Share

Takdir yang Tidak Adil

Yuriel berlari kencang menembus kerumunan orang di klub tanpa menoleh ke belakang, berlari keluar dari tempat jahanam itu.


"Berhenti!" Dua orang berjas hitam masih mengejarnya di belakang.


Yuriel panik dan terus berlari tanpa menoleh, menyebarang jalan sepi. Tidak ada lagi mobil lewat di jalanan sepi.

Dia berhenti di tengah jalan ketika napasnya sudah mencapai batas. Dia tidak bisa berlari lagi.


 Tiiinnn!


Sebuah mobil dengan cahaya lampu menyilaukan membunyikan klakson kencang. Yuriel membelalak ketika mobil itu melaju dengan kecepatan tinggi dan menabrak tubuhnya, sebelum berbelok menabrak pohon besar di pinggir jalan.


Sementaranubuh gadis itu terpanting di aspal jalan. Darah segera mengalir dari keluar dari tubuhnya.


Dua orang yang mengejar Yuriel terpaku menyaksikan kecelakaan itu. Mereka berdua saling pandang sebelum berbalik melarikan diri.


Yuriel mengerjap-ngerjapkan matanya masih setengah sadar. Dia meringis merasakan seluruh tubuhnya seperti diremukkan.


Dengan susah payah dia mengalihkan pandangannya ke samping. Dalam pandangan buram dia dapat melihat sebuah mobil silver yang menabrak pohon besar.


Bagian depan mobil itu rusak parah. Pintu depan mobil setengah lepas dari engselnya dalam keadaan terbuka dengan kaca jendela hancur berkeping-keping.


Duduk di kursi pengemudi, terlihat seorang wanita yang tidak sadarkan diri dalam kondisi bersandar di jok. Gaun putih gading wanita itu berlumuran darah. Tangannya terkulai di sisi tubuhnya.


Yuriel mengerjap-ngerjapkan matanya untuk memperjelas penglihatannya. Setelah beberapa saat, pupil matanya bergetar. Napasnya tercekat di tenggorokan.


Tidak!


Mulut Yuriel terbuka hendak mengatakan sesuatu di tengah napasnya yang terengah-engah. Air mata mengalir di sudut matanya saat dia bergumam lirih memanggil nama wanita itu.


“Yu ... Yunifer!”

Wajah wanita itu sangat akrab dalam kepalanya. Wajah yang selalu dia lihat ketika bercermin.


“Yun ... nifer ....”


Napasnya putus-putus Dari ujung matanya dia dapat melihat api merambat di sekitar mobil itu. Yuriel mengerahkan kekuatannya mencoba untuk bangkit dari genangan darahnya, namun justru rasa sakit luar biasa yang dia dapatkan. Dia bahkan tidak bisa menggerakkan ujung jarinya.


“Ku ... moh ... hon!” Yuriel melihat dengan putus asa ke arah wanita dalam mobil itu ketika api mulai membesar.


Yunifer!


Pandangannya mulai memburam. Hal terakhir yang dia ingat adalah api besar membakar mobil itu diikuti suara ledakan sangat memekakkan telinga, lalu semua menggelap.


***

“Riel! Riel! Riel.”


Sosok gadis kecil berusia sepuluh tahun berlari dengan gembira menghampiri gadis yang duduk di ayunan.


Dia memiliki wajah yang sama persis dengan gadis yang duduk di ayunan.

Riel adalah nama panggilan Yuriel, mendongak dan tersenyum kecil melihat senyum penuh kebahagiaan di wajah saudarinya.


“Aku diadopsi! Riel, aku diadopsi! Aku akan memiliki keluarga.”


“Selamat ya Yunifer.” Yuriel tersenyum, lalu tertunduk dengan lesu.

Gadis kecil dipanggil Yunifer itu terdiam. Senyum kebahagiaan di wajahnya perlahan memudar. Dia terlalu bahagia hingga lupa memerhatikan perasaan Yuriel.


Dia memahami pikiran Yuriel. Bagaimana pun mereka adalah saudara kembar. Yunifer menunduk memandang muram sepatu lusuh yang dikenakannya.

“Aku dengar hanya aku saja yang diadopsi. Tapi jangan khawatir aku akan membujuk orang tua angkat untuk membawamu juga,” ujarnya meraih tangan Yuriel penuh tekad.

Yuriel langsung mengangkat kepalanya dan menggeleng.


“Jangan, kita tidak boleh merepotkan orang tua angkatmu.”


“Tapi aku mau kita tetap bersama.” Yunifer cemberut dengan mata berkaca-kaca.


Yuriel hanya tersenyum sedih dan menggenggam tangannya.


“Tapi tidak mudah untuk mendapat orang tua angkat. Kau tahu sulit bagi anak-anak di sini untuk diadopsi. Kamu jangan sedih hanya karena kamu satu-satunya yang diadopsi.”

Sejujurnya dia tidak ikhlas. Yunifer adalah satu-satunya saudara kandungnya dan mereka tidak pernah berpisah selama ini.


Tetapi ada orang mengadopsi Yunifer karena menyukai sifatnya yang ceria. Sayang kedua orang tua itu tidak bisa mengadopsi mereka berdua sekaligus.


Orang tua angkat Yunifer hidup berkecukupan dan memiliki penghasilan pas-pasan. Mereka hanya sanggup membesarkan satu anak.


Yuriel merelakan adiknya karena itu yang terbaik untuknya.


Air mata Yunifer mengalir.


“Jangan khawatir. Kita pasti akan bertemu lagi.” Yuriel menghapus air mata adiknya.


“Baik kak, saat aku besar dan sukses nanti, aku pasti akan membawamu bersamaku.”

Yunifer tersenyum lebar memamerkan deretan gigi putihnya. 

Orang tua angkat Yunifer datang untuk menjemputnya. Yuriel hanya bisa menyaksikan saat saudari kembarnya dibawa pergi oleh orang tua angkatnya.

Yunifer berbalik dan melambai padanya sebelum masuk ke dalam mobil silver orang tua angkatnya.

Yuriel menyaksikan saat mobil yang dinaiki Yunifer berjalan meninggalkan panti asuhan. Tiba-tiba sebuah truk melaju dan menabrak mobil itu.

Mata Yuriel membelalak kala mobil silver itu terbakar dalam ledakan keras

“Tidaaak! Yunifer!”

Yuriel tersentak bangun. Dia terengah-engah, matanya terbuka lebar-lebar menatap langit-langit putih di atasnya.

Mimpi buruk, pikirnya. Sekujur tubuh basah oleh keringat.

Setelah beberapa saat menenangkan napasnya, Yuriel mengerjap menatap ke sekelilingnya. Dia tampak berada di sebuah ruangan bercat dinding putih dengan bau obat-obatan yang menusuk penciumannya.

Ini rumah sakit, batinnya memejamkan matanya dan menenangkan napasnya yang tidak beraturan. Bunyi monitor yang memantau organ vitalnya bergema di kamar rawatnya menunjukkan pergerakan organ vitalnya.

Sunyi.

Tidak ada siapa pun di kamar rawatnya. Hanya suara gema monitor mengisi keheningan kamar. Yuriel sudah terbiasa dengan kesunyian seperti saat dia tinggal sendiri di kamar kosnya dengan ditemani suara jam yang berdetak detik demi detik.

Dia tidak membutuhkan siapa pun untuk menemaninya. Dia sudah terbiasa sendirian. Namun sekarang kesendirian ini sangat mencekiknya.

Yuriel tiba-tiba membuka matanya.

Tidak! Dia tidak sendiri. Dia masih memiliki Yuriel, saudara kembarnya yang selalu dirindukannya.

Gadis itu bangkit dengan terburu-buru. Seketika pening menyerang kepalanya. Yuriel menggelengkan kepalanya mengusir pening. Dia mencabut infus di tangannya lalu turun dari ranjang.

Seketika rasa sakit menyerang sekujur tubuhnya. Yuriel jatuh terduduk gemetar di lantai. Tapi dia tidak peduli dengan luka-lukanya yang belum sembuh pasca kecelakaan.


Sambil memegang lengannya yang dibalut gips, dia bangkit dan berjalan keluar dari kamar rawatnya dengan menopang di dinding.

Seluruh wajah Yuriel pucat pasi dengan keringat dingin mengalir keluar melalui pori-pori kulit menahan rasa sakit di sekujur tubuhnya. Tapi dia tidak memedulikannya. Hanya ada Yunifer, saudara kembarnya di kepalanya.

Yuriel tidak bisa melupakan gambar api besar membakar mobil dan suara ledakan yang memekakkan telinga. Dia memejamkan matanya membiarkan air matanya mengalir. Bibirnya bergetar menyebut nama saudarinya.

Yunifer, kau juga selamatkan?

Yuriel jatuh terduduk di lantai lorong rumah sakit. Dia tidak memedulikan pandangan aneh orang-orang di lorong itu. Seluruh tubuhnya bergetar, air mata perlahan mengalir di pipinya.

“Nona, apa kau baik-baik saja? Sini saya bantu.” Salah satu perawat menghampirinya dan memegang lengannya, membantunya untuk berdiri.

Yuriel menepis kasar tangannya. Dia berdiri dengan susah payah. Suster itu mencoba membantunya tapi Yuriel menepisnya sekali lagi

“Nona, kondisi Anda sangat buruk.”

“Enyah!” Dia membentak suster itu.

Yuriel merasakan kebencian terhadap orang-orang di sekitarnya.

Dia tidak membutuhkan bantuan siapa pun! Mereka tidak akan pernah mengulurkan tangan padanya bahkan jika dia memohon.

Wajah Yuriel memucat, napasnya terengah-engah. Pandangannya terlihat kabur. Dia terus tidak memedulikan hal itu.

Yuriel menggelengkan kepalanya. Dia ingin cepat-cepat bertemu dengan Yunifer. Hanya dia satu-satunya keluarganya dan orang yang paling dia pedulikan.

Yuriel tidak bisa berjalan lebih jauh lagi. Pandangannya semakin memburam. Tubuhnya terhuyung ke depan. Sebelum dia jatuh ke lantai, sebuah tangan kekar menahan tubuhnya.

“Apa lagi yang coba kau lakukan!”

Suara itu sedingin es, dan penuh dengan kemarahan yang tersembunyi menyapa pendengaran Yuriel.

Dalam pandangan buram dia melihat wajah tampan seorang pria menatapnya dingin.

“Kau siapa?”


Hanya itu yang dikatakannya sebelum kehilangan kesadaran.

Komen (4)
goodnovel comment avatar
Tety Nora Simanjuntak
kerennn novelnya
goodnovel comment avatar
Hafidz Nursalam04
ajjwjwjwkwkwllw
goodnovel comment avatar
Nabila Salsabilla Najwa
Bagus ceritanya
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status