Share

Bulu-bulu Halus

Sebulan sudah Rose bekerja di perusahaan A,Corp sebagai seorang sekretaris. Kini dia semakin lincah dan gesit dalam bekerja. 

Semalam Ace menghubungi dia untuk pagi ini sebelum jam tujuh, dia sudah harus datang ke sebuah alamat yang Ace kirimkan melalui pesan singkat semalam pada Rose.

Dan disinilah dia sekarang, berdiri di depan sebuah cottage mewah pinggir kota dengan perasaan bingung.

Untuk apa Ace memintanya kesini? Asisten bos mereka itu tidak mengatakan secara detail apa yang harus dia lakukan pagi ini setelah tiba di alamat yang dia kirimkan.

"Selamat pagi nona...," sapa seorang wanita paruh baya memakai seragam rapi.

"Pagi...," sapa Rose kembali.

"Mari nona, ikut saya kedalam." ajaknya dan berlalu masuk kedalam cottage.

Dengan langkah pelan dan pikiran yang dipenuhi tanda tanya, Rose pun melangkah mengikuti wanita itu dari belakang. Saat pintu masuk cottage di dorong olehnya, bangunan mewah dengan lantai marmer yang mengkilap menyambut kedatangan dia disana.

Mereka menaiki tangga dan berhenti di depan sebuah pintu yang sepertinya adalah sebuah kamar.

"Silahkan masuk nona...," ujar wanita paruh baya ini sopan.

"Masuk? Untuk apa?" tanya Rose yang takut akan diapa-apakan didalam sana.

"Apa tuan Ace tidak mengatakannya pada nona?" Rose menggeleng. "Baiklah, nona akan membangunkan tuan Allen di dalam. Semalam tuan Ace mengatakan kalau nona akan datang sebelum jam tujuh."

"Apa?" kaget Rose. 

Untuk apa dia harus membangunkan lelaki dingin itu pikirnya, apa sekarang tugasnya sebagai sekretaris sudah merangkap menjadi seorang babu? Eh tapi, aku jugakan babu dia dikantor.

Rose menghembuskan nafas panjang tidak bisa berbuat apa-apa saat wanita itu mempersilahkan dia masuk kedalam setelah membuka pintu dengan sangat pelan.

"Silahkan nona, tolong bangunkan tuan Allen. Kata tuan Ace dia akan pergi ke Belanda jam delapan."

Apa? Belanda? Kalau mau pergi kenapa bukan Ace saja yang datang kesini membangunkannya dan malah menyuruhku? Kesal Rose dalam hati dan melangkah masuk kedalam kamar.

Kamar itu masih gelap, hanya ada satu lampu tidur yang terpasang di sudut ruangan. Sebelum mendekati ranjang, Rose terlebih dahulu membuka tirai agar cahaya terang bisa masuk didalam kamar.

Sesaat Rose mengedarkan pandangannya keseluruh penjuru kamar yang bernuansa klasik elegan.

Ada beberapa furniture dan satu buah lukisan besar yang menggantung indah di dinding, serta seorang pria yang masih tertidur pulas dibalik selimut tebal yang dipakainya.

Dengan menarik nafas panjang dan menghembuskannya pelan, Rose berjalan mendekati ranjang dimana Allen berada.

Lelaki yang masih menutup rapat kedua matanya tampak tertidur dengan tenang bak seorang bayi. Rose memperhatikan bagaimana wajah seorang bosnya saat sedang tidur seperti ini.

Astaga ... dia ternyata tidak pakai baju! Rose menepuk jidatnya menyadari kalau Allen tidak memakai atasan dan hanya bertelanjang dada saja.

Bulu-bulu halus di dada bidang sang Bos membuat Rose menelan salivanya kasar. Dia tidak boleh berlama-lama disini, pemandangan di depannya ini sangat berbahaya pikirnya.

"Bos ... wake up!" ujar Rose dengan suaranya yang lembut.

Allen meminta dia untuk memanggil bos ketimbang memanggil dirinya dengan sebutan tuan, dengan alasan terlalu tua katanya waktu itu.

Lelaki itu tidak bergeming sama sekali, Rose kembali bersuara dengan volume suara yang lebih tinggi lagi.

"Bos! Wake up!" 

Allen hanya bergerak sedikit dibalik selimut namun tidak membuka kedua matanya. Astaga ... ini orang tidur apa pingsan? 

Merasa suaranya hanya akan terbuang sia-sia jika dia berteriak, Rose pun menggoyangkan lengan Allen pelan.

"Bos ... wake up!" ujarnya lagi.

"Hmm...," sahut Allen namun tidak juga kunjung membuka kedua matanya.

Rose yang kesal semakin kuat menggoyangkan lengan Allen yang berotot. "Bos, hei ... wake up! Bos harus ke Belanda jam delapan nanti."

"Hmm...," sahut Allen lagi menarik tangan Rose yang masih menempel dilengannya.

"Aaaa...," teriak Rose terkejut karena lelaki yang hanya memakai boxer itu menarik dia keatas ranjang lalu memeluknya dengan erat.

"Bos! Jangan begini, ayo cepat bangun...," rengek Rose risih dengan pelukan Allen padanya.

"Diamlah, aku tidak akan berbuat apa-apa padamu. Jangan banyak bergerak kalau tidak mau membangunkan sesuatu dibawah sana!" sahut Allen semakin mempererat pelukan ditubuh sekretarisnya.

Allen sengaja meminta Ace untuk menyuruh Rose datang ke cottage dia pagi-pagi begini untuk membangunkannya.

Sebulan bersama Rose yang hampir setiap saat menghabiskan waktu bersama, membuat Allen ingin sedikit mengerjai sekretarisnya ini.

Mungkin mulai sekarang, dia akan menambahkan tugas Rose untuk setiap pagi membangunkan dia seperti ini pikirnya.

"Bos, ayolah ... cepat bangun! Nanti kamu bisa terlambat." ujar Rose mencoba melepaskan diri dari dekapan lelaki dengan bulu-bulu halus hampir disekujur tubuhnya.

Rose yang terus bergerak malah membuat tubuh bagian bawah Allen bereaksi, lelaki itu mendengus dan melepaskan pelukannya pada Rose sebelum dibawah sana semakin menggila meminta lebih.

Rose dengan cepat bangun dan menjauh dari ranjang. "Aku akan menunggu Bos diluar!" 

"Tunggu!" sahut Allen yang membuat langkah kaki Rose tertahan.

"Ada apa lagi?" kesal Rose berbalik menatap bosnya yang sudah duduk bersandar di headboard ranjang.

Rose membola melihat pemandangan pagi yang membuat jiwa wanita jomblo sepertinya meronta. Astaga ... tidak bisakah dia pakai baju dulu? 

Rose membuang muka tidak ingin berlama-lama menatap sosok lelaki yang terlihat sangat tampan meski dalam keadaan baru bangun.

"Buatkan aku kopi seperti biasa, dan bawa kesini!" perintah Allen yang tersenyum tipis karena berhasil membuat sekretarisnya ini malu.

"Baik Bos," sahut Rose dan berbalik lagi dengan cepat.

"Tunggu!" 

"Astaga ... apa lagi Bos?" kesal Rose setengah membentak atasannya ini.

Wajahnya sudah panas tidak bisa menahan diri melihat dada bidang yang tidak tertutupi itu.

Allen ingin sekali tertawa terbahak karena bisa mengerjai wanita yang hari ini memakai celana panjang berwarna navy dengan kemeja cokelat berenda di dada.

"Bawakan juga roti bakar untukku!" 

"Baik. Ada lagi?" tanya Rose masih tidak ingin menatap bosnya.

"Tidak ada, kau bisa pergi sekarang." 

"Akhirnya...," gumam Rose yang sempat terdengar oleh Allen.

Wanita itupun segera meninggalkan kamar cottage dimana bosnya berada dengan cepat, sebelum lelaki itu kembali memanggilnya seperti tadi.

Saat pintu ditutup, tawa menggelegar langsung terdengar memenuhi kamar Allen. Lelaki itu tidak bisa menutupi rasa bahagia dihati karena bisa mengerjai sekaligus membuat Rose merona malu padanya.

Sekilas tadi Allen mencium dalam-dalam wangi aroma tubuh Rose yang selalu saja wangi sejak pertama mereka bertemu.

Ah sial, sepertinya dia harus menenangkan sesuatu yang mengeras dibawah sana hanya karena pelukan singkat mereka tadi.

Lima belas menit berselang, Rose mengetuk pintu kamar cottage sambil membawa nampan berisi segelas kopi hitam dan sepiring roti bakar yang masih panas ditangannya.

Dia sengaja berlama-lama dibawah karena tidak ingin masuk saat bosnya itu masih belum berpakaian ataupun baru keluar dari dalam kamar mandi.

Dengan hati-hati Rose mendorong pintu dan mendapati kalau lelaki itu baru saja keluar dari walk in closet dengan kemeja putih dan celana panjang navy berwarna senada dengan celana yang dia pakai.

Allen masih mengancing kancing dikemeja tangannya dengan rambut yang masih setengah basah, aura tampan lelaki ini semakin bertambah pikirnya.

"Bersiaplah karena kau akan ikut denganku nanti...."

"A-aku juga harus pergi Bos?" tanya Rose terbata tidak percaya.

"Iya, kenapa? Ada masalah?" tanya Allen santai dan menyapukan Pomade dirambutnya.

"Tapi aku tidak membawa baju ganti, Ace tidak mengatakan kalau aku akan ikut dengan Bos nanti."

"Tidak perlu membawa baju ganti, Ace sudah menyiapkan semuanya. Kamu bisa menghubungi orangtuamu dan katakan kalau kamu akan ikut denganku ke Belanda pagi ini." 

Rose terdiam dengan pikiran kacau, haruskah dia pergi? Ini pertama kalinya dia pergi jauh dari Alex ayahnya. 

Selain itu, selama ini Allen tidak pernah mengajaknya pergi keluar negeri. Kalaupun dia harus pergi, biasanya dia hanya akan mengajak Ace saja. Lalu kenapa hari ini dia memaksa aku harus pergi?

"Jangan terlalu banyak berpikir Rose, waktu kita tidak banyak. Hubungi saja orangtuamu karena setelah itu kita akan membahas jadwal kita selama berada disana!" 

Rose membuang nafas panjang lagi, entah sudah keberapa kali dia begitu sepanjang melangkah masuk kedalam cottage mewah bosnya ini.

Semenjak menjadi sekretaris pemilik perusahaan besar A,Corp Rose tidak punya banyak pilihan selain mengikuti apa kata bosnya. 

Comments (1)
goodnovel comment avatar
indahindah15
up lagii donggg. uda mulai bucin nih pak boosss
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status