Share

Satu Ruangan

"Gimana Dad?"

"Perfect!"

Rose sedang mematut dirinya didepan cermin saat ayahnya Alex keluar dari dalam kamar.

"Jam berapa kamu mau ke kantor Rose?" tanya Alex dari arah dapur.

Jarak dari dapur dengan kamar mereka hanya berbatas dinding.

Rose sedang berdiri di depan kamar dia, dimana terdapat cermin berukuran satu badan peninggalan ibunya dulu.

Ibu Rose memang senang berlama-lama di depan cermin seperti kebanyakan wanita pada umumnya.

"Sebelum jam delapan aku harus sudah tiba disana Dad." sahut Rose sambil memakai heels lima centi berwarna hitam miliknya.

"Kalau begitu kamu sarapan dulu, Dady buatkan omelette mau?"

"Boleh ... tapi jangan lama-lama Dad."

Alex dengan sigap mengambil tiga butir telur dari dalam lemari pendingin, dan mulai meracik bumbu untuk sarapan omelette mereka berdua.

Lelaki paruh baya ini ingin memberikan semangat pada anak semata wayang mereka melalui makanan yang sejak kecil sangat disukai oleh Rose.

"Sebelum tanda tangan kontrak dibaca dulu isinya baik-baik Rose, walaupun gaji yang ditawarkan tinggi tapi kamu juga harus lihat ketentuan dan syaratnya yang lain!" ujar Alex mengingatkan.

Mereka sudah duduk berhadapan di depan meja makan dengan sepiring omelette yang masih mengepul diatas meja, serta air putih hangat disamping keduanya.

"Iya Dad." sahut Rose meniup-niup omelette miliknya agar cepat dingin. "Jangan lupa untuk mencari satu karyawan baru untuk bekerja di toko Dad. Aku tidak mau Dady kecapean nanti," sambungnya.

Alex mengangguk dan tersenyum hangat menatap Rose anak perempuannya, wajah serta mata Rose sangat mirip dengan istrinya.

Jika wanita yang dia cintai itu masih ada, dia pasti akan sangat bahagia dan heboh hari ini ingin ikut mengantarkan Rose pergi bekerja dihari pertamanya.

Alex rindu dengan wanita berdarah Meksiko itu, mereka sudah lama tidak pernah pulang ke negara penuh kenangannya bersama ibu Rose. 

Selesai sarapan, Alex meraih kunci mobil diatas meja dekat pintu dan menyalakan mesin untuk memanaskannya.

"Jangan lupa untuk mencari pegawai baru ditoko Dad," ujar Rose mengingatkan lagi ayahnya.

"Iya ... ayo naik." ajak Alex membuka pintu mobil dan mendudukkan dirinya dikursi kemudi.

Perjalanan menuju perusahaan A, Corp menghabiskan waktu selama kurang lebih dua puluh menit lamanya.

Semakin mendekati perusahaan tempat dia akan mulai bekerja, Rose makin dilanda kegugupan luar biasa. Tangannya mulai berkeringat dan tidak bisa duduk dengan tenang di dalam mobil.

"Tenang saja Rose, jangan gugup. Tarik nafas yang panjang lalu buang perlahan...," ujar Alex menenangkan anaknya sebelum turun dari dalam mobil.

"Doakan aku Dad."

"Selalu, Nak. Dady selalu mendoakanmu setiap saat."

Rose tersenyum dan memeluk ayahnya penuh cinta. "Hati-hati Dad, aku masuk dulu...."

Rose melangkah masuk kedalam perusahaan berlantai dua puluh sebelum melapor pada satpam yang berjaga.

Memakai rok selutut berwarna hitam dengan garis putih dan kemeja putih berpita didada, Rose menghampiri resepsionis untuk bertanya dimana dia bisa menemui bagian HRD pagi ini.

"Selamat pagi nona Rose...," sapa seorang pria dengan setelan rapinya menghampiri Rose dimeja resepsionis.

Mendengar namanya disebut, Rose berbalik dan menatap kaget seorang pria yang sempat bertemu dengan dia dua tahun lalu.

"Selamat pagi...," sapa Rose kembali dengan sopan.

"Nona bisa ikut saya, bos sudah menunggu diatas," katanya lagi.

"Baik." sahut Rose dan berjalan mengikuti lelaki itu dari belakang.

"Saya Ace, asisten pribadi bos Allen!" ujarnya memperkenalkan diri saat mereka sudah berada dalam lift menuju lantai paling atas.

"Baik Tuan Ace."

"Panggil Ace saja, aku bukan tuanmu. Tuan kita hanya satu, yaitu bos Allen!" sahut Ace dengan dua tangan disaku celana.

Mereka berdiri saling bersebelahan dengan jarak yang cukup jauh di dalam lift berukuran 2x2 itu.

"Baik tu ... ah maksud saya Ace."

Ace tersenyum tipis, wanita ini sangat polos rupanya. Tidak tahu apa yang dipikirkan oleh bosnya hingga Allen mau menerima Rose sebagai sekretaris dia, tanpa wawancara ataupun tes terlebih dahulu.

Ting....

Bunyi pintu lift terbuka, Ace berjalan lebih dulu dan diikuti Rose dari belakang.

Lantai dua puluh adalah lantai khusus CEO A, Corp dimana terdapat dua ruangan lainnya selain ruangan Allen Clarck.

Rose mengedarkan pandangan matanya keseluruh penjuru lantai ini, dimana pemandangan laut langsung tersaji ketika pintu lift terbuka.

"Silahkan nona...," ujar Ace saat pintu kayu berukir rumit dibuka olehnya.

Rose mengangguk dan melangkah dengan gugup masuk keruangan bernuansa mewah dan elegan, dengan warna abu-abu dan hitam yang kental.

Calon bosnya sedang berdiri membelakangi dia dan Ace, ketika mereka tiba disana.

"Bos, nona Rose sudah disini."

Lelaki yang tampak gagah dari belakang itupun berbalik dan menatap wanita yang selama dua tahun ini dia cari. 

Manik mata yang sama-sama biru itu saling menatap satu sama lain selama beberapa saat. 

Rose semakin gugup saat lelaki yang dipanggil Allen oleh Ace tadi datang mendekat kearahnya.

"Duduklah," ujar Allen dengan suaranya yang dingin.

Rose berjalan dan duduk disofa berhadapan dengan Allen yang sedaritadi tidak melepaskan pandangannya dari wanita yang hari ini mengikat tinggi rambut dia keatas, dengan makeup tipis diwajahnya.

Ace keluar karena merasa tugasnya sudah selesai untuk menjemput dan mengantar Rose dari bawah hingga keruangan sang Bos Mafia.

"Aku ingin mengucapkan terima kasih terlebih dahulu padamu, karena sudah menolongku waktu itu. Dan maaf karena baru bisa mengatakannya padamu hari ini, setelah dua tahun berlalu!" 

Rose mengangguk cepat dengan tangan yang saling bertaut satu sama lain, entah kenapa tatapan mata lelaki yang akan menjadi bosnya ini terasa sangat berbeda. 

Seketika Rose merasa takut dan gelisah karenanya.

"Tidak apa-apa Tuan, saya senang karena Tuan baik-baik saja setelah kejadian waktu itu...," sahut Rose jujur masih dengan rasa gugup dihati.

Beberapa kali dia membasahi bibir untuk menutupi kegugupan yang dia rasa, dan Allen memperhatikan itu semua sejak tadi. 

"Iya, aku memang selalu beruntung. Aku masih bisa bangun setelah seminggu aku kritis."

"Se-seminggu?" sahut Rose terbata tidak percaya.

Allen mengangguk dan tersenyum tipis melihat ekspresi wajah dari wanita berbibir penuh didepannya ini.

"Astaga, kamu sudah terluka parah waktu itu tapi tidak mau aku bawa kerumah sakit? Untung saja kamu selamat, bagaimana nanti kalau tidak?" sambung Rose tanpa sadar sedang mengomeli bosnya sendiri.

Allen hanya diam tidak menanggapi ucapan Rose dan menatapnya dengan dalam, hingga wanita itu tersadar dengan ucapan spontan yang keluar dari mulutnya barusan.

"Ma-maaf tuan." Rose berucap dengan wajah tertunduk malu 

Allen semakin tidak bisa menahan diri untuk tidak tersenyum. Baru sekarang dia semudah ini tersenyum dengan orang yang baru dua kali dia temui.

"Tidak perlu meminta maaf, santai saja Rose. Lagipula memang aku yang tidak ingin kerumah sakit waktu itu, jadi jangan meminta maaf untuk hal yang bukan karena kesalahanmu!" sahut Allen masih dalam mode tersenyum.

Mendengar ucapan bosnya, Rose mengangkat kepala dengan perlahan dan melihat kalau lelaki berjambang itu tengah tersenyum menatapnya. Manis sekali ... batin Rose terpesona menatap sang Bos Mafia.

"Bersiaplah, kau akan ikut denganku hari ini!"

"Ha? Mau kemana Tuan? Bukannya kita akan membahas tentang kontrak kerja aku sebagai sekretaris Tuan?" tanya Rose bingung.

"Tidak perlu. Kamu akan bekerja denganku sampai aku yang memecatmu, dan untuk gaji ... kau akan digaji sama seperti sekretaris diperusahaan yang lain ditambah bonus dan uang lembur dariku jika kamu harus bekerja diluar jam kerja!" sahut Allen santai dan berdiri menuju meja kebesarannya.

Kontrak kerja macam apa ini pikir Rose, mana mungkin dia bekerja sedangkan tidak ada kesepakatan hitam dan putih diatas kertas.

"Jangan khawatir, kontrak kerjamu akan segera menyusul Ace sedang membuatnya!" sambung Allen yang menyadari kalau Rose pasti akan protes dengan ucapannya tadi.

Rose mengangguk dan membuang nafas lega, dia harus memastikan kalau pekerjaan dia disini benar-benar sesuai dengan jabatannya sebagai seorang sekretaris.

"Mejamu ada disamping sana," tunjuk Allen disebelah kirinya.

"Ki-kita satu ruangan bos?" tanya Rose terbata.

"Iya, apa ada masalah?"

Rose menggeleng lemah, astaga ... apa memang seorang sekretaris bos besar harus berada satu ruangan dengan bosnya?

Rose ingin sekali protes tapi tidak mau dianggap terlalu banyak menuntut sebagai pegawai baru disini, rasanya tidak etis jika dia mengatur sesuatu yang sudah ditetapkan oleh bos besarnya ini.

Allen tersenyum menang, setidaknya dengan mereka satu ruangan dia bisa setiap waktu menatap wajah Rose yang telah berhasil menarik perhatian dia sejak awal mereka bertemu.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status