All Chapters of Mantanku Gagal Move On: Chapter 11 - Chapter 20
131 Chapters
Wakil Presdir Sagala Corporation
Nissa sampai di depan pos perawat di depan lorong Dahlia, ruang rawat ibunya. “Pagi, Mbak Nita… Saya mau tanya kondisi ibu saya yang dirawat di kamar Dahlia 4. Kata adik saya, ibu saya di off-kan besok. Itu benar, ya, Mbak?” Nissa bertanya ramah pada suster penjaga di sana. Kebetulan Nissa mengenal baik perawat di sana. Berada di satu rumah sakit dengan profesi yang sama membuat mereka harus saling mengenal, sekalipun mereka berada di departemen yang berbeda. “Iya, Mbak Nissa. Dokter udah kasih izin buat pulangin ibunya Mbak Nissa besok. Tapi dokter masih harus lihat kondisi pasien seharian ini, Mbak. Kalau belum, nanti dokter bakalan konfirmasi lagi. Tapi kalau ibunya Mbak Nissa udah pulih benar, besok pasti pulang, kok,” “Mbak Nissa konfirmasi aja dulu ke bagian RRI (Ruang Registrasi Informasi) buat selesaikan tagihannya. Biar cepet, Mbak, soalnya bagian RRI bilang banyak pasien baru masuk tapi harus di-hold karena ruangan penuh,” Suster Nita menjelaskan dengan jelas pada Nissa.
Read more
Hadiah Kenangan
“Kenapa kamu bilang kalau saya sedang rapat? Kenapa nggak kasih ke saya aja?” Adimas sejenak mengalihkan tatapannya dari ponsel ke Akmal dengan kesal. Kalau saja tadi Akmal dengan cepat memberitahukan padanya kalau Nissa menelepon, pasti situasinya tidak akan sekesal ini. “Mulai sekarang, kalau nomor ini telepon lagi. Langsung kasih ke saya handphonenya, ya!” Dimas memperingati Akmal yang sudah ketakutan. “Rapat saya bubarkan,” ucap Dimas sebelum bangkit dan melangkah meninggalkan ruang rapat. Perangai Dimas yang berubah drastis jelas membuat semua orang bertanya-tanya. Terlebih ia juga tidak memandang siapa pun saat keluar. Pandangannya hanya tertuju pada layar ponselnya saja. Setelah Dimas keluar, seketika atmosfer di ruang rapat berubah seperti pasar. Beberapa dari mereka langsung bertukar pertanyaan, dan beberapa manager langsung berebut mendekati Akmal. “Pak Akmal, ini gimana, sih?” “Pak Wakil Presdir kenapa coba? Dia marah-marah dari kemarin tapi masa cuma karena satu tele
Read more
Kepergian Mengubah Semuanya
Nissa seharian tertidur di kamarnya. Ia membawa semua masalah hidupnya dengan tidur dan terbangun pukul sembilan malam. Ia bahkan tidak tahu kepulangan Zaky bersama Dasma karena ketika ia membuka mata, tidak ada suara apapun dan yang terlihat hanya mobil Zaky yang berada di parkiran. Ia juga mengira kalau Zaky pasti sudah tertidur pulas pada jam itu. Nissa ingin berangkat awal karena harus menemui Arul untuk menanyakan kondisi ibunya. Ia berangkat ke rumah sakit menggunakan ojek online hingga tiba di pelataran parkir rumah sakit. Nissa tidak menyadari kalau kedatangannya di sana sejak memasuki gerbang besar rumah sakit, sudah menjadi tujuan utama sepasang mata yang memandangnya hangat. “Nis?” Langkah Nissa terhenti karena panggilan di belakangnya. Itu adalah Dimas. Awalnya Nissa ingin terus melangkah, tapi ingatannya tentang biaya rumah sakit sang ibu membuatnya berbalik mendekati Dimas. “Kamu telepon aku tadi pagi?” Dimas bertanya. “Hmm, iya. Kebetulan banget kamu di sini,” uca
Read more
Kecelakaan Arul
Kecelakaan Arul “Mbak tau sendiri kalau malam ibu suka ke kamar mandi. Bakalan repot kalau bawa tiang botol infus kalau nggak ada yang pegangin ibu,” “Lah, kan ada suster? Minta tolong aja gih! Suster itu memang tugasnya bantuin ngerawat pasien. Lagian kamu yakin banget kalau mbak bakalan nggak diusir ibu. Gimana kalau pas lihat mbak, ibu malah marah lagi? Bisa batal pulang besok jadinya!” Nissa menjawab dengan hal yang masuk akal. “Kalau aku bilang dan pamit ke ibu kalau aku mau ambil buku buat ujian, pasti ibu bakalan suruh aku pulang aja buat belajar di rumah. Terus nanti jawabnya sama yang baru Mbak bilang kalau ibu bakalan minta tolong ke suster,” “Mbak kayak nggak tau ibu itu gimana. Aku jamin dua ribu persen kalau ibu nggak bakalan panggil suster dan ngelakuin semuanya sendirian malam-malam gini, dan nggak tidur sampai pagi. Habis itu tekanan darah ibu bisa naik karena kurang tidur. Jadinya, besok batal pulang. Mbak nggak ngerasa alasan aku masuk akal?” “Bener juga, sih…”
Read more
Menyembunyikan Dari Ibu
“Baik, Dokter, terima kasih atas nasihatnya. Saya ke departemen saya dulu buat ngurus surat izin cuti. Habis itu saya ke ruangan ibu saya,” Nissa menjawab setuju. Ia juga berterima kasih atas bantuan Fandy pada ibunya dan Arul. “Ya, itu baru Nissa yang saya kenal. Kamu nggak usah ke sini lagi tengah malam nanti buat ngecek keadaan adik kamu. Lagian di dalam udah banyak orang, kan? Adik kamu juga nggak boleh dijenguk dulu. Masih dalam pantauan intens kami, jadi kamu tenang aja sambil rawat ibu kamu. Saya masuk dulu, ya. Sampai jumpa besok!” Dokter Fandy kembali masuk ke pintu menuju ruang operasi dengan senyuman yang tidak lekang untuk Nissa. Ya, itu bukan tanpa alasan karena dokter muda itu memiliki perasaan lebih untuk Nissa. Terlebih setelah ia mendengar isu yang tersebar di rumah sakit kalau Nissa dan Zaky sudah putus, dan Zaky sudah semakin intens menunjukkan kedekatannya dengan Dasma. Itu mem
Read more
Mencari Bantuan Biaya
[Lin, kalau Elo udah di darat, kabari gue, ya!] Nissa mengetik satu kalimat pesan pada Novellin dan setelah itu ia meletakkan ponselnya lalu memejamkan mata sejenak. Perawat cantik itu duduk di teras luar lorong rawat bayi, di dekat pos perawat. Ia menikmati embusan semilir angin malam yang tenang, meskipun tidak demikian dengan hatinya. Nissa memang sudah memutuskan untuk mengambil cuti, tapi ia tetap ke gedung perawatan ibu dan anak untuk memastikan keadaan bayi yang berada di inkubator. Entah mengapa wajah bayi-bayi mungil yang baru terlahir ke dunia itu membuat hati Nissa bahagia. Ia merasa sejenak melupakan jati dirinya yang merupakan anak terbuang dari ayahnya, hingga mengantarkan hidup yang berliku baginya. Nissa selalu berharap para bayi di sana akan tumbuh dan sehat serta bahagia bersama orang tua mereka. Tidak menunggu lama, hanya berselang beberapa menit saja setelah N
Read more
Pria Yang Salah
Di tempat lain, tepatnya di ruang Wakil Presdir Sagala Corporation. “Halo?” nada datar dari Dimas terdengar pada polisi yang meneleponnya saat ini. [Gila aja Elo, ya? Udah balik kampung tapi lupa telepon gue. Memangnya gue udah nggak Elo anggap sama sekali, mentang-mentang Elo udah jadi Presdir Sagala, ha?!] Dimas yang mendengar suara berat pria yang lumayan ia kenali, hanya bisa tersenyum kekeh sambil menaikkan kedua alisnya. “Gue nggak sombong. Cuma kemarin gue pikir Elo udah tinggal di barisan makam pahlawan, Jay,” Dimas menjawab santai dengan nada tenangnya. Tapi yang di seberang sana sudah kebakaran jenggot. Polisi itu bernama Wijaya Ambarita atau lebih akrab dipanggil Jay. Dia adalah sahabat karib Dimas sejak SMA. Itu artinya teman Nissa juga. Jay kini menjabat sebagai Kepala Kepolisian Daerah Bandung, yang malam ini kebetulan ikut dalam razia putih yang dil
Read more
Wijaya Ambarita
“Nissa? Ini beneran Elo, kan?” itu Jay yang berpura-pura baru melihat Nissa. Padahal sejak awal ia sudah melirik Nissa yang datang ke sana dari kejauhan. “Jay? Ngapain Lo di sini? Ketangkep juga?” Nissa langsung mencibir. Entah kenapa Nissa merasa Jay merupakan pelampiasan kekesalan yang baik saat ini. Itu karena di mata Nissa, Jay adalah sosok sahabat yang baik. Hanya saja mereka memang baru kembali bertemu saat ini. “Enak aja, Lo! Mentang-mentang gue cuma pakai kaos biasa gini, terus Elo bilang gue juga ketangkep razia? Gue nggak bajingan banget kayak mereka itu juga kali!” Jay balik mencibir. “Parah banget Lo, Nes. Masa Elo nggak tau kalau gue sekarang udah jadi Kapolsek? Temen apaan Lo, Nes? Sedih gue,” Jay berakting sedih. “Nggak usah lebay, Jay. Akting Lo udah gue hapal luar kepala tau? Gue memang nggak pernah denger kabar temen-temen lain.
Read more
Cibiran Adimas
“Ya, ini aku. Memangnya siapa lagi yang bakalan biarin kamu jatuh?” Itu Dimas dengan tatapan sayu dan sedih melihat kondisi wanita yang disayanginya. Dan ketika ia melihat ke Zaky yang sedang bergolek di tanah tanpa merasakan sakit karena jatuh, tatapan Dimas berubah nyalang. “Laki-laki yang model beginian yang kamu belain? Cuma karena cowok nggak berguna gini kamu nolak balik sama aku? Cuma karena dia kamu tolak perasaan kamu yang juga rindu aku, Nis?” Dimas begitu geram. “Kamu tau nggak, Nis? Ngelihat kamu sebegini repot dan sakit cuma karena laki-laki nggak guna ini buat aku sakit. Aku nggak sanggup lihat kamu kayak gini. Kamu nggak boleh sedih karena orang lain, Nissa!” Dimas membentak Nissa saat itu. “Jadi aku cuma boleh nangis karena kamu? Itu yang kamu mau bilang, kan? Jangan gila, Dimas. Itu nggak penting banget buat kamu omongin sekarang!” Bent
Read more
Emosi Adimas Sesungguhnya
Dimas yang baru masuk ke dalam mobil langsung menatap Nissa serius tanpa bicara, dan itu membuat kekesalan Nissa terabaikan sejenak, terlebih ketika Dimas yang tetap diam malah memajukan tubuhnya perlahan pada Nissa."Mau apa kamu?" Nissa sedikit panik. Ia takut jika Dimas akan melakukan hal semberono lagi seperti mencuri ciuman tiba-tiba.Dimas tetap diam dan terus menggerus jarak di antara wajah mereka dan itu jelas membuat Nissa gugup."Dimas, jangan macam-macam. Aku bisa teriak biar polisi di luar denger dan tangkap kamu, loh!"Peringatan Nissa tetap tidak membuat Dimas bergeming. Ia terus mendekatkan wajah dan tubuhnya pada Nissa, seakan ia ingin memangsa Nissa bulat-bulat, karena dari pantulan bola mata Dimas, hanya ada wajah Nissa yang cantik.Merasa Dimas saat ini tidak mendengarnya sama sekali, Nissa pasrah meskipun ia tidak mau. Nissa refleks menutup mata dengan ekspresi kakunya.Akan tetapi, ekspresi Nissa yang seperti itu malah langsung membuat Dimas tersenyum geli. Ia tid
Read more
PREV
123456
...
14
DMCA.com Protection Status