Aku tidak pernah mengharapkan kedatangannya, jadi ketika bayi itu pergi, aku tidak merasa sedih sedikit pun.Aku hanya merasa hidup ini suka mempermainkan orang.Ketika pikiranku melayang entah ke mana, perawat membuka pintu untuk melakukan pemeriksaan.Dia menatapku dari atas ke bawah. "Sudah bangun? Dokter penanggung jawabmu sudah duluan membayar biaya pengobatanmu.”"Waktu kamu datang, kamu nggak membawa ponsel, jadi kami nggak bisa menghubungi keluargamu."Selesai mengatakannya, dia mengeluarkan ponselnya dari saku dan menyerahkannya kepadaku. "Sekarang kamu sudah sadar, lebih baik hubungi mereka sendiri."Nomor telepon Dilan sudah kuingat di luar kepala.Aku menekan nomornya, sambungan terhubung dengan cepat.Namun, yang terdengar adalah suara seorang perempuan yang manja, "Halo, Dilan sedang sibuk. Kalau ada perlu, nanti baru telepon lagi."Dalam sekejap, mulutku terasa getir. Aku hanya berkata, "Ya."Lani rupanya mengenali suaraku. Dia terkekeh pelan. "Oh, ini Kak Riana, ya? Dil
Read more