All Chapters of Kebangkitan Pewaris Seribu Pedang: Chapter 21 - Chapter 30
156 Chapters
Amarah Dan Kebencian
"Tidak. Tidak perlu. Aku hanya tidak nyaman dengan tatapan itu." Pandya berusaha mengalihkan pandangannya agar tidak bertemu mata dengan pemimpin Ajaran Suara.Permainan musik Reena masih terus berlanjut, tinggal satu menit lagi hingga para murid yang bertahan akan lolos. Tapi, level permainan semakin lama semakin kuat seiring rasa frustasi Reena yang tidak bisa membuat Pandya tumbang. Padahal semua sudah direncanakan untuk menjadikannya sasaran utama untuk ditumbangkan di ujian tahap ini.Dari balik punggung Reena ada dua pengamat yang merasa khawatir dengan keadaan di sekitar. Bahkan, sudah tidak ada setengah dari para murid yang dapat bertahan. Terlebih kekuatan saat memainkan alat musik itu, tidak seharusnya dilakukan di ujian tahap 1.'Aku merasakan kalau dia terburu-buru memainkan kecapi miliknya. Kekuatan dalam gelombang suara itu juga semakin kuat,' pikir Akandra mengamati permainan Reena yang semakin tidak terkontrol.'Kalau dibiarkan seperti ini para murid akan kesulitan untu
Read more
Luka Dalam
'Baiklah kalau itu maumu! Sebentar lagi ujian akan selesai, apa kau sudah siap mendengar gelombang suara itu?' tanya Sakra memastikan.'Aku sudah bersiap sejak memintanya tadi!' jawab Pandya yakin kembali memperlihatkan senyuman tipis di bibirnya.***Di sisi lain, Reena tampak frustasi melihat Pandya yang tidak segera tumbang. Padahal, waktu ujian tinggal beberapa detik lagi. Tapi dia juga tidak mungkin menaikkan lagi level kekuatan untuk saat ini.Dia tahu jika menambahkan kekuatan lebih besar lagi—maka tidak akan ada murid yang dapat bertahan. Dan jika itu terjadi, akan menjadi catatan dan informasi yang akan menggemparkan di seluruh padepokan. Dan sama saja itu kegagalan bagi Reena, apalagi statusnya di perguruan Cempaka Putih akan dipertanyakan.KREEEET!Suara Reena yang menggertakkan giginya, membuat Agha dan Akandra yang di belakangnya curiga. Mereka harus memastikan jika batas kekuatan yang dikeluarkan di ujian ini harus tetap sesuai. Jika tidak merekapun akan mendapat masalah
Read more
Ruang Pengobatan
Setelah Pandya dibawa ke ruang pengobatan, wajah Reena tampak sangat pucat. Dia masih tidak menyangka dengan apa yang baru saja dilihatnya. Bahkan, darah yang Pandya keluarkan kini menjadi genangan di tempat Pandya berdiri tadi.'Bocah yang bertahan mendengar permainan kecapi ku ternyata mengalami luka dalam yang parah...' pikir Reena termenung.Akandra yang masih berada di belakang Reena, masih menatap kepergian Pandya yang dibawa dengan tandu dengan tatapan khawatir. Setelah Pandya tidak terlihat Agha juga kembali ke aula utama dan berdiri di samping Akandra."Pemimpin, anda sudah berlebihan!" ucap Akandra menginterupsi.Reena yang mendengar ucapan itu sedikit terkejut karena tertohok. Ucapan Akandra yang barusan membuat Reena berkeringat dingin. Dia tahu apa akibat dari perbuatan gegabah yang dilakukannya tadi."A–apa maksudmu?" tanya Reena berpura-pura tidak paham."Anda hampir membunuhnya!" jawab Akandra sedikit emosi."Apa tenaga dalam anak itu sangat rendah?" Reena bertanya sam
Read more
Berpura-pura
"Itu benar tabib Arsa, beliau tidak memiliki tenaga dalam jadi Tuan Agha meminta anda untuk merawatnya." Penjaga lain menanggapi pertanyaan tabib Arsa."Sudah 10 tahun aku menjadi tabib akademi dan melihat berbagai macam kasus luka dalam. Tapi, ini pertama kalinya aku melihat seseorang mendapat luka dalam hingga serusak ini." Tabib Arsa menganalisa hasil pemeriksaannya."Karena sudah kami bawa kemari, kami pamit undur diri," ucap kedua penjaga sambil membungkuk memberi hormat.Tabib Arsa mengangguk sebagai jawaban. Saat kedua penjaga akan keluar dari ruangan pengobatan, salah satu penjaga menghentikan langkahnya dan menatap ke arah Pandya. Namun, karena dia dipanggil oleh penjaga yang satunya—dia langsung keluar ruangan dengan ekspresi bingung.'Kenapa beliau sepertinya terlihat lebih baik dari sebelumnya? Apa aku tadi berkhayal?' pikir penjaga yang tadi menatap ke arah Pandya.Tabib Arsa yang kembali memeriksa pergelangan tangan Pandya. Sedangkan Pandya yang ternyata sudah sadar seja
Read more
Tahap Pemulihan
'Eh..., apa Paman tahu aku hanya berpura-pura tadi saat di lapangan?' pikir Pandya."Kau hebat bisa bertahan hanya dengan kekuatan pikiran! Anak-anak yang lain tidak sabaran, mereka cepat menyerah! Bahkan, hanya karena mereka mengalami kesusahan sedikit, lalu memilih hal yang mudah," ucap Akandra berkobar-kobar.'Ah, padahal aku tidak bertahan dengan kekuatan pikiran," pikir Pandya serasa tersindir.Walaupun Pandya sendiri tahu jika sebelumnya sang paman sangat mengkhawatirkan dirinya. Namun, saat ini sang paman mencoba bersikap biasa saja untuk menyemangatinya. Dari wajah Akandra terlihat sangat jelas seberapa bahagianya dia karena Pandya berhasil lolos di tahap ujian 1."Maaf tuan, tapi kondisi pasien belum baik dan masih dalam tahap pemulihan. Lebih baik dia diobati terlebih dulu." Tabib Arsa menyela pembicaraan."Apa luka dalam miliknya separah itu?" tanya Akandra memastikan sambil menatap sang tabib."BWUH!"CRAAAST!"UHUK UHUK!"Baru saja Akandra bertanya, Pandya kembali muntah d
Read more
Menjadi Murid
Sakra berteriak setelah sejak tadi dia hanya mendengarkan saja. Sebenarnya dia sudah ingin menginterupsi pikiran Pandya, tapi mengetahui apa kekhawatirannya membuat dirinya tidak ingin ikut campur. Namun, setelah mendengar tawaran dari Akandra—Sakra tidak bisa diam begitu saja.'Bukankah aku sudah memiliki tenaga dalam milikmu? Kenapa aku harus menerima tawaran dari Paman?' tanya Pandya yang cukup terkejut dengan teriakan Sakra yang menggema di pikirannya.'Ternyata kau benar-benar bodoh! Apa kau tidak berpikir jika mendapat bantuan tenaga dalam lain bisa jadi tenaga dalammu yang asli bisa terpancing? Dan jika kau sudah memiliki tenaga dalam sendiri, bukankah Pil Cakra yang kau dapatkan sebagai keuntungan bisa menjadikanmu lebih hebat nantinya?' Sakra menanyakannya untuk meyakinkan Pandya untuk menerima tawaran itu.'Eeemmbb..., memang menggiurkan. Tapi jika ketahuan itu akan menjadi masalah yang lebih besar!' ucap Pandya yang masih ragu menentukan pilihan.Akandra yang memberikan wakt
Read more
Panduan Tenaga Dalam
"Apa kau pikir akan bisa membaca kitab-kitab sepenting itu dengan bebas?" tanya Akandra menyindir Pandya.ZHIIING!Akandra mengeluarkan tenaga dalamnya membuat suasana sedikit mencekam. Dia hanya ingin menambah nuansa yang menakutkan sebelum melanjutkan ucapannya. Walaupun, dia tahu jika Pandya tidak akan merasa takut hanya dengan hal seperti itu—setelah berhasil mengahadapi tenaga dalam yang lebih kuat sebelumnya."Perpustakaan dijaga dengan sangat ketat untuk orang-orang di bawah Padepokan. Dan jika ada yang berani untuk menyembunyikan atau mengambil salah satu kitab yang ada di sana—sudah dipastikan orang itu akan mendapatkan balasan yang menyakitkan." Akandra memperlihatkan ekspresi mengerikan di wajahnya—tetap mencoba untuk menakuti Pandya.Namun, Pandya hanya memasang raut wajah datar dan hanya mendengarkan penjelasan pamannya dengan seksama. Sedangkan, Tabib Arsa yang sejak tadi berada di belakang Akandra sudah berkeringat dingin dan berwajah pucat. Tapi dia juga tidak bisa per
Read more
Hasil Ujian Tahap 1
"Hari ini kamu harus istirahat untuk memulihkan kondisimu. Jadi, aku sebagai Penjaga...Ehem, bukan. Maksudku sebagai gurumu ini akan kembali nanti. Jika kau sudah merasa lebih baik, cobalah untuk mempelajari lipatan kertas itu!" ucap Akandra yang langsung berbalik.Dan saat berbalik, Akandra melihat Tabib Arsa yang masih mengamati mereka. Melihat itu Akandra jadi teringat dengan saksi mata yang mengetahui apa yang sudah terjadi sejak tadi. Padahal sejak tadi dia tidak menyadari jika ada tabib di ruangan itu."Aku pergi dulu. Tolong jaga muridku dengan baik." Akandra mengatakannya sambil berjalan ke arah pintu.Namun, saat Sampai di depan pintu—langkah kaki Akandra terhenti. Dia membalikkan badan dan kembali menatap ke arah Pandya kemudian beralih menatap ke arah tabib Arsa. Sedang tabib Arsa yang mendapat tatapan itu kembali merasakan keringat dingin yang menyergap di sekujur tubuhnya."Jika ada orang lain mengetahui tentang apa yang terjadi tadi, aku akan langsung mencarimu dan membu
Read more
Plakat Identitas
PAAATS!BUUUKK!"ARGH!"BRUUUK!"AAARGH!! UHUK!"Suara perkelahian beriringan dengan suara teriakan para murid yang kesakitan. Para penjaga dan guru membekuk semua murid yang berdemo di gerbang akademi hanya dalam waktu yang singkat. Bahkan, kini para murid yang tadi berteriak-teriak sudah tidak berkutik dan tidak sadarkan diri.Agha dan Baadal yang melihat dari kejauhan merasa puas dengan apa yang mereka lihat. Karena, walaupun memang ada unsur tidak adil—tapi ujian tetaplah ujian. Mereka yang gugur berarti tidak berhak menyandang status pendekar murni sekalipun.Apalagi ada sosok istimewa yang bisa menyelesaikan ujian tanpa tenaga dalam. Hal itu membuat standard para guru kini menjadi semakin tinggi untuk meloloskan para murid. Karena ini pertama kalinya dalam sejarah ada seorang murid tanpa tenaga dalam bisa berhasil di ujian tahap 1."Mereka sangat sombong. Padahal guru-guru bahkan penjaga disini memiliki kemampuan yang lebih tinggi di banding mereka, tapi mereka tetap melakukan h
Read more
Masa Pemulihan
Di dalam ruang pengobatan akademi, tabib Arsa masuk membawa nampan yang berisikan jarum akupuntur beserta ramuan obat yang dia buat. Dia cukup sibuk sejak semalam karena Pandya yang pada akhirnya tidak sadarkan diri, setelah bertahan cukup lama dengan rasa sakit yang dideritanya. Dan ini sudah ketiga kalinya dia kembali membawakan alat akupuntur dan ramuan obat untuk Pandya.Nampan itu diletakkannya di nakas samping tempat tidur agar memudahkan tabib Arsa untuk menggunakannya. Namun, belum sempat memulai pekerjaannya—Pandya terbangun dari tidurnya. Dia menatap tabib Arsa dengan wajah yang masih pucat."Tabib...," panggil Pandya dengan suara yang masih serak."Namaku Arsa, kau bisa memanggilku tabib Arsa," jawab tabib Arsa menanggapi panggilan Pandya."Ah, kalau begitu... Tabib Arsa, apa kondisi saya cukup parah?" Pandya bertanya sambil berusaha untuk duduk, namun langsung di tahan oleh tabib Arsa.Mendengar pertanyaan itu membuat tabib Arsa menatap Pandya dengan tatapan nanar. Walaupu
Read more
PREV
123456
...
16
DMCA.com Protection Status