untuk beberapa detik. Deon menatap Johan tanpa berkata-kata. Saat Deon melangkah menjauh, Johan menghentikannya.“Jauhi Melani,” ucap Johan seraya menatap tajam Deon. “Aku tidak tahu siapa kamu. Tapi aku tidak suka melihatmu dekat dengan Melani dan Nafisa,” lanjutnya dengan suara bariton.Deon tertawa miring mendengar ancaman Johan. “Kamu pikir kamu siapa, hingga berhak melarangku?” tanyanya membalas tatapan mata Johan.Johan mengepalkan kedua tangannya kuat. Rahangnya mengeras. Dia merasa tersinggung karena Deon malah menertawakannya. “Semua orang di dunia ini tahu, aku papa kandung Nafisa. Jadi, sebagai orangtua, aku berhak melarangmu untuk mendekati anakku.”Deon tertawa semakin terbahak. “Saat masih menjadi suami Melani, mungkin saja kamu memiliki hak untuk mengatur hidup mereka. Tapi apa kamu sudah lupa? Kamu sudah menceraikan Melani. Itu artinya, kamu tidak memiliki hak lagi atas
Baca selengkapnya
Bicara Empat Mata
Deon telah berada di penginapan dekat laut. Betapa terkejutnya dia ketika melihat kursi yang semula menjadi tempat mengikat Evan telah kosong. Dia segera mengambil ponsel di saku untuk menelepon Aldo.Di rumah sakit, Desy tersenyum lega setelah melihat Evan telah siuman. “Apa yang terjadi, Kak? Otak mesum bilang Kakak sudah membuat seorang wanita dan anaknya terjun ke laut, apa itu benar?” tanyanya penasaran. “Apa wanita itu Melani?” lanjutnya tidak sabar.“Otak mesum?” Evan mengerutkan dahi tidak mengerti.“Maksudku, laki-laki yang berada di penginapan bersama Kakak. Laki-laki yang memakai pakaian serba hitam.” Desy berkata terbata-bata. “Aku juga tidak tahu siapa dia,” lanjutnya sembari mengangkat kedua bahunya.“Ah, sudahlah, tidak penting membicarakan dia. Sekarang jawab pertanyaanku tadi. Apa Kakak sudah membuat Melani dan Nafisa terjun ke laut?” Desy bertanya tidak sabar.Evan menghembuskan napas berat, lalu menganggukkan kepala. Dia mengangkat tubuhnya seraya melepaskan selang
Baca selengkapnya
Aku Gila Karenamu
“Apa yang mama akan bicarakan pada papa, Nek?” Nafisa mengulangi pertanyaannya. Dia mulai merasa cemas. “Apakah mereka akan bertengkar?” tanyanya ragu.Namira mengusap-usap rambut Nafisa yang terurai berantakan. “Sini biar Nenek rapikan rambut Nafisa.” Dia mulai merapikan rambut Nafisa menggunakan sisir. “Jangan khawatir, Nak. Mama dan papamu tidak mungkin bertengkar,” ucapnya menghibur.“Tapi aku mendengar mama dan papa bertengkar beberapa hari yang lalu, Nek.” Nafisa berkata terbata-bata.Namira terperanjat mendengar pernyataan Nafisa. Dia menatap cucunya dengan mata yang berkaca-kaca. Rasanya kasihan melihat bocah sekecil itu harus menerima kenyataan bahwa orangtuanya bercerai. “Dulu saat kakekmu masih hidup, Nenek juga sering berdebat dengannya. Mungkin apa yang dilakukan papa dan mamamu sama dengan apa yang dilakukan nenek dan kakekmu. Mereka sedang berdebat atau berdiskusi. Itu hal yang biasa dilakukan orang dewasa,” ucapnya panjang lebar.Namira kembali menyisir rambut Nafisa d
Baca selengkapnya
Satu Atap
Saat membuka mata, Johan sudah berada di dalam kamar rawat Nafisa. Dia berbaring di atas sofa yang empuk. Meringis sembari memegangi kepalanya yang masih terasa sakit.“Ibu menemukanmu pingsan di depan kamar. Sebenarnya apa yang terjadi? Di mana Melani?” tanya Namira begitu Johan siuman. Tiba-tiba saja, Johan teringat saat seseorang memukulnya dari belakang hingga menyebabkan tubuhnya ambruk dan tidak sadarkan diri. Dia menggelengkan kepala cepat. “Aku tidak tahu, tapi, saat aku sedang berbicara dengan Melani, tiba-tiba seseorang memukulku dari belakang, lalu aku tidak ingat apa lagi yang terjadi setelah itu,” ucap Johan panjang lebar. “Apa?” Namira berteriak seraya membulatkan mata. “Apa kamu tahu siapa laki-laki yang sudah memukulmu tadi? Jangan-jangan dia juga telah melukai Namira,” ucap Namira panik. Johan hanya menjawab dengan menggelengkan kepala. “Di mana mama, Pa?” Nafisa yang sejak tadi masih tiduran di ranjang turut b
Baca selengkapnya
Tinggal Di Istana
"Jadi selama ini kalian tinggal bersama?" Namira mengulangi pertanyaannya pada Melani dan Deon. "Jawab pertanyaanku, Melani. Kalian laki-laki dan wanita dewasa yang tidak memiliki hubungan darah maupun ikatan pernikahan, bagaimana bisa, selama ini kalian tinggal bersama?" Namira menyipitkan mata, menatap Melani penuh tanya."Bukan seperti itu, Ibu. Aku tinggal di rumah Tuan Deon karena aku be...." Melani hendak menjelaskan, tetapi Deon memotong perkataan Melani sebelum Melani menjelaskan yang sebenarnya."Aku yang meminta Melani tinggal di rumahku, Bu," sahut Deon. "Sebenarnya, aku menyukai Melani dan berniat untuk menikahinya," lanjutnya berkata pasti.Melani membulatkan mata mendengar kata-kata yang keluar dari mulut Deon. Dia mengerutkan kening dan menatap Deon dengan aura mematikan. Bukan hanya Melani yang terkejut, Namira pun tidak kalah terkejut. Dia menatap Melani seperti hendak mendengarkan pendapat Melani setelah mendengar pernyataan dari Deon."Ibu, aku baru saja siuman. N
Baca selengkapnya
Mencuri Pandang
"Memangnya selama ini kamu dan Mama Melani tinggal di mana, Nafisa?" tanya Johan penasaran.Karena Nafisa belum juga menjawab, Johan tertawa kecut. "Apa Mama Melani menyuruh kamu berbohong? Kalian tidak mungkin tinggal di rumah yang lebih besar dan lebih bagus dari rumah yang selama ini kita temp ati." "Nafisa tidak berbohong, Papa. Apa Papa pernah melihat Nafisa berbohong?" bantah Nafisa.Johan hanya tertawa, dia menoleh ke kanan dan ke kiri, setelah memastikan bahwa tidak ada orang yang datang, dia menarik lembut lengan Nafisa. "Ayo ikut Papa," ucapnya singkat sembari menyeret Nafisa ke luar kamar."Kita mau ke mana, Pa?" Nafisa bertanya tidak mengerti. Dia berjalan tergesa-gesa mengimbangi langkah Johan."Ke mana lagi, Nafisa? Kita harus pulang. Apa kamu betah berlama-lama di rumah sakit ini?" jawab Johan, masih menggandeng tangan mungil Nafisa. "Tidak!" teriak Nafisa seraya menepis tangan Johan. "Nafisa mau pulang sama mama," lanjutnya berkata dengan lantang. "Memangnya di mana
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
14
DMCA.com Protection Status