Ruang batu itu terasa sejuk, nyaris membekukan. Shangkara merebahkan Cailin di tempat tidur batu yang datar dan dingin. Di luar, suara-suara istana seperti lenyap. Dengan belati, Shangkara kembali melukai tangannya. Darah vermilionnya menetes perlahan ke bibir Cailin. Cailin yang menggigil, sedikit mengerang saat darah hangat itu masuk. Tangan Shangkara yang lain dengan lembut mengusap dahi Cailin yang basah oleh keringat dingin. Perlahan, suhu tubuh Cailin mulai turun, namun ia masih menggigil, napasnya tersendat.“Tubuhnya dingin,” Shangkara menoleh kepada Ren, “cari selimut!” perintahya.Shangkara menggenggam tangan Cailin. Menggososknya dengan tangannya sendiri.Ren kembali dengan selimut tebal, lalu memberikannya pada Shangkara. Shangkara segera menyelimuti Cailin, tapi gadis itu masih menggigil hebat, bibirnya mulai membiru. “Tubuhnya masih dingin, Ren. Sangat dingin,” bisik Shangkara. “Aku harus menghangatkannya.” Ren mengerti, wajahnya berubah pucat. “Yang mulia, anda tidak
Last Updated : 2025-09-26 Read more