Udara di gedung parkir itu terasa pengap, meski malam sudah larut. Lampu neon yang menggantung di langit-langit hanya berkedip redup, menambah suasana mencekam. Raka berdiri kaku, kedua tangannya menggenggam amplop berisi foto-foto itu erat-erat, seolah nyawanya sendiri ada di dalamnya. Pria di depannya—yang mengaku sebagai orang yang paling dibenci Bima—masih duduk santai di dalam mobilnya. Jas abu-abu yang ia kenakan tampak mahal, tapi lebih dari itu, sorot matanya menunjukkan satu hal: ia terbiasa mengatur orang. “Duduk,” katanya, menunjuk kursi di sebelahnya. Raka ragu. “Kalau ini jebakan—” “Kalau aku mau mencelakai kamu, Raka, kamu udah nggak berdiri di sini sekarang.” Pria itu menyelanya cepat, suaranya datar tapi tegas. “Percaya sama aku, kalau Bima bisa mengancam kamu sampai seperti ini, aku lebih dari sekadar mampu menghancurkannya.” Kata-kata itu membuat jantung Raka berdetak lebih cepat. Dengan berat hati, ia membuka pintu dan duduk di kursi penumpang. Bau kulit
Terakhir Diperbarui : 2025-07-31 Baca selengkapnya