Matahari siang masuk lewat jendela dapur, memantul di permukaan marmer dan menciptakan cahaya hangat yang menari di lantai. Suara air mengalir, wajan yang mulai panas, dan aroma bawang putih yang ditumis memenuhi ruangan. Anaya berdiri di depan kompor, mengenakan apron biru muda, rambutnya digelung santai, dan bibirnya menyenandungkan lagu pelan-pelan. Di belakangnya, Revan menyibukkan diri memotong wortel dan kentang—dengan pisau yang jelas-jelas salah ukuran. “Van, itu pisau buat daging, bukan buat sayur,” tegur Anaya sambil tertawa. Revan menoleh dengan wajah pura-pura bingung. “Aku kira ini biar lebih cepat potongnya.” “Kalau kamu potong jari sendiri juga lebih cepat ke UGD,” balas Anaya. Mereka tertawa bersama. Tawa yang bukan hanya karena lelucon, tapi karena… bahagia. Anaya mengambil alih pisau, tangannya menyentuh tangan Revan tanpa canggung. Revan tak berkata apa-apa, hanya menatap wajahnya dari dekat, dan detik itu juga... ia sadar: wanita yang selama ini ia pikir
Dernière mise à jour : 2025-06-27 Read More