LOGINEmpat tahun lalu, Anaya dan Revan berpisah dengan luka yang dalam. Tanpa penjelasan, Revan menghilang dari hidup Anaya, meninggalkan pertanyaan yang tak pernah terjawab. Kini, Anaya adalah seorang wanita mandiri dengan karier cemerlang, dan Revan kembali—bukan sebagai mantan yang meminta maaf, tapi sebagai calon suaminya... dalam pernikahan yang diatur oleh keluarga mereka.Pernikahan tanpa cinta. Itulah yang Anaya pikirkan. Tapi kenyataan tak pernah sesederhana itu. Di balik senyum dingin Revan, masih ada tatapan familiar yang membuat jantungnya berdegup tak karuan. Namun Anaya tak mudah percaya—terutama saat rahasia lama mulai terbuka, tentang alasan mengapa Revan meninggalkannya dulu.Saat ikatan pernikahan membawa mereka kembali bersama, pertanyaannya bukan lagi apakah cinta itu masih ada. Tapi apakah cinta yang pernah patah bisa tumbuh kembali... atau justru menyisakan luka yang lebih dalam?
View MoreHujan belum juga reda ketika Nayara keluar dari rumah. Udara dingin menusuk tulang, namun itu tidak cukup untuk menenangkan gemuruh di dadanya. Jalanan pagi itu basah, berkilau memantulkan cahaya lampu jalan yang masih menyala samar. Ia menggenggam setir erat-erat, jemarinya kaku karena gugup.Alamat itu.Ia mengetikkan di GPS, tapi tidak segera menekan tombol mulai. Ada bagian dari dirinya yang berteriak, “Jangan pergi! Ini gila!” Tapi suara lain membalas lebih keras: “Kalau kamu nggak pergi sekarang, kamu akan terus hidup dalam ketidakpastian. Selamanya.”Ia menekan gas.Di rumah, Raka berdiri di teras. Ia melihat mobil Nayara melaju keluar gerbang tanpa menoleh ke belakang. Rahangnya mengeras.“Dia ke mana?” gumamnya.Ponselnya bergetar. Raymond.“Rak, gue dapet laporan. Ada yang masukin info ke Nayara. Lu harus tahan dia.”“Terlambat.”“Dia ke Elara?”Diam.Raymond mengumpat kasar di ujung telepon. “Rak, kalau Nayara sampai ketemu Elara, semuanya selesai. Bima udah masukin racun k
Hujan masih turun deras. Suaranya menenggelamkan malam, tetapi tidak bisa meredam suara gaduh di dalam kepala Nayara. Ia duduk di lantai, punggung tetap bersandar pada pintu. Tangannya gemetar saat menatap kartu hitam itu—kertas kecil yang sekarang terasa seperti beban satu dunia. Elara. Hanya satu kata. Satu simbol. Tapi dampaknya seperti ledakan di hidupnya. Bayangan wajah pria di gudang itu muncul lagi. Nada suaranya yang tenang, seolah ia sudah tahu setiap pertanyaan yang bergelut di hati Nayara. "Kalau kamu mau selamat, percaya sama kami. Raka sudah memilih jalannya. Kamu masih bisa memilih punyamu sendiri." Kalimat itu seperti racun. Masuk perlahan, tapi membuatnya semakin ingin tahu. Jalan apa yang sudah dipilih Raka? Kalau benar Raka melakukan sesuatu yang berbahaya… apa aku akan ikut terjerat juga? Sebuah ketukan pelan terdengar di pintu. “Nay…” Suara itu. Suara Raka. Suaminya. Orang yang ia pikir ia kenal luar dalam—tapi sekarang… rasanya seperti berbicara d
Suara hujan gerimis mulai terdengar ketika taksi yang ditumpangi Nayara memasuki jalan menuju rumah. Lampu-lampu jalan yang redup membuat segala sesuatu tampak lebih muram dari biasanya. Tapi yang paling gelap adalah pikirannya sendiri. Ia memandangi kartu nama di tangannya—kertas kecil berwarna hitam dengan satu kata yang tercetak di tengah: “Elara.” Tidak ada nomor telepon. Tidak ada alamat. Hanya sebuah simbol seperti kepala ular melingkar yang mencengkram ekornya sendiri.Siapa mereka?Apa maksudnya pria itu mengatakan Raka telah memilih jalan yang salah?Dan yang paling menghantui… rekaman itu.Setiap kali mengedipkan mata, wajah Raka di rekaman itu muncul lagi. Bukan wajah suaminya yang ia kenal di rumah—yang menggodanya sambil memeluknya dari belakang di dapur, atau yang tertidur di sofa sambil menunggu Nayara pulang. Wajah di rekaman itu dingin. Rahangnya mengeras, matanya gelap, penuh kewaspadaan. Itu Raka yang Nayara tidak kenal.“Sudah sampai, Bu.”Suara sopir membuyarkan l
Suara deru kendaraan dari jalanan besar terdengar samar ketika taksi yang ditumpangi Nayara berhenti di pinggir jalan, tak jauh dari lokasi yang dituju. Udara di daerah Ancol dini hari itu terasa lembab, dingin menusuk, dan ada aroma asin laut yang terbawa angin. Hatinya berdebar kencang, begitu keras hingga ia merasa supir taksi di depan bisa mendengarnya.“Sudah sampai, Bu,” ucap sang sopir sambil menoleh sekilas.Nayara mengangguk kaku, mengeluarkan beberapa lembar uang dari dompet. Ia tak peduli berapa pun jumlahnya. Tangannya gemetar saat menyerahkan bayaran, lalu dengan cepat turun dari mobil.Taksi itu pergi meninggalkan dirinya berdiri sendirian di depan gerbang besi besar, dengan papan berkarat yang bertuliskan "Gudang 17". Tidak ada kehidupan di sekitarnya. Hanya suara deburan ombak dari kejauhan dan suara angin yang berdesir di sela-sela gedung tua.Nayara menarik napas panjang, mencoba menguatkan diri. Apa yang aku lakukan? Ia bisa saja kembali ke rumah, pura-pura tidak ta






Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.