This story contains adult themes, violence, and drug use. It's intended for mature audiences only. If you are uptight, puritanical, easily offended, or lacking a sense of humor, please stop reading this!
It comes with all the trigger warnings and nothing is safe for work. This story may upset you, anger you, or cause you to become hopelessly addicted to my updates.
Read at your own risk!
❌DON'T COPY PASTE❌
C o p y r i g h t
This is a work of fiction. Names, characters, businesses, places, events, locales, and incidents are either the products of the author’s imagination or used in a fictitious manner. Any resemblance to actual persons, living or dead, or actual events is purely coincidental.
Copyright © 2020 by Lady Andrea
__________
PROLOG
Vander menarik dirinya dan juga Chloe untuk berdiri di depan sebuah cermin di dalam ruangan. Ia menyuruh gadis itu untuk memejamkan matanya, lalu memasangkan sesuatu ke leher jenjang gadis itu.
"Buka matamu."
Chloe membuka kelopak matanya lamat-lamat lalu mendapati pantulan dirinya di depan kaca. Ada sesuatu yang berbeda dari penampilannya, terutama pada lehernya.
Ada setangkai mawar hitam yang tergantung disana. Dirantai dengan emas dan bersanding dengan bandul tengkorak.
Vander sengaja membelikannya sebagai hadiah ulang tahun untuk Chloe. Mawar hitamnya terbuat dari black diamond yang langka. Dan mata pada tengkoraknya juga terbuat dari permata. Belum lagi rantai emasnya. Sudah pasti kalung tersebut ditafsirkan dengan harga fantastis.
"Wow, kalung ini sangat bagus dan...unik. Tapi apa artinya bandul-bandul ini?" tanya Chloe sambil mengusap bandul di lehernya.
"Beauty and the beast?" tebak Chloe terkekeh.
Vander menggeleng. Kemudian memeluk gadis itu dari belakang dan berbisik, "Angelic Demon and The beast."
Chloe hanya bisa terdiam sambil menatap pantulan dirinya dan Vander di cermin. Sedangkan Vander membiarkan gadis itu hanyut dalam sentuhan hangatnya dan merasakan aroma woody dan citrus yang menguar dari dalam tubuhnya. Sengaja untuk menjerat wanita licik itu.
Walaupun ruangan itu minim cahaya, Vander dapat melihat wajah Chloe yang memerah. Ia tahu wanita itu menahan gairahnya. Dan saatnya ia mengacaukan segalanya.
"Kau ingin aku memaafkannmu soal yang kemarin, bukan?" tanya Vander beralih menggigiti tengkuk mulus Chloe. Sengaja agar gadis itu semakin tersesat.
Seketika tubuh Chloe menegang, matanya memejam dan tangannya dengan reflek menggenggam tangan Vander di perutnya yang entah sejak kapan sudah menari-nari di balik gaun tipis-ketatnya.
"Chloe, jawab aku!" sentak Vander sedikit geram.
"Ya-ya? Tentu saja. Bukankah kau sudah memaafkanku? Buktinya kau datang kesini dan memberiku hadiah," jawab Chloe mencoba mengembalikan kewarasannya. Ia sedikit terengah-engah sekarang.
Vander menggeleng dengan seringaian yang menambahkan kesan beast di wajahnya yang tampan.
"Lantas apa yang harus kulakukan agar kau memaafkanku?"
"Mudah bagimu," desis Vander.
Kembali menggoda Chloe dengan sedikit kecupan di lehernya yang mendongak seolah memberikannya akses untuk Vander jelajahi.
"A....Apa itu?" desah Chloe.
"ONS," tegas Vander.
Menatap Chloe dari pantulan cermin dengan sorot mata tajam dan sunggingan disudut bibirnya."A-ap-" Raupan dibibirnya menghentikan ucapannya sejenak.
Vander melepas lagi pagutannya... lalu berbisik di samping telinga Chloe, "Aku sudah datang kesini dan memberimu hadiah yang sangat mahal. Kau harus membayarnya dengan tubuhmu. Mudah, bukan?"
______________
❌DON'T COPY PASTE❌
Setelah libur musim dingin selama kurang lebih satu bulan, semester musim semi pun dimulai. Pada dasarnya, cuaca di New York masih dalam keadaan musim dingin. Salju masih ada dimana-mana dan temperatur masih minus di bawah nol derajat celcius. Namun, rerumputan yang tadinya gundul dan kering, sebagian sudah berubah menghijau, bunga-bunga dengan aneka warna bermekaran, dan pepohonan sudah mulai berdaun kembali. Sungguh pemandangan yang menghangatkan hati, tetapi perasaan senang dan gembira itu berubah menjadi kekesalan untuk seorang Vander. Ya, laki-laki bertubuh besar dengan balutan jaket tebal disertai bingkaian kaca mata petak di wajahnya, juga rambut klimis yang disisir rapi ke belakang itu sedang mendapati kesialannya pagi ini. Bagaimana tidak? Di h
"Open the gate!" Vander berteriak di depan sebuah gerbang bangunan lama yang merupakan pabrik sepatu yang tidak terpakai lagi. Di depannya terdapat simbol besar Alchemy yang melambangkan emas— lingkaran dengan titik hitam sebagai pusatnya disertai mahkotanya. Bangunan itu sebenarnya merupakan properti milik keluarga Paul Turner yang merupakan pemimpin kelompoknya. Dan sekarang beralih fungsi menjadi markas besar kelompok mereka— The Midas. The Midas yang artinya sendiri adalah The God of Golden touch— merupakan kelompok yang paling ditakuti di daratan detroit, Michigan. Karena pengaruhnya, tak ada satupun yang berani menentang mereka, bahkan mereka kebal akan hukum di sana. Termasuk Vanderex Zeckar. Ia adalah salah satu anggota geng itu, dan merupakan yang termuda diantaranya.
Vander tak bisa untuk tidak menekuk wajahnya dengan tampang masam. Merupakan hal yang tidak biasa dengan kesehariannya yang selalu tampak datar. Bahkan ia jarang sekali marah dan terkesan tak ingin tahu menahu dengan masalah. Selalu menanggapi setiap persoalan dengan mudah karena pengendalian dirinya yang luar biasa. Namun, kini apa yang terjadi sungguh merusak tatanan hidupnya. Wanita yang ia temui belum sampai dua belas jam itu sungguh menguras emosi dan tenaga. Bagaimana tidak? pertikaian mereka tadi disaksikan khalayak umum dan sekarang harus berhadapan dengan salah seorang polisi lalu lintas setempat yang dengan sok bijak memberi siraman rohani pada mereka selama lebih kurang setengah jam hanya karena membuat keributan di tengah jalan. Damn it! "Tuan Zeckar, apa kau sedang
Tidak seperti biasanya— pagi ini Vander bangun tepat waktu. Ia sendiri cukup terkejut mendapati dirinya yang tidak kesiangan. Bahkan ia terbangun sebelum bunyi alarm. Suatu pencapaian yang membuatnya ingin tertawa. Padahal biasanya ia terlambat bangun karena baru bisa terlelap saat fajar. Kini ia bisa tersenyum cerah, karena akhirnya bisa melakukan ritual sarapan pagi bersama ayah dan ibunya dengan benar. Ayah dan Ibu Vander saja merasa seperti mendapatkan kejutan saat melihat sang anak duduk manis sambil memakan sarapannya dengan tekun. Padahal selama ini Vander terkenal susah ditemui pada pagi hari. Entah itu karena masih tidur atau terburu-buru bak orang dikejar setan. Ini seperti apa yang diharapkan Vander untuk mengawali harinya; bangun pagi, sarapan bersama, mengikuti kelas paginya tepat waktu dan bekerja hingga sore hari lalu pulang untuk
"Dad?" Suara bruk terdengar ketika tubuh gadis itu terjatuh dan mendarat diundakan tangga dengan posisi terduduk, Vander tak sadar melepas pegangannya. "Aww..." "VANDER!" Mulut Vander menganga mendapati gadis yang berada dalam bopongannya tadi terjatuh. Dan saat ia beralih ke suara ayahnya, pria paruh baya itu sedang membelalakkan mata padanya. "Kenapa diam? Segera angkat gadis itu! Kau mencelakainya." Vander tersadar. Segera Vander mengikuti instruksi ayahnya untuk menolong Chloe. Dengan gerakan kakunya yang terkesan terburu-buru, ia mengangkat gadis itu. "Aww.. you hurt me." Chloe meringis lagi.
"Louis Miller?" Vander memandang ke arah pria bersurai perak dengan bathrobenya dan Chloe bergantian. Ia tak tahu kalau masa lalunya kini bisa berubah menjadi mimpi buruk. Dan seperti dejavu. Lagi. Ia menemukan pria yang ia kira sahabatnya itu menjadi benalu di hidupnya. Pria bernama Louis itu terkejut, "Vander? Is that you? Kau bersama... Chloe?" Memerhatikan penampilan baru Vander yang dengan kacamata. Tak lagi berlari seperti masa lalu. Vander maju selangkah dan memberi pukulan telak pada rahang Louis. "Terima kasih untuk kembali karena aku belum memberi salam perpisahanku dengan benar dulu. Goodbye, Jerk!" Setelah merubuhkan Louis yang tak bisa berkutik, Vander beralih ke ar
Suara langkah kaki dari lantai atas terdengar sedikit gaduh, disusul dengam suara kursi bergeser, membuat Zallyn mengalihkan pandangannya ketika ia baru saja mengangkat waffle dari cetakannya.Wanita paruh baya itu cukup terkejut dengan kehadiran putranya di pagi hari.Lantas ia bertanya sambil mengerutkan keningnya. "Vander, kau bangun pagi lagi? Apa ada kelas pagi hari ini?"Vander duduk di meja makan saat ibunya membalikkan badan dari arah pantry menghadapnya. Sepertinya paruh baya itu belum terbiasa dengan kebiasaan baru anaknya- bangun pagi."Ada janji dengan dad, Mom. Lagipula tidak ada kelas hari ini."Sang ibu berjalan ke arah meja makan seraya mem
Setelah menurunkan Chloe di salah satu gedung tua berbatu bata merah yang hanya beberapa blok dari rumahnya. Vander dan ayahnya kembali dalam keheningan tak berujung.Bahkan sampai mereka di garasi rumah, Vander tetap menunjukkan aksi tutup mulutnya. Dan menghindar cepat dari sang ayah yang kini memasang tanda tanya besar di wajahnya saat anaknya berlalu masuk ke dalam rumah."Vander, Daddy ingin bicara padamu. Kita bicara di halaman belakang," ucap Ayahnya saat Vander sudah separuh jalan di tangga menuju kamarnya.Vander memejamkan matanya kesal. Tak bisakah ia diberikan waktu barang sebentar untuk menenangkan dirinya? Ia takut dirinya hilang kendali di depan ayahnya saat gejolak emosinya sedang tak menentu.Namun itu yang mereka butuhkan kini. Vander tak bisa harus terus menerus