Share

BAB PERTAMA :

Amor selalu bangun pukul lima pagi untuk mencoba membantu Bude Ani mengantar dagangannya ke pasar dan berjualan tempe di langganan biasa. Mereka mengejar jam pagi untuk mendapatkan sedikit rezeki agar tidak ketinggalan pelanggan.

   Langgan tetap yang menjadi pedagang di pasar, biasanya akan lebih pagi. Memang Bude Ani membuat tempe dan menjualkannya di pasar. Lalu berbelanja untuk kebutuhan kedainya juga dia lakukan sebelum berangkat ke pasar. Kemudian setelah itu, ia jualan sampai pukul sepuluh pagi. 

Usai berdagang, biasanya Bude Ani mengantarkan pesanan Bu Yanti. Bude Ani dan Bu Yanti adalah teman. Mereka pernah tinggal di panti yang sama. 

Setelahnya dia akan belanja dan mengantar bahan makanan ke panti. Dulu, sebelum dia berani untuk tinggal sendiri, kira-kira 4 tahun lalu, dia tinggal di panti. Bu Yanti pemilik panti itu menawarkan ikut bersamanya saat masih berumur 11 tahun. Saat itu, ia seorang diri di jalanan. Tengah mengais rezeki demi sesuap makanan.

 Saat itu dia baru pergi dari rumah, mendengar namanya disebutkan dia sudah merasakan bahwa ini tak akan pernah berakhir baik, pergi adalah jalan terbaik.

      Padahal ayahnya melihat dia saat itu tapi tak ada pencegahan sama sekali.

Memang dia tak berguna, untuk apa dicegah? Hanya akan membuat pusing saja, pikirnya. Tanpa sadar, ia menggelengkan kepalanya dan menjadi pusat perhatian anak-anak di Panti.

       “Kak, kenapa?” Angel seorang anak kecil masih berumur 7 tahun, ditinggalkan orang tuanya karena kecelakaan. Sedangkan saudaranya tidak ada yang mau mengurus. Itu sebabnya dia harus berada di panti ini. Miris memang hidup ini. Ada banyak orang-orang baik, tetapi banyak juga yang tidak—minus rasa kemanusiaan.

"Ah maaf, Kak, lupa. Bukan apa-apa," ujarnya. Terlalu asik memikirkan hidup ini, dia sampai lupa bahwa sudah sampai di panti.

Panti Kasih Ibu. Begitulah namanya. Kenapa bukan Harapan? Atau apa pun itu? Kata Bu Yanti agar anak-anak merasakan bahwa Kasih Ibu tetap ada walau mereka tak bersama.

Lucu? Tidak sih. Tetap ada anak yang berpikir bahwa orang tua mereka sudah meninggal padahal meninggalkan karena dosa yang membuat dia malu justru anaknya yang terhujat. Ah, sudahlah.

"Amor, bawa apa, Nak?" Ibu Yanti tergopoh dari belakang karena memukul kucing yang baru saja keluar.

"Ini, Bu, belanjaan seperti biasa Ibu pesan. Dan ini ada sisa tempe juga tahu buat adik-adik. Amor belum punya uang buat beliin lebih,” ujarnya. Dia tersenyum saat mengatakannya.

"Tidak usah, Nak. Jika tidak ada jangan dipaksa." Bu Yanti tersenyum lembut sembari mengusap pundak Amor.

      Dia bingung dengan kedua orang tua Amor, anak sebaik ini kenapa harus dibuang? Kesalahan mereka bukan kesalahan anak. Tapi dia tak mau ambil pusing, dia berusaha menjaga Amor. Sebenarnya dia menyuruh Amor sekolah dan tinggal di sini saja tapi memang dasar anaknya tidak mau, ya mau bagaimana? Katanya biar mandiri. Padahal selama di sini pun dia tak pernah merepotkan.

“Ya sudah. Ayuk, masuk dulu. Kita lagi kedatangan donatur semalam. Dan puji syukur dapat banyak makan enak buat anak-anak.”

Ibu Yanti tersenyum memandang anak-anak yang sudah mulai ke meja makan. Dia membangun tempat ini sendirian dari sisa tabungan almarhum suaminya. Dia sudah menjanda sejak 20 tahun lalu, tidak mau menikah lagi, cukup membesarkan anak semata wayangnya yang sekarang menjadi tentara di Papua dan belum menikah sampai sekarang. Ia juga memiliki kebun di sekitar panti dan beberapa rumah kontrakan yang dia kontrakkan untuk menyambung hidup. Karena anak di panti sudah mendapat donatur.

      Itu sebabnya, dia bersedia menyekolahkan Amor karena sudah dianggap sebagai anaknya sendiri.

"Kamu sekolah jam berapa masuknya? Masih OSPEK kan?"

"Iya, Bu, ini hari ketiga. Gak apa-apa, Bu. Telat sedikit nanti paling dikasih hukuman aja,” ucapnya seraya tersenyum simpul.

"Ya, tapi kalau bisa jangan. Kamu pakai motor kak Angga saja ya. Orangnya juga tidak ada di sini kok. Ibu gak pandai kalau tidak motor matic.”

"Gak usah, Bu. Naik angkot saja." Amor menolak.

"Eeh, jangan. Pakai saja motor kakakmu itu. Tidak apa. Nanti telat kalau pakai angkot. Kamu bawa baju ganti, 'kan? Mandi di sini saja, Ibu mau beres-beres belanjaan ini sekalian masak untuk siang."

 Memang Ibu Yanti bisa memasak tiga kali sehari karena tidak semua anak di panti seleranya sama. Tapi mereka tidak merepotkan dengan meminta hal yang jauh di luar jangkauan, jadi masih amanlah.

Amor tidak bisa lagi menolak. Dia takut jika mengelak, Bu Yanti pasti akan sedih dan kecewa. Dia tak mau lagi mengecewakan orang lain. Sudah cukup kedua orang tuanya yang kecewa jangan lagi orang yang sayang padanya dan menjaga dia selama ini bersedih. Dia takkan sanggup. 

***

Kegiatan paginya selesai dan dia akan berangkat ke sekolah. Karena Bu Yanti sudah memberikan dia izin untuk menggunakan motornya, maka dia akan memakainya meski sebenarnya dia kurang nyaman,

     Tapi dengan begitu dia akan cepat sampai ke sekolah dan kebetulan ini adalah hari ketiga dia mengikuti OSPEK. Jadi, usahakan jangan terlambat. Dua hari berturut-turut dia tidak terlambat walau pas-pasan waktu bel akan berbunyi. Setidaknya masih bisa ditolerir, pikirnya.

Dia sampai dengan selamat dan memarkirkan motornya di parkiran khusus sepeda motor. Dia melihat kembali sekolah ini. Sudah tiga hari dia masuk sekolah, tapi lagi-lagi dia menatap takjub dan tidak percaya akan apa yang terjadi.

Setelah semua yang terjadi, dia tidak bisa bermimpi indah karena sudah cukup dengan mimpi buruk yang selalu menjadi bunga tidurnya.

Sama seperti sekarang dia akan menikmati setiap waktu yang Tuhan berikan saat ini sampai nanti waktunya tiba, dia akan kembali dibuang. Namun, sebentar saja dia mau menikmati hari-hari yang tidak seberapa ini. Dia pun tidak akan tahu berapa lama dia bisa hidup tenang sebelum semuanya akan kembali ke dasar. Semula dia beradaka

 "Heh, anak baru?" Raya senior yang kebetulan adalah panitia OSPEK bagian kegiatan memanggilnya.

"Iya, Kak," jawabnya tenang. Sangat tenang dan tanpa ekspresi sampai-sampai Raya pikir dia orang gila atau apa. Bukannya ingin mengejek tapi Raya khawatir dan merasa dia tidak bisa berbaur, takutnya dia yang tidak nyaman.

"Kamu melamun pagi-pagi. Jangan melamun di parkiran. Sana, berbaur dengan temanmu. Mereka sudah akan berbaris. Kami lagi menunggu siapa saja yang terlambat." Raya menjelaskan karena juniornya ini terlihat agak bingung kenapa dia di sini dan menyuruhnya langsung berbaris.

"Kita OSPEK hanya sampai besok. Dan besok terakhir sebelum dua hari lagi kita akan menginap. Jadi hari ini dipercepat saja. Memang tidak ada pemberitahuan. Tapi, biar nanti sampai siang kalian masih bisa menyiapkan diri untuk besok. Karena terakhir besok juga hukuman pasti lebih berat. Hari ini kita hanya pengenalan tentang sekolah. Sudah sana!"  Raya menyuruhnya pergi, dan Amor pun mengangguk.

"Siapa, Ray?" tanya salah satu temannya.

"Anak baru. Aku kasihan melihatnya. Tapi, entahlah. Seperti pernah melihat dia sebelumnya. Atau aku salah orang kali ya? Soalnya kan banyak juga sih yang mirip. Tapi ini beneran, aku seperti melihat mata seseorang di matanya,” katanya sambil mengedikkan bahu,

"Kali aja cuma mirip doang. Atau saudaranya," ujar Natalie

"Iya kali aja," ujar temannya yang lain. Raya hanya mengangguk. “Semoga saja dia betah dan semakin baik di sini.” Kemudian ia berlalu bersama temannya.

Jangankan temannya, dia pun heran dengan dirinya sendiri. Walau sebenarnya tidak ada yang salah dengan menghawatirkan orang lain. Hanya saja selama ini Raya agak cuek. Dan dia juga tidak terlalu akrab dengan yang lain kecuali Natalie dan Amel. Orang lain menganggap dia sombong walau sebenarnya tidak. Dia hanya tidak ingin terlibat terlalu jauh dengan urusan orang lain.

      Tapi entah kenapa melihat Amor dia merasa khawatir dan ada rasa kasihan di dalamnya. Mungkin karena dia anak satu-satunya dan orang tuanya sibuk, jadi dia seperti pernah melihat dirinya di dalam Amor.

 

...

...

...

@Fatamorgana16

 

Senin, 01 Maret 2021.

Riau.

 

 

(**)

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Luisana Zaffya
Uhuyyyyy..... Nice story
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status