Semua Bab Ayah Dari Anakku Adalah Sang CEO Arogan: Bab 61 - Bab 70
99 Bab
61. Maafkan Aku, Erina
PLAK ….!sebuah tamparan sudah dilayangkan dokter Rhea pada wajah, Erina. Perempuan itu terlihat syok dengan apa yang dilakukan oleh dokter Rhea kepadanya.“Hei! Apa yang sudah Kau lakukan?!” dokter Frans melihat perseteruan yang terjadi di antara dokter, rhea da Erina. Ia berusaha melerai pertarungan yang semakin sengit. DUG!Tanpa sengaja, wajah dokter Frans terkena siku dokter, Rhea. Sehingga dokter Frans terhuyung ke belakang sambil memegang hidungnya yang terasa perih. Ia melihat dokter Rhea dan Erina yang kini saling menjambak dan melayangkan cakaran satu sama lain.“Alamak, ….” gumam dokter Frans saat melihat betapa brutalnya dua perempuan di depan sana.Dokter Frans menarik napas panjang. Setelah ia menghembuskannya dengan perlahan, ia pun bersiap untuk memisahkan Erina dan dokter Rhea yang sedang adu fisik di lantai basement.“Sudah, hentikan!” dokter Frans menarik paksa dokter, Rhea. Posisinya yang dominan di atas dominan lebih unggul untuk menyakiti Erina seperti apa yang
Baca selengkapnya
62. Mari Kita pulang, Rose!
“Aku tidak tahu kalau Dokter sudah memiliki seorang kekasih,” ucap Erina dengan ragu. Walau bagaimanapun, Erina merasa bersalah telah berada di tengah-tengah dokter Frans dan dokter Rhea.Dokter Frans meliriknya sekilas, ia berusaha mengendalikan emosinya. Napas dokter muda itu terlihat begitu memburu, hingga Erina melihat dada dokter Frans naik turun berirama.“Dok, apakah Dokter baik-baik saja?” Erina menautkan kedua alisnya saat melihat dokter Frans menenggelamkan kepalanya di atas kemudi mobil. Dokter Fras tidak bergerak, cukup lama. Hingga Erina merasa jika dokter Frans membutuhkan ruang untuk sendiri.Erina menghempaskan punggungnya pada sandaran kursi. Ia melihat jalanan yang sepi dari lalu lalang kendaraan. Tapi setidaknya, itu bisa mengalihkan perhatiannya daripada sibuk melihat kondisi dokter Frans yang—menyedihkan.“Maafkan aku,” dokter Frans mengangkat wajahnya dan menoleh ke arah, Erina. Sehingga keduanya saling menatap dengan dalam.“Seharusnya aku tidak melibatkanmu dal
Baca selengkapnya
63. Dasar Maniak!
Kenapa berdiam diri di sini?” tiba-tiba suara seseorang terdengar di telinganya. Erina melihat sepasang sepatu pantofel saat wajahnya masih menunduk. Hatinya bersorak gembira karena dokter Frans berhasil menemukannya.“Dokter, aku ….” wajahnya terangkat dengan senyum yang mengembang. Tapi senyuman itu mendadak hilang ketika mengetahui jika pria di hadapannya bukanlah dokter, Frans.“Mari Kita pulang, Rose ….!”Erina menautkan kedua alisnya saat melihat pria bertubuh tegap di hadapannya mengulurkan tangan. Sementara tangan yang lain telah memegang sebuah payung agar dirinya tidak terkena percikan air hujan yang semakin deras. Hingga beberapa menit berlalu, keduanya masih dalam posisi yang sama, Erina—terpaku."Rose?" dahi Erina mengernyit kebingungan. Ia melihat orang asing berdiri tepat di hadapannya."Ayolah! Jangan membuat kesabaranku hilang, Rose!" ucap Zain yang masih mengulurkan tangannya meskipun sampai di sekian detik tidak mendapatkan sambutan dari perempuan itu."T-Tapi aku b
Baca selengkapnya
64. Kau Nikmat Sekali, Rose!
“Aku akan melakukannya, seperti saat pertama kali Kita menghabiskan malam di pulau Bali.” Zain menyeringai dengan senyuman menggoda. “Omong kosong apa yang sedang Anda ucapkan, Tuan?” Erina bergidik ngeri saat melihat gestur tubuh Zain yang semakin berani mendekatinya.Erina tidak melanjutkan ucapannya ketika Zain sudah membungkam bibirnya dengan sebuah kecupan yang panjang. Perempuan itu hampir saja kehilangan pasokan oksigen andai saja Zain tidak memberinya ruang jeda agar Erina bisa mengontrol napasnya dengan baik.“Dasar maniak! Apa yang sudah Kamu lakukan? Kamu mau memperkosaku, dasar bedebah?!” Erina mencecarnya dengan banyak umpatan. Hingga membuat kemarahan Zain kembali datang.“Apa Kau benar-benar melupakan masa lalu Kita, Rose?” tanya Zain dengan tatapan yang nanar. Bola matanya menelisik setiap sudut wajah yang Rose yang terlihat begitu manis.“Sudah berapa kali aku bilang, Tuan. Aku, Erina. Bukan, Rose!” jawab Erina dengan sangat kesal. “Lepaskan aku sekarang juga, Tuan.
Baca selengkapnya
65. Aku Bukan Boneka
“Shit!” Zain melempar barang didekatnya ke udara. Ia meluapkan emosi saat mendapati sisi kiri kasur telah kosong. Rupanya Zain sudah kecolongan saat sedang tertidur. Erina atau yang dikenalnya dengan nama Rose telah pergi. Perempuan itu meninggalkan Zain ketika terlelap setelah pertempuran semalam.Ia menyambar piyama kimono dari dalam lemari dan lekas mencari ponselnya yang entah diletakkan di mana. Rasa dongkol yang ada dalam hatinya mengalahkan insting serta akal sehat, Zain. “Sialan! Kemana pula ponsel itu aku letakkan?” ia berkacak pinggang, lalu menyugar rambutnya dengan rasa kesal.“Kenapa dia tidak mengenalku? Apa ada yang salah dengannya? Aku yakin dia adalah, Rose. Aku tidak mungkin lupa dengan semua yang ada pada dirinya.” Terlihat Zain tengah berpikir dengan keras. Ia duduk di sebuah sofa dan mengingat kejadian kemarin saat bertemu kembali dengan Rose tanpa sengaja.Zain meraih jas yang sempat digunakan, pria itu berhasil mendapati ponselnya di sana. Tanpa menunggu lama,
Baca selengkapnya
66. Pembalasan Kecil Dari Sang Mantan
Cittt ….Hingga tanpa disadari oleh, Erina. Ia sudah berlari cukup jauh, Erina kembali turun ke jalanan dan hampir saja membuat nyawanya melayang. Erina mengepalkan tangan, entah mengapa pandangannya kali ini mulai mengabur dengan napas yang naik turun seperti sebuah roller coaster.“Erina ….!” seru suara seseorang yang baru saja turun dari mobil Lexus berwarna gelap.Perempuan itu mendadak hilang keseimbangnnya. Erina pun jatuh ambruk setelah sebelumnya menoleh ke asal suara seseorang yang memanggil namanya.“D-Dokter Frans ….” ucapnya lirih dan setelah itu ia tidak mengingat apapun selain—kegelapan.“Oh, shit!” dokter Frans langsung lari menghambur pada tubuh yang sudah tergeletak di bawah jalan beraspal itu.Ia meminta bantuan pada beberapa orang yang melintas untuk memindahkan tubuh Erina ke dalam mobilnya. “Tolong bantu saya, Pak. Saya akan membawanya ke rumah sakit terdekat.”“Apa Anda mengenalnya, Tuan?” tanya pejalan yang mendekat ke arahnya. “I-Iya, Pak. Dia pasien saya, keb
Baca selengkapnya
67. Penggal Kepalanya!
“Jadi begitu?”Nadia menghisap rokoknya dengan santai. Ia berhadapan dengan salah satu pengawal terbaiknya. Ia telah mendapatkan satu informasi yang cukup mencengangkan, tapi perempuan itu bisa mengendalikan emosinya dengan baik.“Sekarang bagaimana kondisi mereka? Lantas apa yang membuatmu berpikir untuk jauh-jauh datang kemari dengan berita seperti itu?” Nadia melihatnya dari balik meja. Pria berpakaian rapi itu duduk dengan tenang, meski asap rokok sudah melingkar di sekitar dirinya.“Aku rasa Anda harus mengetahui perkembangan yang terjadi di Indonesia. Untuk itu, saya harus memberi informasi ini pada, Nyonya.” Ujar sang pengawal yang berusaha untuk mengimbangi percakapan yang dirasa tidak penting oleh, Nadia.“Apa Kamu tahu? Aku tidak peduli,” ujar Nadia dengan mendekatkan wajahnya. Pengawal tersebut menelan salivanya dengan paksa. Ia membalas tatapan Nadia tanpa ragu meski ada rasa canggung pada dirinya.“Mereka mati pun, aku tidak peduli.” Lanjut Nadia yang kembali mundur dan
Baca selengkapnya
68. Aku Bukan Robot!
"Silahkan Dokter tunggu di sini! Kami akan mengurusnya dengan baik di dalam." Cegah perawat tersebut ketika dokter Frans hendak masuk ke dalam."Aku mau masuk, Sus." Ia bersikukuh untuk bisa memantau secara langsung proses tindakan medis, Erina."Maaf, Dok. Sudah menjadi prosedur, tolong kerjasamanya." Lanjut perawat itu yang tetap tidak mengizinkan dokter Frans untuk masuk.Akhirnya dokter Frans mengalah, ia mengangguk kecil dan mundur dari depan ambang pintu.Ia berkacak pinggang, lalu mengusap wajahnya dengan kasar. "Aku yang bersalah, andai saja Rhea tidak melakukan tindakan bodoh itu. Pasti semua ini tidak akan terjadi." Dokter Frans berusaha menenangkan perasaannya yang terlihat amburadul. Ia hendak melangkahkan kaki ke sebuah kursi tunggu di luar ruangan, dan tiba-tiba ….PLAK ….!Dokter Frans tercengang, ia memegang pipinya yang terasa sakit. Wajahnya mendongak, dokter Frans mendapati dokter Rhea sudah di hadapannya."Apa yang sudah Kamu lakukan, Rhea?!" ia menatap nyalang pa
Baca selengkapnya
69. Pria Misterius Itu ....
Suasana sunyi meliputi sebuah ruangan. Tampak pengap dengan kesendirian, seorang pria dengan bekas luka di hampir seluruh tubuhnya. Ia duduk terpekur di tepi ranjang yang terasa dingin tanpa hadirnya seseorang yang menemani. “Selamat pagi, Tuan. Permisi, saya buka jendelanya, ya?” seorang gadis berpostur 155 centimeter masuk ke dalam kamarnya.Ia memalingkan wajah saat silau matahari mulai menerpa. Dengan cekatan pelayan tersebut membersihkan ruangan tanpa banyak berkata. Setelah selesai dengan tugasnya, ia berdiri di samping ranjang dan menyapanya kembali dengan sikap yang sopan.“Sarapan Anda sudah siap, Tuan. Apa perlu saya bawa ke sini?” senyuman manis itu ditawarkan oleh, Cynthia. “Tidak perlu! Siapkan saja di meja makan, aku ingin menghirup udara luar hari ini.” Tuturnya tanpa melihat ke arah gadis itu.“Baik, Tuan. Saya akan menyiapkan dengan segera, permisi ….” Cynthia pun lekas pergi dari dalam kamar. Ia segera menyiapkan makanan untuk dihidangkan di atas meja makan pagi in
Baca selengkapnya
70. Sentuhanmu Adalah Sebuah Candu
Ada bekas codet di bagian pelipis. Mungkin, itu adalah akibat kekerasan yang menimpanya beberapa waktu lalu. Nyawanya selamat, ternyata Tuhan masih memberinya satu kesempatan. Cynthia, gadis itu memberikan secangkir teh hangat sore hari dengan langkah ragu. “Taruh saja di situ! Jangan mengendap-endap!” tegur Alex saat mengetahui kedatangan Cynthia di ruang kerjanya. “B-Baik, Tuan.” Jawabnya sambil meletakkan cangkir tersebut di sisi meja kerja tuannya. “Tunggu!” cegah Alexander Dimitri dengan suara yang membuat Cynthia terkejut dan berhenti mendadak. Cynthia mengurungkan langkahnya untuk pergi dari dalam ruangan tersebut. Ia yang semula tidak ingin mengganggu keseriusan, Alex. Terpaksa harus menuruti perintah dari pria itu. "Apa Anda memerlukan sesuatu, Tuan?" tanya Cynthia yang menatap Alex dengan takut. Ia meremas kedua tangannya dengan cemas. Cynthia teringat akan perkataan dari mbok Darsih kemarin. “Sejak Kamu datang ke sini di rekrut si Dirman itu, Tuan sudah tidak marah-ma
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
5678910
DMCA.com Protection Status