Share

Pemagut Lara
Pemagut Lara
Penulis: NufhaJaa

Ruang Tertutup

Gadis itu masih terdiam kaku menatap marmer kotor penuh dengan noda darah dan beberapa cairan hitam juga cokelat. Beberapa lebih jauh ada butiran nasi yang berantakan.

Kedua tangannya terikat, dia berdiri dengan kaki berjinjit. Menunduk lusuh dengan rambut panjang lepek yang tergerai. Lepek bau anyir. Sudut bibirnya lebam diikuti bekas darah yang mengering. Matanya sayu, juga dipenuhi memar. Kedua pipinya merona bukan karena malu, tetapi karena tamparan seseorang. Pakaian putih selututnya kotor, penuh dengan noda pula darahnya.

Dia, Amitha Kanyaah, masih menampilkan seringaian. Meski dingin menembus kulit, tidak ada angin. Ruangan ini tertutup rapat, hanya saja tubuhnya berubah ringkih. Dia hanya mengenakan gaun terusan selutut tanpa lengan yang begitu tipis, mempertontonkan keindahan tubuhnya. Hanya ada tali yang mengantung di kedua bahunya.

Amitha Kanyaah masih sempat tertawa, beberapa hinaan yang diterima masih ia simpan di dalam hati. Telinganya memerah, seharusnya marah, tetapi wajah yang ditunjukan sungguh kebalikan. Amitha Kanyaah, benar-benar seperti orang gila.

Dia menatap bengis lelaki tampan di depannya. Segala serapah juga tanya tak akan pernah dijawab.

Ada banyak lelaki yang menghampirinya setiap hari. Selama tiga hari akan berganti yang berbeda. Setiap tiga hari itu ada 3 jenis lelaki, jenis pertama datang tiga orang, Kanyaah menyebutnya investigator. Orang jenis kedua sendirian, mendatanginya tiap pagi dan malam, Kanyaah menyebutnya si pemberi makan. Orang terakhir adalah orang yang sedikit berbeda. Pakaiannya serba putih, tampangnya lebih ramah dan selalu memberinya banyak obat. Kekerasan dari dua pria kekar sebelumnya tidak lebih keji dari pria tampan berbaju suci itu. Rasa sakit setelah disuntikan cairan aneh membuatnya tak bisa tidur semalaman. Hanya erangan dan teriakan, lalu pingsan.

Dari semua orang itu ada kesamaan. Mereka--selain dokter biadab--mengenakan kemeja polos hitam sedikit mengkilap, celananya pun hitam dengan sepatu hitam. Tidak ada yang botak atau gemuk, yang memberinya makan bahkan bisa dibilang tampan. Semuanya memiliki karisma, kekuatan, otot dan dominasi sendiri-sendiri. Jika Amitha Kanyaah gadis baisa, satu kali interogasi akan membuatnya menyerah. Mereka benar-benar tidak memiliki wajah biasa saja.

Karena Amitha Kanyaah gadis yang berbeda, dengan kemampuannya ia selalu mengingat segala detil. Itulah mengapa ia tahu waktu siang malam meski dikurung di ruang tertutup. Dia juga tahu, setiap orang yang mendatanginya akan memiliki gelang perak serba guna. Amitah Kanyaah menyebutnya komunikator.

Daripada ponsel, mereka memiliki teknologi yang lebih maju, menjadikan si perak serba guna itu sebagai pengganti ponsel. Kegunaanya juga lebih banyak, dia bahkan memiliki peta seluruh nusantara dan mengetahui setiap musuh dan anggota dengan titik-titiknya. Komunikator itu terhubung langsung dengan satelit bumi. Tidak ada yang tidak diketahui oleh si pemakai. Segala pertanyaan akan dijawab dengan benar dan fakta. Tidak seperti kakek gugel, krom, atau media surfing lainnya yang masih dipertanyakan kebenarannya. Semua yang berasal dari gelang perak itu valid! Dijamin 99.9%

Ruangan ini juga terlindungi oleh sistem. Mainframe sangat teliti dan jeli, hanya patuh dengan atasan. Tidak ada penjaga, tetapi Amitha Kanyaah yakin tak bisa kabur dari ruangan ini. Bahkan dindingnya terhubung langsung dengan mainframe. Orang gila di sekitar Kanyaah menyebutnya, Jelita.

"Jelita!" panggil salah satu pria berbaju hitam. Dia memutar cincin di jempolnya, memandang Kanyaah lebih bengis dari tatapan gadis itu.

Seorang gadis lucu dengan ikatan rambut dikuncir dua muncul di tengah ruang. Itu hanya bayangan dari mainframe. Dia menatap orang itu dan bekata, "Ya, Tuan Awan. Ada yang bisa saya bantu?"

Tak perlu khawatir, Kanyaah menduga Jelita punya kloning banyak. Dipanggil di sini bersamaan di ruang sebelah juga akan muncul. Penurut sekali. Mengapa Jelita dibuat dengan sosok gadis kecil

Huhu

"Panggil Dokter Dom kemari."

"Baik, Tuan!" jawabnya dengan senyuman. Karena jelita hanya sistem yang berarti bukan manusia. Tidak pula bisa dirasakan kehadirannya kecuali melalui visual, tentu saja dia menurut dengan senyuman. Tak peka dan berempati dengan Amitha Kanyaah yang sudah pucat dengan wajah ayunya yang sayu.

Dtang!

Denting pintu, seperti lift, pintu itu terbelah. Sosok pemuda tampan dengan jas putih masuk diikuti seorang lelaki berbaju putih khas perawat satu langkah di belakangnya. Dia mendesah berat, mengkode tiga lelaki di dalam untuk segera keluar.

"Masih enggan menjawab?" tanya Dom.

Kanyaah diam saja. Dia benci lelaki ini, meski tersenyum dengan ramah, obatnya jelas lebih mematikan dari pukulan dan tamparan dengan segala jenis kekerasan orang sinting berbaju hitam.

Lagi-lagi Dom mendesah, dia mengambil jarum suntik yang disiapkan asistennya. "Aku tak mengerti mengapa gadis cantik sepertimu tahan dengan siksaan ini lebih dari tiga bulan. Bos besar sampai bertanya," katanya sembari menggeleng. Kanyaah tahu, yang disebut Tuan oleh mainframe jelas lebih rendah dari Boss Besar yang sering mereka agungkan.

Dom mengecek fungsi jarum sebentar di depan Kanyaah.

"Selama ini, mereka hanya berhasil tahu namamu saja." Dom menggeleng keras. "Jika bukan Boss yang turun langsung, keluargamu mungkin aman-aman saja!"

"Bajingan!" umpat Kanyaah. Dia mendelik dengan desisan kasar yang disertai ringisan. Mulutnya juga hampa, dia dipaksa minum air mendidih. Sayangnya kekerasan dari dokter ini menyembuhkannya esok hari, membuat sikasaan neraka ini akan berlanjut sebab ia tak bisa mati.

"Tenanglah, aku berbeda dari mereka!"

Amitha Kanyaah berdecih.

Cuih

Meludah kasar hampir mengenai seragam Dom. Dom cukup beruntung, dia punya refkek bagus tak kalah tenaga dengan pria berbaju hitam.

Dengan sekali sentakan, Dom menusuk jarum itu di leher. Membuat Kanyaah meringis lalu meraskaan tulangnya hampir remuk. Dagingnya seperi tertarik, ototnya pun sama. Rasanya sepeti tubuhnya akan meledak. Segala kesengsaraan tak ada yang terlewat bahkan satu sel pun. Amitha Kanyaah benci perasaan lemah ini.

Dom hanya bisa menggeleng. "Kamu terlalu keras kepala. Boss, tidak seburuk itu," ucapnya. Lalu berbalik, melepas sarung tangan lateksnya dan membuang asal, sayangnya tepat ke tong sampah.

Jaraknya tiga langkah dari pintu ketika sistem membuka secara otomatis. Meninggalkan Kanyaah sendirian di ruangan tertutup.

"Alex!"

"Ya Dokter!"

"Suruh beberapa orang membersihkan ruangan itu. Akan lebih merepotkan jika dia terkena penyakit  parah hanya  karena ruangan kotor."

"Baik, Dokter."

"Gadis malang yang keras kepala! Bahkan Dokter Wen Ryi memiliki penilaian yang sama."

Dom menggeleng sekali lagi, wajah ramahnya tidak hilang. Hanya saja, tinggal di tempat kejam membuatnya berhati dingin, meninggalkan empati khusus. Perhatian kecil untuk Kanyaah hanya fakta dari otaknya, bukan dari hati. Dom pikir Kanyaah seharusnya menyerah saja. Namun, kekeras kepalaanya sunggguh tak terduga.

Sepanjang lorong, Dom terus berpikir. Mungkinkah gadis itu adalah gadis gila yang tidak memiliki rasa sakit. Namun, melihat bagaimana dia bereaksi setiap malam, menggeliat, berteriak, mendesah kasar. Dom tak bisa berpikir demikian, semua hipotesanya pasti salah. Pasti ada satu hal yang membuat Amitha Kanyaah begitu kukuh dengan pendiriannya

Latar kekanagnya pasti tidak sederhana. Keluarga yang 'tak sengaja' dikorbankan Boss pasti hanya keluarga di atas kertas. Bukan sesuatu yang mendasarinya seteguh itu. Lantas apa alasanya dia mampu menerima lara?

Dia ...  Pemagut Lara.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status