Cindy menggambar sketsa baju di bukunya dengan diam. Sudah berapa hari dia di tempat ini? Cindy merindukan Ibunya dan Caleb. Mereka belum juga menjenguknya, apa mereka belum tahu? Jujur saja, Cindy belum siap dengan apa yang akan Ibunya katakan. Dia seperti menjilat ludahnya sendiri saat memilih untuk kembali masuk ke keluarga Auredo.
Keledai saja tidak akan terjebak dua kali, namun Cindy malah masuk lagi dalam keadaan sadar. Bahkan dia juga mencintai Chris yang seharusnya itu tidak boleh terjadi. Cindy meratapi nasibnya. Kenapa di usianya yang masih muda begitu banyak masalah yang muncul? Seharusnya dia bisa bersenang-senang dengan temannya, bukan malah terkurung di tempat ini. Bahkan pria yang dia cintai yang memasukkannya ke penjara.
Cindy mengangkat wajahnya saat petugas datang dan membuka selnya. Apa ada yang menjenguknya lagi? Apa Chris datang lagi?
"Kau bebas sekarang, Nona Cindy." Cindy terkejut mendengar itu.
"Apa yang terjadi? Siapa yang membeba
Suasana tegang di rumah megah itu tidak membuat Nenek Chris gentar. Wanita tua itu masih duduk sambil menikmati cokelat hangatnya. Mengabaikan cucunya yang telah berdiri di belakangnya sejak 5 menit yang lalu."Masih mengelak?"Chris ingin marah rasanya. Bahkan jika tidak ada ikatan darah, dia rela menjadi pembunuh jika dia mau. Bahkan untuk memanggilnya Nenek saja, Chris sudah tidak sudi rasanya."Jadi kau sudah mengetahui semuanya?" tanya Neneknya pelan."Apa maksudmu melakukan ini semua? Apa kau tidak ingin melihatku bahagia?" geram Chris menahan emosi."Tentu saja aku mau. Aku ingin melihatmu bahagia tapi tidak seperti ini. Percayalah, jika kau mengambil jalan ini, rasa bahagiamu tidak akan bertahan lama.""Tahu apa kau tentang bahagiaku?!" bentak Chris berjalan mendekat. Menyudutkan Neneknya yang mulai terkejut melihat Chris yang hilang kendali."Jadi apa maumu, Nak?""Aku mau Cindy," tekan Chris pada kalimatnya."K
Caleb terdiam dengan mulut yang terbuka saat melihat kakaknya berciuman dengan kakak iparnya di atas altar. Dia melirik ke arah Ron yang tengah berteriak heboh. Dia masih berharap jika dia bermimpi sekarang. Namun setelah melihat Ibunya tengah menangis bahagia tentu ini bukanlah mimpi lagi. Kakaknya benar-benar sudah menikah.Caleb masih ingat saat tadi pagi dia mengetuk pintu kamar pasangan gila itu, dan selang beberapa jam setelah Chris mengutarakan niatnya, mereka semua langsung berangkat ke gereja. Tanpa persiapan tentu saja, namun sepertinya inilah yang diinginkan Chris dan Cindy.Ibunya? Jangan ditanya, wanita itu tanpa banyak protes langsung menyetujui permintaan Chris untuk menikahi anaknya. Semua terjadi begitu cepat. Bahkan Caleb belum membeli jas dan hanya mengenakan kemeja berwarna senada dengan tamu undangan. Jangan harap ada ratusan orang di gereja ini, yang ada hanya dirinya, Ibunya, Ron, Bibi Jane, Rose, dan Violet.Meskipun hanya dengan sedikit
Cindy mengerucutkan bibirnya kesal menatap Rose yang mulai menjauh dari rumahnya. Dia melirik ke dalam, di mana Violet tengah bermain bersama Chris di ruang tengah. Lagi-lagi Rose menitipkan Violet padanya. Bukan, bukan itu yang membuatnya kesal, tapi Rose seolah menahannya di rumah dan melarangnya untuk membantu di kedai. Demi Tuhan! Pernikahannya sudah lewat seminggu dengan Chris, dia sudah tidak membutuhkan liburan lagi. Cindy ingin bekerja!"Ada apa dengan bibir itu?" tanya Chris saat melihatnya duduk dengan bibir yang maju."Aku bosan.""Kau bisa melakukan sesuatu." Chris meraih rambut Cindy dan mengelusnya, "Memasak misalnya.""Kau sudah sering melihatku sibuk di dapur."Chris mendekat dan berbisik, "Kau ingin sibuk di ranjang?"Cindy bergerak menjauh dan mendorong wajah Chris. Dia melirik Violet yang duduk di bawah dengan pandangan cemas. Bisa saja bocah itu mendengarkan ucapan Chris."Jaga mulutmu!" rutuk Cindy berlalu masuk k
Chris duduk di kafe dengan mulut yang tak henti-hentinya menghisap rokok. Kepalanya mendadak pening dengan apa yang baru saja terima. Ternyata Neneknya sudah bertindak sangat jauh. Dia baru saja menemui temannya yang pernah bekerja sama dulu, tapi pria itu menolaknya langsung tanpa berpikir. Temannya itu beranggapan jika perusahaan yang Chris rintis tidak akan semaju kerajaan bisnis Auredo. Chris ingin tertawa mendengar itu. Dia yakin saat Neneknya sendiri yang memimpin perusahaan, tak lama kerajaan itu akan berubah menjadi gubuk yang mengenaskan.Tangannya meraih ponsel dan membuka kuncinya. Bibir Chris berkedut saat melihat foto Cindy yang tengah tertidur sebagaiwallpaper-nya. Dia merindukan wanita itu. Sudah dua hari dia keluar kota untuk mencari keberuntungan. Namun sepertinya tidak banyak keberuntungan yang dia dapat. Rekan bisnisnya masih ragu dengan apa yang Chris lakukan.Tangan itu menekan tombol telepon dan segera mendekatkan ponselnya ke telin
Chris melepaskan helm proyeknya setelah selesai meninjau pembangunan gedung milik perusahaanya. Setelah beberapa bulan berjuang, tentu usaha tidak akan mengkhianati hasil. Chris mendapatkan apa yang dia mau. Bahkan dia juga mendengar jika kerajaan bisnis Auredo mulai menurun. Chris tertawa melihat berita itu di televisi.Berita tentang dirinya yang tidak lagi menggunakan nama Auredo juga sempat meledak selama beberapa minggu. Banyak wartawan yang ingin mendapatkan informasi secara detail. Tentu Chris tidak akan menyia-nyiakan hal itu. Otak bisnisnya bekerja dengan baik."Lakukan semuanya dengan baik," ucap Chris pada salah satu anak buahnya dan berlalu masuk ke dalam mobil.Bunyi berdering membuat Chris melirik ponselnya sebentar. Setelah melihat nama wanita mungilnya, tanpa ragu dia mengangkatnya."Aku dalam perjalanan, Cindy." Chris berucap tanpa mendengar sapaan dari Cindy."Lama sekali?" Cindy cemberut di seberang sana."Baru tadi pagi a
Cindy berdiri di depan jendela dengan resah. Matanya tak berhenti untuk menatap jalan dengan harapan akan melihat mobil Chris yang datang. Namun tidak, Cindy tidak melihatnya. Chris tak kunjung pulang. Tangan Cindy meremas ponselnya kesal dan kembali menghubungi nomor suaminya. Lagi-lagi hanya bunyi operator yang menjawab.Sebenarnya Cindy tidak akan seresah ini jika Chris menghubunginya. Pria itu memang sering lembur akhir-akhir ini, tapi selalu ada kabar. Chris tidak pernah absen untuk menghubunginya jika ada pekerjaan mendadak."Kak?" Suara ketukan membuat Cindy dengan cepat membuka pintu kamarnya. Dia menghela nafas lelah karena hanya Caleb yang berdiri sana dan bukan Chris."Ada apa denganmu?" tanya Caleb aneh."Ada apa?" Cindy berusaha tenang dan menatap Caleb yang lebih tinggi darinya."Aku lapar, bisakah kau membuatkanku spageti?"Cindy mendengus dan mengikat rambutnya asal. "Kau sudah makan malam tadi dan juga menghabiskan satu dus
Cindy menatap rumah besar di hadapannya dengan jantung yang berdetak kencang. Entah apa yang membuatnya datang ke tempat ini, tapi perasaannya begitu kuat. Untuk pertama kalinya dia datang ke tempat masa kecil Chris. Sebuah rumah megah bak istana yang sangat bertolak belakang dengan kenyataannya. Mendengar dari Chris, rumah itu bahkan tidak mencerminkan kehangatan akan keluarga sama sekali.Kepala Cindy bergerak untuk mencari cara agar pagar besar di hadapannya dapat terbuka. Ketika melihat sebuah pos kecil, dia segera datang menghampiri. Namun belum sampai di pos, pagar besar itu mulai terbuka dengan sendirinya, memperlihatkan Anton yang sudah berdiri tegak di dalam sana."Nona Cindy," sapa Anton menghampirinya."Kau di sini, Anton?" Cindy bertanya bingung."Saya bekerja di sini." Anton mengedikkan bahunya pelan, "Silahkan masuk, Nona."Dengan cepat Cindy menggeleng, "Tidak! Tidak perlu," ucapnya cepat. "Aku hanya ingin mencari Chris. Apa dia ada
Chris terengah dengan tangan yang penuh akan darah. Di hadapannya sudah ada 3 penjaga yang tumbang karena menahannya untuk pergi. Melihat situasi rumah yang tampak sepi, Chris dengan cepat keluar dari kamar. Sudah dua hari dia di rumah ini dan tidak ingin lebih lama lagi untuk tinggal. Rumahnya bukan di sini, melainkan tempat sederhana di mana dia merasakan apa itu kehangatan keluarga."Tuan Chris!" teriak Anton yang melihat kepergian Chris. Dengan cepat dia menghubungi penjaga gerbang untuk lebih meningkatkan keamanan. Seharusnya dia tahu jika Tuannya sudah pasti akan memberontak.Chris bukanlah pria yang lemah. Diam bukan berarti dia menurut, tapi dia memilih untuk menunggu momen yang tepat. Anton yakin jika penjaga yang berjaga di depan kamar Tuannya sudah terbaring kehilangan nyawa.Anton berjalan keluar rumah untuk melihat keberadaan Chris. Dari kejauhan dia melihat anak buahnya tengah menggotong tubuh seseorang. Anton berdecak melihat itu. Begitu sudah ber