Semua Bab Bahagia Setelah Terusir: Bab 51 - Bab 60

76 Bab

Berpaling Haluan (2)

"Jika kamu tidak bisa menikahi Tera, dan bercerai dengan Hayati, itu artinya kamu akan sendiri?"Sanad mengangguk. "Tak apa, Ma. Aku memang ingin menyendiri dulu. Konsentrasi merawat Evan. Aku pun tak berencana lagi mencari pengasuh. Akan kurawat sendiri.""San ….""Ma, tolong hargai keputusanku. Menurutku ini juga lebih baik buat Hayati. Memang menyakitkan untuk sementara. Tapi sudah saatnya dia mau menerima kenyataan, melepaskan diri dariku dan berpikir menerima orang lain yang bisa mencintainya."*** Malam hari, Sanad beserta ibunya ke rumah orang tua Hayati. Awalnya orang tua Hayati tidak terima dengan sikap Sanad. Namun, mau tak mau harus menerima keputusan Sanad, meski hati mereka tentu sangat kecewa, terutama ayahnya Hayati, Aidin. Terlebih lagi jika melihat putrinya yang sangat terpukul. "Anak tak tau terima kasih," gerutu Aidin geram.***“Mentari, tolong pesankan tiket ke Jakarta untuk hari ini juga, dan persiapkan semua data kerjasama dan jangan lupa beberapa rancangan ba
Baca selengkapnya

Habitat Cinta

Di danau Bangkau, Teratai duduk menghadap sebuah meja diterangi oleh sebuah lampu ublik. Memandangi buku yang diberikan Evan sewaktu mereka berkunjung ke rumah, The Lord Of The Rings. Ia tersenyum geli menyadari hal itu. Ternyata anak sama bapak sama kejamnya. Dulu ia marah karena Sanad membacakan buku itu untuk Evan yang baru berusia lima tahun. Menurutnya ini terlalu berat untuk Evan, Mengapa tidak dibacakan buku-buku khusus untuk seusianya? Tuh banyak buku anak-anak yang edukatif dan mendidik. Sekarang ia harus marah kepada siapa jika Evan memberikan buku ini padanya yang hanya lulusan sekolah dasar?Baru saja menyingkap sampulnya, susunan huruf bagaikan monster yang menyatu, lalu berputar memaksa dunianya terasa mau meledak. Spontan ia langsung menutup sampul itu. Ia teringat pertama kali menaiki sampan, dunia juga terasa berputar dan menyeramkan baginya. Cukup lama beradaptasi, tetapi setelah sekian lama, setelah mendapatkan pengalaman baru, sampan dan danau
Baca selengkapnya

Habitat Cinta (2)

“Apa boleh buat, Cil. mungkin begitulah takdir kami,” ucapnya sendu.Tiba-tiba pandangannya tertuju pada speed boat di belakang rumah tetangga bibinya. Matanya membesar. “Cil, speed boat itu boleh disewa nggak?” *** Terpaan cahaya matahari membuatnya tidak bisa membuka matanya secara sempurna. Sambil menaungi matanya dengan telapak tangan, ia terus saja memandangi sebuah speed boat yang mendekati lantingnya. Speed boat melaju sangat pelan, bahkan mesin sudah dimatikan. Ia merasa tidak memiliki hubungan dengan siapa pun, hanya saja kedatangan speed boat ke tengah danau masih merupakan fenomena langka yang mengundang penasaran. Terakhir yang ingat hanyalah speed boat milik polres saat razia ilegal fishing. Matanya membelalak ketika speed boat makin dekat dan orang di atasnya dapat dikenali. “Sanad?”Laki-laki itu hanya tersenyum. Ia meloncat begitu juri mudi merapatkan speed boatnya. “Kamu boleh jalan-jalan, sejam dua jam lagi, jemp
Baca selengkapnya

Kerinduan Evan

“Cantik, sangat terawat. Terlihat kamu memang telaten.” “Kamu ke sini karena ada masalah atau mau memujiku?” Sanad berdecak. Menatapnya penuh ejek. Tera terkekeh melihat rautnya.Sanad menghadap hamparan teratai. “Tidak heran jika kamu sangat menyukai tempat ini. Begitu tenang, sangat jauh dari keramaian, perselisihan, dan persaingan.”“Kamu ada masalah di perusahaan?” selidik Tera.Sanad kembali menghadap Tera. “Sejujurnya iya.”“Berceritalah! Meski aku tidak mungkin bisa membantumu, setidaknya bisa membuat perasaanmu sedikit nyaman dan cepat pergi dari sini.”Sanad mendesis. “Jahatnya.”"Kamu yang mengajariku."Sanad terkekeh. "Dasar!"Sesaat hening. Sepoi angin danau Bangkau terasa nyaring di telinga mereka. Sayup-sayup terdengar bunyi mesin ketinting dari kejauhan. “Aku baru saja menjalin kontrak kerjasama bisnis lampit dengan jumlah besar. Tiba-tiba saja salah seorang calon investor membatalkan investasinya. Padahal dia yang paling banyak menanam modal. Jadi begitulah … ““K
Baca selengkapnya

Kerinduan Evan (2)

“Sanad? Aku tidak salah lihat, kan?” Aditya masih tidak bisa melepas keheranannya. Salwa langsung menjewer lengannya. “Kamu kenapa, Dit?” tanya anita yang datang membawa makanan frozen dan meletakkannya di tengah-tengah mereka. Aditya terkekeh. “Kaget aja. Kok dia bisa sampai ke sini.”Bayu yang duduk di samping Sanad tersenyum. “Dia tadi ke kantor. Ingat dia sepupu kamu, jadi aku ajak ke sini. Mumpung, kan. Siapa tahu kita bisa jadi keluarga besar.”Sanad mengangangkat alisnya. “Tapi, aku perhatikan, dia memang banyak berubah sebelum terakhir aku melihatnya. Kapan ya kita ketemuan sebelum di rumah sakit?” tanya Bayu.“Entahlah! Aku ke kantormu, palingan untuk rapat direksi. Itu pun beberapa kali terakhir, aku nggak datang lagi. Setelah kamu yang memimpin aku percaya saja padamu.”Bayu mendesis. “Kamu tidak ingin gabung perusahaan kami? Bagaimana pun almarhum ayahmu sangat berjasa di perusahaan itu. Sepertinya perusah
Baca selengkapnya

Izinkan Sebentar Saja

"Gilang!"Gilang membuka pintu. *** Waktu terus berjalan. Semua orang menjalani rutinitasnya dengan pekerjaan masing-masing. Sanad kembali dengan kesibukannya. Proyek lampit berjalan lancar berkat bantuan Bayu dan Aditya. Proyek ini membuatnya tenggelam dalam kesibukan baru. Namun, tidak baik bagi Evan. Kesibukan ayahnya, semakin membuatnya merindukan Tera. Meski Tera pernah menjenguknya di sekolah, tidak dapat menggantikan hari-harinya yang dirundung kesepian. Di hari Minggu ia tidak dapat lagi menahan dirinya. Ia mengguncang-guncang tangan ayahnya, merengek minta diajak ke Bangkau. "Evan, Mama sekarang lebih suka menghabiskan waktu di danau. Walau kita ke sana, belum tentu bertemu dengannya."Evan mengambil kertas. [Kita ke danau pakai kapal]“Kapal siapa?”[Siapa saja, pasti dapat. Kita nyewa, pasti ada yang mau] Sanad kehabisan alasan. "Evan, tolong mengerti P
Baca selengkapnya

Izinkan Sebentar Saja (2)

Antara sadar dan tidak, sayup Tera mendengar bunyi gemerisik dan kecipak air yang tak jauh dari lantingnya. Ia membuka mata, mempertajam pendengarannya. Bunyi itu makin kentara dan ia yakin di mana bunyi itu berasal. Dengan pelan, ia bergerak ke tempat penyimpanan peralatan benda tajam. Tanpa pikir panjang, ia mengambil tombak ikan mata satu. Sesaat ia mengintip dari lobang dinding yang terbuat dari papan. Beruntung, pencuri itu menggunakan senter, sehingga ia bisa melihat sosok itu tanpa membawa lampu sendiri. Dengan pelan ia berjalan, membuka pintu belakang. Ia mengambil pintu belakang, karena teras belakang lanting mempunyai pelindung. Meski jauh dengan sasaran dan perlu tenaga berkali lipat untuk melempar, ia tetap memilih jalan aman. Ia kembali mengintip. Pencuri masih melakukan aksinya. Ia terus mengintip untuk memastikan pencuri itu sedang lengah. Tiba saatnya, ia langsung berdiri dan melempar sekuat tenaga, lalu bersembunyi dengan napas tertahan. Ia menutupnya mulutnya, ber
Baca selengkapnya

Kembali Bertiga

“Bagaimana keadaannya?” tanya Tera sambil menatap Evan. “Badannya masih panas,” sahut Fatima sambil membawa Tera, mendekati Evan yang masih terlelap. Tera meletakkan telapak tangannya ke atas dahi Evan. Ia sedikit terkejut panas yang sedikit menyengat telapak tangannya. Ia bertanya kepada Sanad dengan mimik wajah. Fatima yang menyadari hal itu, segera undur diri. “Mama keluar cari angin dulu, ya,” ucap Fatima.Sanad hanya menjawab dengan anggukan. “Kapan dia mulai sakit?” tanya Tera begitu Fatima hilang di balik pintu.“Dua hari yang lalu,” jawab Sanad lesu. Tera tersentak“Kok bisa?! Selama dua hari nggak turun-turun?!"Sanad menggeleng. "Makannya susah banget, mungkin karena itu jadi lambat pulih."Tera hanya bisa menghela napas. Ia mengelus lembut rambut keriting Evan."Bagaimana dia bisa sakit?” gumamnya.Tiba-tiba pandangannya tertuju pada telapak tangan Evan yang di
Baca selengkapnya

Kembali Bertiga (2)

“Baik, Mama yang kupas, ya?” tanya Hayati. Evan menyetujui dengan anggukan.Tera duduk di sofa satu dudukan. Hayati menarik kursi yang tak jauh dari mereka. Sementara Gilang mengajak Sanad keluar dari ruangan. “Evan sudah terbuka ya sama Mbak,” ucap Tera sambil tersenyum menatap Hayati menyuapkan satu siung jeruk ke mulut Evan. Hayati tersenyum getir. “Itu karena aku tidak berharap lagi padanya.”“Maksud, Mbak?” “Sepertinya Sanad belum cerita ya, kalau kami telah bercerai.”Tera tersentak, lalu menggelengkan kepala. “Kamu benar, Evan makin didekati, makin menjauh. Kini aku tidak berharap apa-apa lagi padanya. Apa yang kulakukan ini tulus untuk Evan, sehingga ia menerimanya.”Mata Evan mengerjap, begitu namanya disebut.Tera masih bungkam. Ia tidak pernah membayangkan kalau Sanad dan Hayati akhirnya bercerai. Hayati mengambil lagi satu siung, tetapi Evan sudah menggeleng. Ia tersenyum, lalu
Baca selengkapnya

Razia

“Apa mungkin kita bisa seperti yang dulu lagi?” lirih Gilang, sambil memutari cangkir dengan ujung jarinya. “Bisa saja, jika kita tidak terlibat lagi dengan urusan cinta.”“Kalau aku berhasil meraih hati Hayati, kamu tidak apa-apa?”Sanad tersenyum, lalu menggeleng. “Jadi yang kamu sukai gadis itu?” tanya Gilan lagi.“Hah?” “Sudahlah!” tukas Gilang. Mengapa ia menanyakan hal itu? Dari dulu, Sanad memang tidak terbuka padanya. “Aku tunggu, kabar baik darimu,” ucap Sanad.Gilang terkekeh. “Kalau berhasil. Kamu kasih hadiah apa di hari pernikahan kami?”Sanad tersenyum lebar. “Memangnya kamu mau apa?”Gilang menggeleng. “Aku tidak menginginkan apa-apa. Aku hanya ingin kita bertiga kembali seperti dulu, tapi satu hal yang ingin aku minta darimu.”Sanad mengerutkan keningnya. “Aku ingin menjadi sahabat yang kamu percaya untuk berbagi suka dan duka.”“Kamu tau, bukannya aku nggak mau, tapi memang nggak bisa.” “Kamu harus coba. Paling tidak kamu ajak aku setiap kali ada proyek baru.”Sa
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
345678
DMCA.com Protection Status