Share

Intuisi

Melihat tubuh molek yang terbuka dan terpampang di hadapannya, membuat lelaki itu tidak berkedip. Ia menengadah menatap wajah cantik Alika dengan napas memburu dan penuh nafsu.  

Tangan wanita itu membelai lembut kepala kekasihnya, membawanya perlahan agar bersandar pada bantalan atas sofa. Adit mendongak ke atas, mengarah langit-langit apartemen yang senantiasa menjadi saksi kisah kemesraan mereka selama tiga tahun ini.  

Jemari lentik itu bermain-main dengan kelembutan yang memabukkan. Perlahan-lahan, ujung jari menelusuri setiap inci kulit dari dahi, hidung, bibir, dagu lalu merambah area leher lelaki itu sebelum melumat bibir kekasihnya dengan lembut tapi penuh tekanan.  

Keduanya sudah tidak bisa menahan diri untuk berlanjut, rasa menginginkan lebih dan lebih membuai perasaan mereka. Wanita itu mengambil inisiatif untuk memulai. 

Sambil tetap memagut bibir, tangannya sibuk membuka pakaian bagian bawah kekasihnya, ia mengelusnya sambil memejamkan mata. Sementara, tangan lelaki itu pun tidak sabar untuk melorotkan pakaian terakhir wanitanya.  

Penyatuan diri dimulai, Alika telah duduk pada pangkuan kekasihnya, merasakan denyut sensasi yang selalu membuatnya merindukan hal itu, lagi dan lagi. Keduanya bercinta dalam irama pelan, menikmati setiap sensasi rasa yang berbalut kenikmatan pada setiap gesekannya.  

Desahan demi desahan, mengambang di udara bercampur peluh. Namun, keduanya belum ingin mengakhiri perjalanan indah mereka. Lelaki itu masih ingin menikmati bermain-main dengan sesuatu yang menyembul bulat dan indah pada dada Alika. 

Sementara mulut wanita itu menceracau tidak jelas sambil menatap Adit dengan pandangan sayu menahan seluruh gairah yang mendesak untuk meledak. Kelembutan dari sentuhan dan hisapan sang kekasih, nyaris membuatnya tidak sadarkan diri. 

Sampai pada satu titik,  napas keduanya tercekat menikmati hasrat mereka. Tidak lama kemudian, tubuh lelaki itu menegang bersamaan dengan gerakan Alika yang  mulai tidak terkendali, disertai lolongan panjang dari mulut mereka. Beberapa detik kemudian, Adit dan Alika terkulai lemas, mereka saling berpelukan erat sebelum wanita itu menghempaskan tubuhnya di samping Adit. 

Kedua tangan saling menggenggam, senyum tipis kelegaan menghiasi wajah berona merah mereka. Kegiatan yang memicu jantung berdetak cepat itu membuat mereka mengantuk hingga keduanya tertidur dengan posisi Alika masih dalam dekapan lelaki bertelanjang dada tersebut. 

Tiga puluh menit berlalu dari pergumulan itu, Adit terbangun oleh suara getaran dari telepon genggamnya yang cukup nyaring karena diletakkan di atas meja kaca. Ia menoleh ke samping, tampak Alika masih lelap bersandar pada bahunya. 

Dengan hati-hati, Adit menggeser tubuh pelan-pelan sambil mendekap wanitanya, membawa kepala Alika agar tergolek di atas sofa hingga ia bisa bangkit berdiri sempurna tanpa membangunkan wanita itu.

Lalu dengan cepat, tangannya meraih benda pipih berwarna hitam dari atas meja. Ia melihat notifikasi pesan masuk, lalu membuka password pada layar sambil melangkah ke kamarnya hendak mengambilkan selimut untuk menutupi tubuh Alika yang telanjang.

Langkah Adit terhenti, jantungnya kembali berdetak kencang, ia menatap layar telepon genggam dengan perasaan terkejut. Tanpa sadar ia menoleh kepada kekasihnya yang masih terlelap tanpa busana. Wajah cantik ditopang tubuh yang seksi dengan mimik polos tanpa dosa. 

Untuk beberapa saat dia kebingungan. Namun, hatinya bergolak antara Alika dan rasa rindunya kepada wanita lain, yaitu Reina Jillian yang telah memporak porandakan perasaannya di masa lalu.

"I want to see you, Dit. -- R"

Adit tercekat dan seketika menahan napasnya. Dilema batin antara ingin melepas rindu dengan menemui Reina atau memilih untuk mengabaikan pesan itu. Lagi-lagi ia menoleh ke arah Alika dengan tatapan memohon maaf, sejujurnya ia sangat tergoda untuk menemui Reina tanpa harus diketahui oleh kekasihnya. 

Jemarinya mengetik balasan untuk pesan tersebut dengan ragu-ragu meskipun akhirnya ia menekan tombol send. 

"Kapan?"

Lelaki itu menyandarkan tubuhnya pada dinding. Ia merasa mendadak lemas setelah mengirim pesan balasan tersebut. Ada terbersit sedikit rasa bersalah pada wanita yang telah bersamanya selama tiga tahun. Wanita yang selalu memperlakukan dirinya dengan baik meskipun sering ia berbuat kasar dan menyakiti hatinya berulang-ulang. 

Setelah menenangkan dirinya sejenak, Adit melanjutkan langkah menuju kamar dan meraih selimutnya. Ia bergegas kembali ke ruang tamu lalu menyelimuti Alika dengan hati-hati. Kemudian ia beranjak lagi menuju ke kamar mandi untuk membasuh diri, menghilangkan sisa-sisa keringat yang mulai terasa tidak nyaman. 

Setelah berpakaian kembali dengan kaus yang diambil dari lemari pakaian, ia memeriksa telepon genggamnya. Jawaban yang ia berikan untuk pesan dari Reina masih menggantung. Wanita itu belum membalas pesannya.

Umpan telah dilempar, meskipun dirinya ragu atas jawaban itu, tapi justru membuatnya sangat penasaran dan cukup resah menunggu jawaban. Ia merasakan kembali gairah yang dulu pernah ada untuk Reina. 

Dengan langkah gontai ia menuju dapur, menyalakan pemanas air dan meracik kopi. Lelaki itu membutuhkan doping untuk menenangkan keresahannya, karena di benaknya terus bolak-balik cerita antara masa lalu dengan Reina dan masa kini dengan Alika. 

"Ah! Gua rasa ... gua mencintai dua-duanya! Gua masih ingin bersama Reina tapi gak mau kehilangan Alika!' batin Adit gamang. 

Air telah mendidih, ia menuangkannya ke atas kopi di dalam cangkir, lalu mengaduknya dengan cepat. Lelaki itu melangkah menuju ruang tamu, dilihatnya Alika masih belum berubah posisi, wanita itu benar-benar tidur lelap.

Adit menghempaskan dirinya pada sofa tunggal setelah meletakkan cangkir di atas meja. Di tangannya tergenggam erat benda pipih yang tidak ingin ia letakkan lagi di sembarang tempat. 

Menunggu balasan yang tidak kunjung tiba, Adit semakin resah. Kopi yang dibuatnya sudah tidak panas lagi, walaupun begitu ia tetap menyesapnya. Melabuhkan setiap resah hati pada setiap tegukan dari cangkir kopinya. 

Ia membuka telepon genggam itu dan memeriksa seluruh akun media sosialnya, alih-alih menunggu balasan dari Reina, dengan berharap akan semakin cepat sampai tapi gawai itu membisu. 

Sudut matanya menangkap gerakan dari samping. Alika menggeser tubuhnya, perlahan kelopak matanya terbuka sedikit lalu ia menoleh kepada Adit sambil memicingkan matanya karena silau oleh lampu. 

"Dit, aku ketiduran di sini? Kenapa gak dibangunin sih?" Alika berusaha duduk dan seketika merasa malu karena masih telanjang dibalik selimut. 

"Hm ... bajuku mana, Dit?" tanyanya sambil mencari-cari ke arah kolong meja dan samping kiri-kanan kursi. 

Adit yang masih merasa kacau dan galau, hanya mendengus sambil mengangkat bahunya tanda ia tidak peduli pada kesulitan Alika saat itu. Dia telah kembali menjadi lelaki yang bersikap brengsek kepada Alika yang telah memberinya kesenangan beberapa saat lalu dengan penuh cinta. 

"Carilah sendiri, gua mau tidur," tukas Adit sambil bangkit dari duduknya dan berlalu menuju kamar, menggenggam erat gawainya. 

Alika terdiam, ia merasa heran dengan perubahan sikap kekasihnya yang begitu mendadak. 'Ada apa dengan dia sewaktu aku tertidur tadi?' batin Alika. Sesuatu dalam hatinya merasa tidak enak. 

Dia telah berhasil mengumpulkan pakaiannya yang bercecer di lantai, lalu dengan selimut yang ia lilitkan di tubuhnya, Alika melangkah menuju kamar Adit, ia butuh ke kamar mandi. 

Wanita itu menghentikan langkahnya saat ia melihat kekasihnya merebahkan diri dengan memegang telepon genggam. Dahinya berkerut. Tidak biasanya Adit memegang gawai. Justru di antara teman-temannya, Aditlah yang paling sembrono terhadap alat komunikasi itu. 

Kecurigaan Alika semakin tebal. Perasaannya semakin tidak enak. Ia membawa beban pikirannya ke kamar mandi dan termenung lama di sana.

___to be continue

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status