All Chapters of Obsesi Sang Pewaris: Chapter 41 - Chapter 50
97 Chapters
Bab 40
Kini Ambar yang tak bisa berkata-kata. “Mas Diraja jadi bersikap aneh dari kemarin,” ucapnya dengan pelan. Ungkapan hatinya yang terucap begitu saja. “Iya, aku tahu,” balasnya seraya merapikan anak rambut Ambar yang tak tersanggul rapi. “Kamu bikin aku takut,” bisik Ambar, dia mencoba berkelit dan memundurkan wajahnya. Dia tak kuat ditatap sedemikian rupa oleh Diraja. “Kenapa takut?” balasnya tak kalah lembut. Ambar pun tak bisa menjelaskan mengapa dia takut dengan perubahan mendadak Diraja seperti ini. Pria ini berubah menjadi lebih perhatian, lembut, dan…touchy. Ambar sadar dari tadi Diraja mepet dirinya, dan tidak segan-segan melakukan kontak fisik dan public display affection di hadapan keluarganya. Apa ini bentuk flirting Diraja karena ucapan mereka tempo hari di cafe? Saat Diraja dengan percaya dirinya mengatakan kalau dia bisa membuat Ambar jatuh cinta kepadanya kalau dia bersikap baik. Ah! Akhirnya Ambar menyadari apa tujuan perubahan sikap yang drastis dari Diraj
Read more
Bab 41
DIRAJA Selepas percumbuannya di mobil dengan Ambar, Diraja kembali melanjutkan perjalanan menuju hotel The Royal Ruby tempat keluarganya sudah menunggu. Seorang Diraja Sakala Sudibyo menyatakan perasaannya tanpa persiapan apa pun kepada Ambar. Sebuah spontanitas yang dirinya sendiri tak mengerti. “Kenapa diam saja?” tanya Diraja seraya melirik ke arah Ambar. Gadis itu memegang bibir seksinya secara refleks dan menatap Diraja sebentar sebelum membuang muka dan memilih untuk melihat ke luar jendela. Dari ujung matanya, Diraja lihat wajah Ambar memerah dan sepertinya masih mengingat apa yang baru saja terjadi dengan dirinya. Diraja membiarkan gadis itu hanyut dalam pikirannya sendiri. Sepertinya perdebatan mereka yang berakhir dengan ciuman tadi membuat Ambar berpikir begitu keras dan dalam. Perjalanan yang sunyi itu akhirnya sampai juga, mereka tiba di hotel dan Diraja langsung keluar dari pintu kemudi. Menyerahkan kunci mobilnya kepada petugas valet dan membuka pintu penumpang un
Read more
Bab 42
“Anggap saja rumahmu sendiri,” ucap Diraja saat mereka berdua memasuki unit apartemennya sore ini. Ini kali kedua Ambar menginjakkan kaki di tempat personalnya. Pertama kali tentu saja dalam keadaan asing dan sikap yang penuh kewaspadaan satu sama lain. Tapi kali ini suasana berbeda. Mungkin karena Diraja telah memiliki perspektif berbeda dalam memandang hubungannya dengan Ambar. “Ah, dalam beberapa bulan tempat ini memang akan menjadi rumahmu, kan.” Diraja menambahkan. “Kita akan tinggal di sini setelah menikah?” tanya Ambar ragu-ragu. Diraja berhenti sejenak, dan memutar kembali tubuhnya untuk menghadap Ambar yang berjalan di belakangnya sambil memperhatikan interior unit apartemennya. “Kamu keberatan? Atau kamu lebih memilih untuk tinggal di rumah saja?” tanya Diraja, mencoba menebak isi hati Ambar mengenai masalah tempat tinggal mereka kelak. “Ah bukan begitu.” Ambar menyanggah ucapannya. Diraja menyandarkan bahunya di pintu kamarnya seraya bersedekap. Kakinya bersila
Read more
Bab 43
AMBAR Hari-hari yang berganti setelah kejadian memorable saat fitting terakhir kebaya untuk pertunangan dan pernikahannya terasa begitu cepat berlalu. Mulai dari pembicaraan sensitif akan masa depan mereka nanti kelak setelah menikah, melihat cincin yang akan disematkan ke jarinya kelak, hingga nonton bareng di XXI Premiere yang terletak di Plaza Indonesia dan dilanjutkan dengan makan malam di restoran Seribu Rasa yang masih terletak di dalam pusat perbelanjaan mewah tersebut. "Habis ini kita mampir ke Chanel? Atau mungkin mengecek jam tangan di Cartier?" usul Diraja dengan bersemangat. Awalnya Diraja bersikeras mengajaknya untuk menyusuri beberapa butik brand ternama yang bertebaran di Plaza Indonesia. Tapi Ambar pun dengan keras kepala menolak dan mengatakan dia sudah begitu lelah karena sudah beraktivitas sejak pagi tadi. Dia hanya ingin pulang ke rumah dan tidur. Diraja yang mendengarnya sontak merasa kecewa, walau pada akhirnya menuruti keinginan Ambar dan mengantarnya pul
Read more
Bab 44
“Ambar, kenalkan, ini sepupuku Bian. Dia manajer marketing di Sudibyo Group. He directly report to me, dan sejauh ini kerjanya bagus.” Diraja kemudian menepuk pundak sepupunya dan memperkenalkan Ambar kepada sepupunya seakan mereka bertiga tadi tidak melalui serangkaian percakapan aneh. Bian yang mendengar ucapan sepupunya terkekeh pelan seraya menggelengkan kepalanya. “What a way to introduce me to your fiance, Mas Diraja,” ujar Bian dengan tampang masam. Tapi tak lama pria itu mendaratkan pandangannya kepada Ambar dan mengulurkan tangannya sebagai tanda perkenalan diri, atau upaya memberikan selamat kepadanya. Entahlah, namun Ambar menerimanya dan menyunggingkan senyum kepada Bian. “Selamat Ambar, you look beautiful indeed, Mas Diraja beruntung sekali bertemu denganmu lebih dahulu,” tambah Bian yang membuat Ambar terjepit dalam posisi rikuh. Sedangkan Diraja hanya menatap sepupunya dengan tajam. “Hati-hati berbicara, cousin…” Diraja memberikan peringatan verbal. “Apa kamu
Read more
Bab 45
DIRAJA Diraja memandangi cincin yang tersemat di jari manisnya dengan lekat. Tak dinyana seulas senyum mampir di bibirnya diikuti dengan kekeh pelan tanda dia merasa terhibur dan senang. Suasana rapat terhenti seketika Diraja bertindak di luar kebiasaannya. Beberapa pegawainya saling menatap satu sama lain, mencoba menakar bagaimana mood bos mereka saat ini. Pegawai perempuan yang melihat tersipu karena menurut mereka sang bos terlihat begitu kasmaran di mata mereka. “Okay, let’s wrap this up.” Diraja beranjak dari kursinya dan berdiri untuk kembali ke ruangannya. Rencananya dia akan menjemput Ambar dari kampus sore ini untuk mengajaknya makan malam bersama. Hari ini ada rapat bulanan untuk melaporkan progress dan juga hambatan yang dialami setiap divisi, disampaikan langsung oleh para kepala seksi dan manajer tiap bidang. Biasanya meeting seperti ini akan berlangsung paling cepat tiga jam dan paling lama bisa saja seharian hingga jarum jam menyentuh angka 12. Tapi, hari ini D
Read more
Bab 46
Mata Diraja menyapu daerah kampus Cahaya Ilmu College yang bertaraf internasional dengan tujuan mencari sosok tunangannya. Sore ini dia meminta sang supir untuk drop off dia di kampus Ambar dan berencana untuk kembali pergi makan malam bersama Ambar. Untungnya rencana dadakannya ini disetujui oleh Ambar dan mengatakan kalau kelasnya selesai jam empat sore tadi. Maka dari itu selepas meeting dia langsung cabut menuju kampus. Dia duduk di sebuah bangku taman sambil mengecek ponselnya, meneliti laporan itinerary honeymoon yang disusun Nina setelah Ambar mengusulkan tujuan mereka. Tiap negara disajikan dengan power point deck yang rapi dan runut. Lengkap dengan jadwal, destinasi wisata, informasi penginapan hingga kegiatan favorit yang bisa dilakukan. Diraja sudah pergi ke tiga kandidat destinasi bulan madu ini. Tapi mungkin Ambar memilih tiga tempat ini karena dia belum pernah ke sana. Dia akan mendapatkan jawabannya hari ini juga agar Nina dapat membantu mereka untuk mengurus sisanya
Read more
Bab 47
“Jangan disentuh. Nanti memarnya semakin sakit,” larangnya seraya meraih tangan Ambar. Dia menyetir secepat yang dia bisa dan mereka akhirnya tiba di pelataran parkir rumah sakit yang biasa dia datangi. Diraja langsung membawa Ambar ke ruang IGD dan meminta perawat serta dokter untuk segera memeriksa Ambar. “Aku sebenarnya nggak apa-apa. Ini paling memar-memar aja.” Ambar masih mengatakan kalau dia baik-baik saja. Diraja duduk di sampingnya seraya mengecek bagaimana dokter dan perawat membersihkan luka-luka di wajah dan lengan dengan antiseptik dan menegakkan anamnesa seraya mengecek seluruh tubuh Ambar. "Oke, sepertinya memang memar, tapi tadi kepalanya terbentur nggak?" tanya dokter setelah memeriksa Ambar. "Nggak kok, Dok," balas Ambar yakin. "Baik, lukanya dibersihkan setiap hari kemudian memarnya juga jangan lupa diberikan salep supaya cepat hilang sakitnya. Saya juga resepkan obat pereda nyeri, bisa diminum selama nyeri masih terasa," ujar sang dokter yang menuliskan resep
Read more
Bab 48
AMBARAmbar membuka matanya dan menatap ruangan sekeliling. Tempat yang penuh kesan maskulin begitu terasa asing baginya. Di balik selimut hangat, terdapat ranjang yang begitu empuk dan nyaman, bantal yang begitu pas menyangga lehernya selama tidur tadi. Matanya mengerjap, mencoba mengumpulkan seluruh fokus akan apa yang terjadi. Tak lama, kilasan memori masuk dan menciptakan ingatan utuh atas apa yang dia alami seharian ini. Dia baru saja ketiduran di ranjang Diraja setelah minum obat pereda nyeri yang membuatnya ngantuk maksimal. Dengan kaget Ambar duduk dan rasa nyeri tumpul yang lambat laun menjalar menelusup indranya. Ouch! Pipinya terasa sakit, begitu pula punggung dan pahanya. Ambar mencoba beranjak dari ranjang dengan berhati-hati. “Mas Diraja?” Ambar memanggil sang tuan rumah. Merasa kikuk ditinggal di tempat paling privat tanpa sang pemilik rumah. Tak ada jawaban. Ambar berhenti sejenak, dan berjalan mengelilingi kamar tidur Diraja. Tempat sang calon suami beristirah
Read more
Bab 49
Langkah kaki Ambar dan Mas Darius bergema di lantai marmer kediaman mewah milik kakak iparnya tersebut. Kakaknya dan sang suami memutuskan untuk pindah ke rumah ini setelah tahu kalau Mbak Amira hamil. Dan untuk mengurus rumah ini, mereka mempekerjakan Pak Rama sebagai kepala butler di kediamannya untuk mengurusi semua urusan rumah tangga dari A sampai Z. Ambar disapa dengan ramah ketika sang butler membuka pintu utama dan wajahnya berubah khawatir ketika melihat bagaimana kondisi wajahnya yang babak belur. “Nona Ambar, kenapa wajahnya seperti itu? Apa yang bisa saya bantu?” tanya Pak Rama dengan kekhawatiran yang tak bisa ditutupi lagi. Tapi Ambar hanya tersenyum singkat dan menggelengkan kepalanya. “Aku baik-baik saja, Pak. Sudah minum obat dan hanya butuh istirahat,” jawabnya sopan. Kakaknya yang mendengar suara di lantai dasar keluar dari kamarnya di lantai dua dan menuruni tangga penuh semangat. “Hati-hati, love! Jangan berlari seperti itu!” Suara Darius yang terdengar
Read more
PREV
1
...
34567
...
10
DMCA.com Protection Status