Share

Dia Lebih Cantik Darimu!

Ruangan pekat dengan keremangan lampu yang memusingkan terlihat mencekam. Seorang lelaki dengan kemeja polister hitam tengah duduk di dampingi 3 wanita penghibur yang sibuk membelainya. Dua kancing teratas dibuka. Jenis kemejanya memberi kemudahan, tidak membuatnya berantakan. Namun, tidak dengan rambut hitamnya yang acak-acakan.

Dia menyeringai, tatapannya cukup tajam. Akan tetapi, seisi ruang masih dapat mengendalikan kehadiran mereka. Sama sekali tak takut akan terjadi hal yang buruk.

Sofa di sebelahnya, tergeletak tegak lurus dengan sofa yang diduduki pria pertama, terisi dua pemuda dengan jubah putih khas dokter yang sedang saling memandang. Tidak ingin kalah satu sama lain.  Mereka mungkin sedang bersaing dalam suatu hal(?)

Suasana mencekam datang dari orang di single sofa paling berbeda. Jubah hampir selutut warna hijau lumut yang lebih tua ia kenakan. Tatapannya sedikit ramah, tetapi siapa pun yang mengenalnya tahu. Bos mereka hanya sedang menarik kekuatan dominasinya, menyebabkan ruangan ini hanya mencekam. Tidak sanggup membunuh mereka.

Dia mengetukan jari-jarinya di pegangan kursi. Satu asisten setianya berdiri di belakang. Dia menatap jengah salah satu bawahannya yang sibuk bermain dengan wanita, pun jengah melihat dokter miliknya yang saling bersaing ketimbang bekerja sama. Namun, dia cukup bangga. Ketiga orang itu berada di bawahnya, berada dalam bimbingannya dan tahu betul apa misinya.

Gelagar Awan menerima gelas dari salah satu wanitanya. Dia tersenyum lalu membelai tangan putih itu, tak lupa diakhiri kecupan pada punggung tangan si wanita. Satu anggur terbang dari tangan lain. Menerima dengan mulut sambil menggoda tangan lentik itu. Awan sama sekali tak takut dengan Bos di depannya. Ia sangat hormat dan setia, tetapi sikap acuh dan berandalnya tak bisa lepas begitu saja. Bos tak pernah peduli dengan karakter mereka selagi tidak merugikan misi. Jauh di lubuk hati Awan sangat tahu, Bos tidak benar-benar menganggap mereka bawahan, tetapi teman yang seperti keluarga.

Badannya sedikit ditegakan. Dia tersenyum pada asisten bos yang berdiri di belakang sedang menatap tajam.

"Boss!" panggil Gelagar Awan pada lelaki dominan yang nampak dingin itu. "Wanita itu." Awan menggeleng keras. "Lebih tepatnya, gadis itu, dia enggan berbicara. Hanya mengumpat dan tak mau menyerah."

Diam.

Lengang.

Si Bos tampak tenang dan tak peduli dengan hasilnya. Namun Awan tahu betul bos mereka memikirkan gambaran besar. Selalu tepat dan benar dalam segala hal.

Tak pernah gagal.

Seseorang membuka pintu di kejauhan, telinga semua orang bisa mendengar kecuali para wanita penghibur. Bos Besar mengangkat alisnya. Si asisten membungkuk dan berujar lirih, "Tuan Joshua dan Nona Sirait datang."

Lelaki berjubah hijau itu mengangguk. Lorong menuju kotak nampak nyaring dengan langkah kaki keduanya.

Dtang!

Kotak itu terbuka. Kotak hitam, satu di antara sepuluh ruang VIP pelelangan tahunan Palva di Bathavia.

Dua orang datang, lelaki dengan kulit gelap seperti tembaga. Tubuhnya tak kekar, tetapi semua orang tahu dia sebanding kuatnya dengan Gelagar Awan yang terkenal brutal.

Satu lainnya seorang nona dengan pakaian menggugah. Menampakan pinggang ramping yang kecil dengan lekukan tubuh yang nyata. Kacamata hitam mereka kompak di buka. Joshua langsung mendekati bos tanpa salam kepada tiga tokoh lainnya.

Sedang gadis itu membuka tas dan mengenakan jubah cokelat, menutupi lekuk tubuhnya. Membuat Gelagar Awan yang hampir meneteskan liur terkesiap. Dia sudah menerima tatapan tajam dari Sirait.

"Be Calm, Babe. Aku juga biasa aja. Engga bakalan ngapa-ngapain!"

"Otak mesum Anda menganggu pekerjaan saya!"

Dua dokter di samping sofanya terkekeh. Tatapan tajam mereka hilang diganti seringai senang sebab Awan dipermalukan.

Ingat akan pekerjaannya, Sirait menghiraukan tatapan tak percaya Awan. Hampir mengatakan sesuatu untuk penjelasan dan maaf, Sirait pergi dan tak peduli. Dia duduk di sebelah Joshua. Sofanya menghadap sofa dua dokter, Domanic Elf dan Wen Ryi.

Sirait mengeluarkan dua sampel cairan dan menunjukannya pada bos. Lalu menyerahkan kepada Dom. Dia menjelaskan bagaimana mendapatkannya.

"Aku baru saja keluar dari markas kumpulan serigala. Mereka tidak mau menyerah, sulit mengidentifikasi mana pesan terselubung dan mana yang hanya gurauan semata. Butuh waktu dua jam sebelum aku tahu di mana mereka menyimpan barang yang akan dilelang. Menurut hasil analisa kami, dua cairan itu adalah cairan yang dibutuhkan Mr X (Sebutan musuh mereka). Mereka sengaja mentransfer lewat pelelangan ini untuk keamanan jejak laju barang."

"Ini sama persis dengan formula yang kita temukan. Formula ini yang menyebabkan pulau Sigaga di timur Warnadwipa meledak tak menyisakan satu makhluk hidup pun."

Bos tersenyum meremehkan. Dia menatap langit-langit ruang sebelum matanya berubah tajam. Hampir mencekik tenggorokan jika dia tak menarik kembali aura dominasinya.

"Tuan!" seakan mengerti. Asisten itu menunjukan tab berisi list barang yang dilelang Palva hari ini.

"Siapkan uang untuk membeli seluruh cairan yang tersedia."

"Baik Tuan!"

"Jo!"

"Siap, Bos. Sudah selesai!" Sedari tadi, Jo sudah mengamati sepuluh kotak ruang VIP di pelangan dan lima kotak ruang VVIP di atas mereka. Dia sudah mengambil alih saluran komunikasi untuk pelengan dengan kotak-kotak itu. Mereka bisa mendapatkan cairan tanpa harus menawar harga yang lebih tinggi. Ini cukup menghemat uang.

"Kalian berdua bisa langsung kembali!" ucap Bos kepada dua dokter itu. Meski enggan, keduanya mengangguk. Bagaimana pun mereka harus meneliti lebih lanjut cairan yang diberikan Sirait.

*

Pelelangan Palva baru dimulai saat kedua dokter pergi. Host lelang yang dikenal dengan Raja Palva memulai dengan barang-barang yang menurut Bos mereka barang receh. Dua benda incaran mereka ternyata tidak masuk tiga barang utama,  mungkin untuk mencegah ketertarikan orang-orang berpengaruh seantero Nusantara.

Para manusia yang mengincar benda itu kelabakan. Mereka sudah mengkonfirmasi pihak Palva, tetapi balasannya tak sesuai dengan fakta. Dua benda penting jatuh di kotak VIP dan VVIP. masing-masing orang misterius. Tentu saja sebenarnya itu ulah Joshua. Jelas sekali dua benda itu di tangan Bos Besar.

"Apakah mereka masih tetap di tempat?"

"Ya Tuan!"

Senyum miring terbit. "Aku ingin menawar. Biarkan mereka menghabiskan uang mereka, Jo!"

Jo bersedia. Dia mulai melambungkan harga selangit di benda utama yang menarik perhatian Kawanan Mr X. Setelah dirasa sampai di garis bawah mereka. Jo berhenti. Membuat orang-orang itu mengumpat geram. Hanya bsia menggigit jari.

"Kenapa?" tanya Bos Besar kepada Sirait yang sedari tadi nampak gelisah. Orang biasa tak bisa melihatnya, tetapi Bos mereka tahu betul semua tentang rekannya--termasuk Sirait. Gadis berjubah cokelat yang berparas cantik itu.

"Bos tidak akan bertindak kepada Kanyaah?"

Bos Besar hanya mengangkat alisnya.

"Dia keras kepala! Sudah sangat jelas dari kejadian di kediamannya, dia bukan bagian dari Departemen Rahasia 889!" Emosi perempuan dikedepankan. seperti itulah mengapa Sirait sedikit kesal saat mengungkapkan ini.

"Jadi?"

"Bunuh jika memang tidak berguna. Dia tidak akan memiliki kesempatan untuk memberi kita manfaat besar."

"NO!" seru Awan. Dia mengibaskan tangan, membuat wanita penghiburnya mundur. Meski tak khawatir mereka mendengar,  sebab mereka tuli--cara Palva untuk menyamankan privasi pelanggan mereka. Tak menutup kemungkinan mereka bisa membaca gerak bibir.

Setelah aman, pun Jo yang sudah daritadi menghandle ruang ini. Dia menatap tak suka kepada Sirait. "Berapa kali kamu melihatnya?"

"Kenapa Anda bertanya kepada saya?"

Jo hanya geleng kepala melihat sikap keduanya. Tidak tahu malu, tidak tahu pula tempat!

"Dia cerdas! Dia mungkin jenius. Ketepatan siang dan malam diketahui dengan jelas, perhitungannya oke! Ingatan fotografis jangka panjang. Observasinya luar biasa dan-" Awan berdehem sejenak sebelum lanjut berkata, "Dia lebih cantik darimu!"

"Sialan AWAAAN!"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status