Ilham berbalik perlahan. Ia duduk di tepi ranjang, meraih tangan Anya yang dingin dan basah oleh air mata. “Maafin aku, Sayang,” bisiknya, suaranya serak. “Maafin Ibu.” Anya menggeleng, mengangkat wajahnya yang sembap. “Enggak apa-apa,” jawabnya lirih, “kita berdua tahu, cepat atau lambat ini akan terjadi. Aku yang harus minta maaf karena menjadi jurang antara kamu dan ibumu. Kamu tahu, Ham, aku ga mau ini.” Ilham menggeleng. Mengeratkan genggamannya. Malam itu, mereka tidak banyak bicara lagi. Kata-kata terasa tidak ada gunanya. Mereka hanya duduk dalam diam, saling menggenggam tangan, sementara putra mereka—yang Ilham beri nama Arjuna Ilham Pratama, tertidur lelap di boks bayinya. Malaikat mungil itu menjadi satu-satunya sumber kedamaian di tengah badai yang baru saja menerpa dunia kecil mereka. *** Enam Bulan Kemudian. Kehidupan tidak berhenti. Ia terus berjalan, menyeret mereka menjauh dari malam yang penuh luka itu. Ilham dan Anya membangun kembali dunia mereka, kepingan de
최신 업데이트 : 2025-11-08 더 보기