Semua Bab Bangkitnya Istri yang Dikhianati: Bab 41 - Bab 50
276 Bab
Part 41. Diragukan 
“Permisi, Pak.” Suara Anton membuat perhatian Kala teralihkan. Dia baru saja makan siang ketika Anton masuk ke dalam ruangannya. Anton berjalan kemudian mendekat ke meja Kala. Tidak segera meletakkan dokumen kerja sama yang dibawanya namun dia melihat tiga kotak makan yang ada di meja bosnya tersebut. Satu kotak berisi nasi dan ayam goreng. Satu kotak lagi berisi kuah sayur. Satu lagi berisi irisan buah. “Waw.” Anton tersenyum bangga. “Mbak Bi memang totalitas.” Pergerakan Kala terhenti ketika ucapan itu terdengar di telinganya. Tenggorokannya tiba-tiba saja terasa tak bisa menelan makanannya. Mencoba bersikap biasa saja, Kala menatap Anton. “Apa yang mau kamu berikan ke saya?” tanya Kala setelah itu. “Bagaimana meetingnya?” Anton mengacungkan jempolnya. “Nggak perlu risau kalau sama Mbak Bi, mah. Kami dapat kerja sama dengan dua perusahaan sekaligus. Silakan Bapak periksa.” Anton meletakkan dua dokumen itu di atas meja. “Kalau begitu saya permisi dulu, Pak.” “Kenapa kamu yang an
Baca selengkapnya
Part 42. Sebuah Tali
Binar mengingat kapan terakhir kali dia berhubungan badan dengan Kala. Mungkin satu bulan yang lalu sebelum masalah menyerang mereka. Sebelum Kala menjadi pembohong dan menyembunyikan hubungannya dengan Widi. Binar tidak begitu ingat kapan dia ‘melakukannya’ namun jika dia melihat kalender, maka dia sudah telat menstruasi selama dua minggu lebih hampir tiga minggu. “Tuhan, ini beneran ‘kan? Aku nggak sedang halusinasi?” Takut satu tes tidak cukup kuat untuk membuktikan, maka dia mengambil tes yang lain dan hasilnya benar-benar sama. Ada garis dua menandakan dia positif hamil. Binar tidak bisa menahan tangis yang keluar. Dia sebenarnya hanya iseng mengecek kehamilan hari ini. Bahkan saat dia baru saja pulang kerja, bukan di waktu pagi hari yang kata dokter hasilnya lebih paten. Perempuan itu mengelus perutnya dengan sayang dan tergugu di tempatnya. Dia duduk di lantai toilet dengan lima testpack di depannya yang menunjukkan garis dua. Binar luar biasa bahagia. Dia tidak pernah men
Baca selengkapnya
Part 43. Pilihan Sulit
Binar memang tengah terbuai. Ketika dia sekarang memiliki janin di dalam perutnya, perasaan untuk memiliki keluarga utuh itu datang menyerangnya. Dia ingin memiliki suami yang mencintainya, memiliki anak-anak yang juga menyayanginya, membangun sebuah keluarga kecil yang bahagia. Memangnya siapa yang tidak ingin memiliki semua itu? Meskipun Binar pernah berada dalam titik di mana dia ingin membekukan perasaannya, tapi kalau memang hubungannya dengan Kala bisa diatur ulang menjadi sebuah rumah tangga yang benar, kenapa tidak. “Aku akan membuatkan kamu susu hamil. Kamu tunggu ya.” Nyatanya, sebuah jawaban Kala yang berbelok itu menunjukkan jika Kala memang tidak ingin berusaha. Sepertinya, bayang-bayang masa lalu yang sekarang kembali ke dalam hidupnya itu membuat Kala semakin sulit untuk melupakannya. Binar mengelus perutnya dengan lembut. Mengatakan kepada anaknya jika mereka harus melewati semua ini bersama. Mulai sekarang, hidup Binar akan dicurahkan untuk anaknya. “Minumlah.”
Baca selengkapnya
Part 44. Pertimbangan
‘Aku siapkan sarapan. Maaf nggak bisa menemani makan, aku berangkat duluan.’ Sebuah sticky note tertempel di atas meja tepat di samping sarapan Kala, pagi ini. Satu porsi omelette, sebuah roti isi, dan juga secangkir kopi. Itu adalah menu yang Binar buatkan untuk Kala. Kala tidak tahu Binar bangun jam berapa semalam, tapi di saat dia bangun, Binar sudah tidak ada di mana pun. Otomatis, kejadian semalam tidak bisa mereka selesai segera. Binar jelas tengan menghindarinya. Kala mengacak rambutnya dengan perasaan kesal luar biasa. Mencoba menghubungi Binar pun tidak mendapatkan respon dari perempuan itu. Kala duduk di kursi makan seorang diri lantas menyantap sarapannya. Menatap sekeliling, hanya rasa sepi yang menemaninya. “Kamu kenapa?” Seperti sebuah keharusan, basement adalah tempat kedua buat Widi dan Kala bertemu sebelum berangkat kerja. Pun dengan pagi ini, Widi sudah menunggu di sana seolah tidak jera sudah ketahuan oleh Binar kemarin. Dan pagi ini, Widi melihat Kala yang tamp
Baca selengkapnya
Part 45. Membela Mantan
“Aku juga sudah memutuskan. Aku nggak akan menceraikan kamu.” Kala akhirnya bersuara. Menatap lekat ke arah Binar yang ada di depannya. keyakinannya begitu tinggi ketika mengatakan itu. Binar tidak buru-buru besar kepala. Dia justru menjawabnya dengan santai. “Kalau Mas nggak mau kita bercerai, kenapa masih berhubungan dengan masa lalu Mas yang sudah jelas-jelas itu menyakitiku. Bukankah Mas dulu pernah mengalami bagaimana sakitnya dikhianati oleh istri Mas, kenapa sekarang Mas melakukan hal yang sama kepadaku?” “Bi, kami hanya berteman. Aku dan dia hanya berteman.” “Berteman macam apa yang bahkan rela meninggalkan istrinya di kamar sendirian pukul tiga pagi? Mas ngapain di rumah mantan istri Mas di jam segitu?” “Aku nggak melakukan apa-apa, Bi.” Kala menarik napasnya panjang berusaha mengurai segala kerumitan yang ada di dalam otaknya. “Semalam itu, Widi tidak bisa tidur. Dia hanya ingin aku nemeni dia.” “Kalau Mas ada di sana, dia mau apa? Minta puk-puk? Dan tentu saja Mas ngg
Baca selengkapnya
Part 46. Sebuah Trauma
“Oh, tentu. Dia memang nggak bersalah. Aku yang bersalah karena sudah dengan bodohnya menerima pernikahan ini tanpa berpikir akan seperti ini dampaknya.” Kini tatapan Binar tak kalah tajamnya. “Sepertinya kita tak perlu lagi berdebat masalah ini mulai sekarang. Aku sudah lepas tangan. Tentang kehamilanku, aku bisa mengatasi sendiri. Mas silakan hidup dengan kebahagiaan Mas. Aku nggak akan pernah menghalangi Mas untuk dekat dengan siapa pun mulai sekarang. Aku cukup tahu diri.” “Anak itu juga anakku. Kamu nggak berhak mengakuinya sendiri.” “Tentu saja dia juga anak Mas. Setelah dia lahir nanti, aku tidak akan menjauhkan dia dari Mas. Tapi sekarang, dia masih berada di dalam tubuhku. Itu artinya, aku berhak sepenuhnya atasnya. Dan aku bisa mengatasi diriku tanpa bantuan orang lain termasuk, Mas.” Binar pergi begitu saja dari meja makan membiarkan Kala yang masih setia duduk di tempatnya sambil menatap Binar dari belakang dengan tatapan tajam. Binar naik ke lantai atas dan masuk ke da
Baca selengkapnya
Part 47. Pura-Pura
Binar pikir, Kala tidak akan datang ke rumahnya hari ini. Tapi ternyata Binar salah, lelaki itu justru datang pagi-pagi sekali sebelum berangkat ke kantor. Ekspresi yang ditunjukkan oleh Kala masih dingin, tapi Binar bahkan tidak peduli. “Mama ingin kita pergi makan malam ke rumah nanti malam.” Kala bersuara lebih dulu. “Kita akan datang sekalian kamu pulang ke apartemen.” Binar tidak menjawab dan lebih memilih menikmati sarapannya. Membuat Kala merasa diabaikan. “Kamu nggak dengar, Bi?” tanya Kala dengan menatap lurus pada sang istri. “Aku dengar.” “Kenapa nggak jawab?” “Iya. Nanti malam kita akan makan malam ke rumah Mama.” “Dan pulang ke apartemen!” tegas Kala lagi. Namun lagi-lagi, Binar tidak peduli dengan ucapan Kala yang terakhir. Membuat Kala mendesah pasrah. “Sampai kapan kita akan tinggal terpisah begini Bi? Kita ini suami istri.” “Sampai Mas berhenti menemui mantan Mas dan kita bisa hidup selayaknya suami istri.” Kini Binar mendongak dan menatap balik pada Ka
Baca selengkapnya
Part 48. Pukulan Telak
“Sudah siap makan malamnya? Papa udah lapar.” Ketegangan di antara Binar dan Kala itu akhirnya terurai karena suara lelaki paruh baya yang baru saja keluar dari ruang kerjanya. Tatapannya mengarah pada Kala kemudian beralih pada Binar. “Sudah lengkap formasinya,” imbuh ayah Kala sambil tersenyum. Ibu Kala lantas membalas senyuman suaminya dengan senyum kecil sebelum beranjak. Mengadukan kelakukan Kala yang baru dilihatnya. “Anaknya, Pa. Kalau kasmaran nggak tahu tempat. Cium-cium istrinya di depan Mama. Jadi ingat masa muda ‘kan Mama jadinya.” “Masa tua juga boleh kasmaran kok, Ma. Tapi kasmarannya sama Papa aja ya.” Lelaki paruh baya itu berjalan mengikuti sang istri meninggalkan anak dan menantunya. Tidak menyadari kalau pasangan muda yang masih duduk di sofa ruang keluarga itu tengah mengeluarkan aura permusuhan satu sama lain. Binar tersenyum melihat kedua orang tua Kala yang memiliki hubungan romantis meskipun usianya tidak lagi muda. Mereka tampak saling menyayangi satu
Baca selengkapnya
Part 49. Tangis Menyedihkan
Ekspresi yang ditunjukkan oleh Binar gelap seketika setelah satu kalimat itu keluar dari mulut Kala. Kedua tangannya mengepal erat. Tubuhnya terasa membeku. Tidak cukup meninggalkannya saat tengah malam, kini Kala bahkan akan pergi sejauh itu untuk menemani sang mantan istri berobat yang Binar tidak tahu sakit apa. Meninggalkan Binar yang sedang hamil. “Jadi kamu benar-benar ingin aku mengurus diriku dan bayiku seorang sendiri, Mas?” Binar menahan mati-matian air matanya yang sialnya ingin menyeruak keluar. Ternyata rasanya sakit sekali. Binar sudah menahannya selama ini dan ini adalah puncaknya. “Bi, aku minta waktu sebulan ini saja. Setelah satu bulan dan dia sembuh, aku janji nggak akan menemuinya lagi.” “Bagaimana kalau aku nggak memberinya izin. Apa Mas akan tetap pergi?” “Keluarganya nggak ada yang tahu kalau dia sakit. Dan ….” “Dia lebih memilih mengatakannya kepada mantan suaminya yang sekarang sudah memiliki istri dibandingkan kepada keluarganya? Hebat sekali.” Binar
Baca selengkapnya
Part 50. Tarik Urat
Kala yang mendengar hinaan Ramon kepada Widi pun bereaksi keras. Tubuhnya yang tadi terhuyung pun kini berdiri tegak kembali. Pipi kirinya yang terasa pedih pun tidak dirasa. Kala kini menatap Ramon seolah ingin menguliti lelaki itu. Tangannya mengepal erat lalu menyerang balik Ramon. Satu pukulan bersarang di wajah Ramon dengan keras, sehingga desisan terdengar dari mulut lelaki itu. Geraman keluar dari mulut Kala setelahnya. “Berani sekali lo keluarkan kata itu untuk Widi. Dia bukan perempuan seperti itu!” “Bukan perempuan seperti itu? Lalu apa sebutannya buat perempuan bersuami yang selingkuh di belakang suaminya sampai hamil? Apa sebutannya Kal, jawab gue! Kasih gue satu panggilan yang pantas untuk disematkan kepada Widi. Perempuan bijaksana? Atau perempuan salihah?” Ramon meludah menandakan dia jijik. Rentetan ucapannya terasa menampar Kala dan juga Widi. “Dan tololnya lo, lo justru masih mencintai perempuan murahan seperti dia dan menyakiti Binar!” “Tutup mulut lo, Ramon!”
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
34567
...
28
DMCA.com Protection Status