Share

Sensitivity

Tidak ada jaminan bahwa seseorang yang dibesarkan dari keluarga harmonis dan bahagia tidak akan memiliki trauma pada pernikahan. Seorang yang lahir di keluarga yang sempurna seperti Eleanor pun bahkan bisa tidak mempercayai cinta sedikitpun, apalagi sebuah komitmen yang disebut pernikahan. Eleanor tidak punya waktu untuk memikirkan pernikahan dalam hidupnya. Karena kebanyakan pernikahan yang dikenalnya tidak lebih dari pernikahan bisnis, atau kalau tidak pernikahan parasite, dimana salah satu belah pihak berusaha mendapatkan keuntungan dari pernikahaan itu. Sungguh Eleanor tidak tertarik jenis pernikahaan apapun di dunianya.

Begitu pula dengan pesta pernikahan konyol yang sedang berlangsung itu. Dibandingkan dengan pesta pernikahaan romantis dimana kedua mempelai menunjukan tatapan saling mencintai, pesta itu justru lebih tepat disebut pesta pernikahan bisnis. Banyak relasi dari Jimmy Kwok yang hadir, dibandingkan keluarga atau sahabat dekat Jenny. Tetapi Eleanor juga hampir melupakan satu fakta bahwa di dunia mereka memang tidak ada yang dimaksud pernikahan atas dasar cinta. Jenny pun memiliki tujuan dengan menikahi pria tua seperti Jimmy Kwok. Parasit lebih tepatnya.

“God… dimana pesta pernikahan yang dimaksud? Sepanjang yang kulihat ini tidak lebih dari pesta bisnis. Hanya di luar saja yang terlihat seperti dekorasi pernikahan, itu pun tempat para wartawan memotret. Sungguh menggelikan!” Rere ingin tertawa dengan keras setelah berhasil mencibir suasana yang katanya pesta pernikahan mewah Jenny dan Jimmy kwok itu. Tetapi hal itu ditahannya setelah melihat tuan rumah yang tampak berjalan menghampiri Eleanor dan dirinya di depan pintu masuk Ballroom.

Eleanor mengenakan gaun malam berwarna maroon dengan potongan dada rendah. Gaun khusus yang dipesan dari desainer langganannya−yang sebenarnya adalah salah satu desainer senior di indonesia−serta tidak lupa stiletto berhak tipis bertaburan swarosky yang kali ini merupakan koleksi dari sepupu jauhnya yang merupakan desainer sepatu di Milan. Tidak akan ada yang bisa mengenali brand fashion Eleanor, karena sejak dulu wanita itu memang tidak menyukai hal yang pasaran. Hanya perbedaannya desain yang dipakai Eleanor dulu lebih terlihat simple dan elegant. Sementara kini, lebih terlihat berkelas dan mewah.

Jennica Tjandra telah menyelesaikan langkahnya− yang dibuat seanggun mungkin itu−hingga sampai di hadapan Eleanor. Saat keduanya berhadapan, permusuhan lama itu terlihat sangat kentara, terlebih dengan senyuman skeptis dari keduanya. Jenny tampak seperti kucing persia dengan tatanan rambut yang disasak tinggi dan diberi tiara kecil sebagai pemanis, sementara Eleanor lebih tampak sederhana karena hanya menggerai rambut pendek curly-nya. Dia tidak perlu bersusah payah, sebab siapapun tahu bahwa dia adalah singa betina di pesta itu.

“Apa kabar Eleanor? Kupikir kamu tidak akan datang?” sapa Jenny.

Rere yang sejak tadi berdiri disamping Eleanor tampak memutar bola mata dengan malas. Hidung mancung Jenny terlalu mencolok matanya karena Rere yakin wanita itu sudah bolak-balik melakukan operasi plastik. Bahkan juga mungkin operasi otak.

“Kau sepertinya tidak pernah berubah ya? Masih saja membawa peliharaan kemana-mana.” kali ini pandangan Jenny mengarah pada Rere. Tentu hal itu pun membuat wajah Rere seketika menjadi merah padam.

“Tapi kamu sepertinya sudah berubah begitu banyak? Dokter bedah plastikmu pasti sangat kerepotan menutupi semua kekurangan di wajahmu itu.”

Hampir Rere kelepasan menahan tawa ketika mendengar balasan Eleanor. Ternyata Eleanor juga berpikir serupa dengan apa yang dipikirkan Rere. Hanya saja dia mengatakannya dengan cara yang lebih tenang dan elegant.

“Ucapanmu benar-benar sangat kasar, Eleanor!” sergah Jenny,

“Pantas saja jika kamu dijuluki penyihir.”

Namun Eleanor hanya mengangkat sebelah alisnya. “Kamu juga pantas dengan julukan ular sanca karena kulitmu yang seperti sudah mengelupas sangat banyak.” Rere tidak mampu berdiam diri. Dalam benaknya, dia bahkan membayangkan akan menyiram segelas sampanye di tangannya ke wajah plastik Jenny.

Tetapi berbeda dengan Rere, Eleanor justru tersenyum miring. Dari jauh tampak Jimmy Kwok melangkah menghampiri mereka. Eleanor merasa tidak perlu membuang banyak tenaga, sebab ikan yang dipancingnya sudah menghampiri kail.

“Hello… Miss Liem. Bagaimana kabar anda?” sapa pria berambut setengah beruban itu. Usianya hanya berselisih beberapa tahun dari ayah Jenny sendiri. Dan jangan dikira kalau Eleanor tidak mengenal siapa Jimmy Kwok dengan segala reputasinya menyangkut wanita. Jenny boleh mengatakan kalau dia merupakan istri baru Jimmy Kwok. Namun istri-istri tidak sah dari pria itu boleh jadi melebihi selusin. Semua informasi tentang Jimmy Kwok dan cirle-nya pun sudah tersimpan aman dalam file khusus di ruang kerja Eleanor.

“Selamat malam, Mr.Kwok! Seperti yang anda lihat, semua berjalan dengan baik.” Balas Eleanor, kali ini sembari menerima jabatan tangan Jimmy Kwok.

Dia terpaksa memegang tangan pria mengelikan itu, meski hatinya sempat merasa enggan. Dan tak tanggung-tanggung pria yang merupakan milyader baru dari cina daratan itu tidak segan mencium punggung tangan Eleanor di depan Jenny. Kesempatan emas baginya. Karena rumor yang beredar di kalangan pebisnis, putri mahkota kerajaan sawit di Indonesia itu enggan berjabat tangan dengan orang sembarangan. Bahkan presiden sekalipun.

You’re so beautiful Miss.Liem! Bolehkah saya memberikan ada tur kecil di pesta ini? Beberapa orang di pesta ini tentu sedang menunggu untuk diperkenalkan pada anda.”

Sure… Mrs.Kwok.” Eleanor tersenyum tipis. Terutama pada sosok Jenny yang sejak saat itu menjadi patung hidup. Jimmy Kwok tanpa sengaja melupakan keberadaannya dan memilih fokus pada kesempatannya menjalin relasi dengan Eleanor.

Entah dimana Jenny selama ini hidup. Di negeri dongeng kah? Dia pikir dengan menikahi seorang milyader maka dia bisa mendaki strata sosial dan mengungguli reputasi Eleanor. Namun kenyataannya kedudukan Eleanor di mata pebisnis manapun jauh lebih tinggi. Itu karena Eleanor yang memiliki peluang paling tinggi mewarisi kerajaan sawit keluarganya.

Melihat hal itu Jenny pun segera melangkah pergi sembari memaki-maki. Rere yang masih berada disana, menyaksikan dengan pembalasan Eleanor. Sehingga tawanya tidak bisa dibendung lagi. Dia bahkan menitihkan air mata karena saking puasnya tertawa. Namun saat dia tak sengaja menangkap sosok yang baru memasuki pintu Ballroom, tawa Rere pun seketika berhenti. Seseorang yang tidak terduga olehnya. Dan kalau Eleanor sampai tahu, entah apa yang akan dilakukan oleh wanita ambisius itu.

***

Eleanor sebenarnya tidak memerlukan peran Jimmy Kwok lagi setelah dirasa cukup puas melihat kekesalan di wajah Jenny. Tetapi pria yang tingginya hanya sebatas daun telinga Eleanor itu justru terus berusaha mengenalkannya pada semua orang yang hadir seolah-olah mereka mempunyai koneksi yang cukup dekat. Eleanor memang pernah beberapa kali bertemu dengan Jimmy Kwok dalam acara-acara bisnis di Shanghai. Tapi Eleanor, seperti yang rumor yang bereda, tidak terlalu suka berinteraksi atau bahkan berbasa-basi dengan sembarang orang. Sementara pamannya, Liem Hok Seeng justru sering menerima undangan berjudi di kasino milik Jimmy.

Karena merasa kurang nyaman, Eleanor melepaskan tangannya dari lengan Jimmy. Jenny juga tidak terlihat batang hidungnya sejak sang suami mengabaikan keberadaannya. Barangkali perempuan itu sedang mengamuk di suatu tempat. Eleanor mengenal dengan baik bagaimana tabiat Jenny, sejak bertahun-tahun lalu sifat Jenny pun sama kekanak-kanakannya. Kalau ada hal yang kurang berkenan di hatinya, wanita itu pasti menyalahkan orang lain.

Sudah cukup untuk hari ini. Eleanor tidak berniat berlama-lama di pesta itu. Namun sebelum bibirnya mengucapkan kata-kata untuk menyudahi semua, seorang pria jakun dengan setelah jas biru yang fit body justru datang menghampiri mereka. Sekali memandang, Eleanor mengenali wajah pria itu dengan jelas. Namun sayangnya dia justru lebih memilih menghampiri Jimmy Kwok dibanding dirinya.

“Selamat atas pernikahan anda Mr.Kwok!” ujar pria itu dengan tulus. Dia mengambil posisi tepat di hadapan Eleanor, sehingga Eleanor bisa mengamati wajah pria itu dengan jelas.

“Mr.Jonathan, the young and brilian men! Terima kasih telah datang.” sambut Jimmy Kwok disertai dengan pelukan. Mereka juga berjabat tangan dengan erat seolah telah mengenal dengan baik satu sama lain. Eleanor merasa telah melewatkan sesuatu tentang keberadaan Jonathan di pesta itu. Dia tidak sempat membaca dokumen yang mencangkup informasi tentang relasi bisnis Jonathan. Sehingga kemunculannya cukup mengejutkan di mata Eleanor.

“Siapa Mr.Kwok? Anda seperti sangat mengenalnya?” Eleanor pura-pura berbisik dari sebelah Jimmy. Meskipun dia yakin Jonathan masih dapat mendengar suaranya. Perhatian Jonathan tidak mudah teralihkan, sehingga Eleanor terpaksa mengambil langkah itu.

“Mrs.Liem… aku perkenalkan Mr.Jonathan Aldebaran pada anda, si pemuda brilian yang penuh dengan ide segar. Dia adalah patner bisnisku yang paling berharga.” ujar Jimmy yang kali ini kembali mengalihkan perhatian sepenuhnya pada Eleanor.

 “Dan Mr.Jonathan… perkenalkan Miss. Eleanor Liem, si ratu sawit di masa depan. Kamu pasti sudah mendengarnya bukan?”

Untuk pertama kalinya Jonathan mengalihkan pandangannya dengan sepenuhnya pada Eleanor. Lalu mengulurkan tangan. Seberapa baik pun karier bisnis Jonathan, dia pasti tidak atau belum tahu bahwa Eleanor sedikit anti berjabat tangan dengan orang asing. Namun kali ini Eleanor tentu membalas jabatan tangan itu. Sehingga menambah decak kagum Jimmy pada Jonathan.

“Jonathan Aldebaran… senang bertemu dengan ibu Liemsudibyo secara langsung.” Ucapnya mengenalkan diri secara langsung.

Eleanor bisa merasakan aura hangat yang menyebar dari telapak tangan pria itu. Sensasi yang jarang ditemukannya dari siapapun. Terutama dengan senyuman tulus yang terukir di bibir Jonathan. Eleanor menyayangkan jika pria sepertinya harus masuk ke lingkaran menjijikkan Jimmy Kwok. “Eleanor… panggil saja saya Eleanor.” balasnya.

Jabatan tangan mereka terlepas tepat ketika pemandu acara mengungumkan puncak acara di pesta tersebut. Jimmy Kwok akhirnya mohon diri dan meninggalkan Eleanor bersama Jonathan. Musik kontemporer berputar memenuhi Ballroom. Entah acara apapun yang dimaksud, Jenny pasti telah mengaturnya dengan sedemikian rupa. Sehingga scenario yang kemudian dimainkan adalah dengan kemunculan kedua pengantin di tengah-tengah altar sebagai penanda pesta dansa yang telah dimulai. Gaun Jenny terlihat berbeda dari sebelumnya, tapi riasan wajahnya tampak sedikit aneh. Bahkan terkesan konyol karena tampak glitter di matanya yang tidak rata. Sementara Jimmy Kwok, kali ini terlihat memujanya seperti pria tua mesum. Dan dansa konyol itu kemudian menyebar pada semua tamu undangan, mereka berdansa dengan pasangan masing-masing.

Diam-diam Jenny tampak melirik kearah dimana Eleanor berdiri. Kali ini bibirnya tampak menyunggingkan senyuman mengejek. Pesta itu adalah senjata Jenny, jadi seharusnya bukan dirinya yang terpojok. Jenny jelas mengingat kisah mereka bertahun-tahun lalu ketika masih menjadi teman baik Eleanor dan justru karena itu dia mengetahui kelamahan mantan temannya itu. Eleanor tidak pernah memiliki teman dansa saat pesta dansa sekolah diadakan. Banyak yang takut berhubungan dengan keluarga Eleanor, banyak pula yang murni karena tidak tertarik dengan penampilan Eleanor yang kurang menarik kala itu. Ditambah diam-diam Jenny juga berusaha memperparah reputasi Eleanor dengan menyebarkan rumor-rumor palsu pada teman-temannya. Seperti Eleanor yang suka makan daging buaya, Eleanor yang memaksa siapapun yang ingin menjadi temannya untuk mencuci kakinya terlebih dahulu, bahkan Jenny juga berpura-pura menerima bully selama menjadi teman dekat Eleanor. Alhasil banyak teman-teman sekolah mereka yang menjauhi Eleanor dan justru bersimpati pada Jenny.

Namun yang tidak sempat Jenny ketahui saat itu adalah sebuah telapak tangan tiba-tiba terulur untuk Eleanor. Kalau bertahun-tahun lalu Eleanor tidak memiliki seorang pun yang mengajaknya berdansa, kali ini tangan si pendatang baru yang bersedia mengajaknya berdansa. Orang-orang di pesta itu adalah orang-orang yang telah terjun di dunia bisnis cukup lama, sehingga mereka pun telah banyak mengetahui tentang reputasi bisnis serta kedudukan keluarga Eleanor. Tidak akan ada yang seberani Jonathan mengajak Eleanor berdansa. Sebab mereka bisa menebak kalau Eleanor pasti menolak ajakan itu dan mempermalukan mereka.

“Apakah anda ingin berdansa?” tanyanya memperjelas semua.

Eleanor menatap uluran tangan itu cukup lama. Untuk ukuran pebisni, jari-jari tangan serta lengan Jonathan cukup berotot. Ditambah wajahnya yang berkarisma serta bentuk rahangnya yang tegas. Sekaligus kulit Jonathan termasuk tipe yang eksotis, tapi itu semakin membuatnya tampak maskulin dan jantan. “Sure…” jawabnya.

Secara mengejutkan Eleanor menerima uluran tangan itu. Mereka berjalan meninggalkan meja sampanye dengan diikuti tatapan dari orang-orang di sekitar lantai dansa. Jonathan boleh mengabaikan rumor-rumor buruk tentang Eleanor. Namun dia akan sangat naif jika tidak menyadari padangan orang-orang itu padanya. Tidak ada satu pun pria yang akan berani mengajak Eleanor berdansa, kecuali sepupu dan anggota keluarga Eleanor sendiri. Dalam berberapa acara wanita itu pun hampir tidak pernah terlihat berbaur ataupun berdansa. Namun entah mengapa seorang Jonathan Aldebaran yang menerima kehormatan besar itu.

“Saya meminta maaf, jika mungkin saya berlaku tidak sopan dengan mengajak anda berdansa. Tapi anggaplah dansa ini sebagai bentuk rasa terima kasih saya.” Ujar pria itu disela gerakannya. Posisi wajah Jonathan cukup dekat dengan wajah Eleanor karena tinggi badan Eleanor segaris dengan kedua alis Jonathan. Sementara tangan kiri Jonathan yang berada di pinggangnya sudah cukup memberi getaran aneh.

“Saya merasa tidak keberatan dengan ajakan anda.” Balas Eleanor dengan nada biasa. Berbeda dengan reaksi tubuhnya yang terasa tidak biasa.

“Beberapa saat yang lalu saya bertemu dengan sekretaris anda di pesta ini…” ujar Jonathan kembali, “Dia sangat baik karena menyapa saya terlebih dahulu, lalu menceritakan bahwa sepatu yang diinginkan oleh tunangan saya ketika kami bertemu di Singapura sebenarnya adalah milik anda. Apakah itu benar? Dan lebih membuat saya merasa berterima kasih adalah kebaikan hati anda yang rela memberikan sepatu itu untuk tunangan saya secara cuma-cuma. Tidak banyak wanita seperti anda. Jadi saya merasa beruntung bisa bertemu dengan anda di pesta ini.”

Pintar sekali sekretarisnya itu, batin Eleanor.

Eleanor bahkan tidak tahu kapan Rere bertemu dengan Jonathan. Bukan pertama kalinya kalau Rere bertindak di luar perintah Eleanor. Tapi kali ini sangat keterlaluan. Rere entah bagaimana membuat Eleanor terlihat bodoh di hadapan Jonathan. “Bukan apa-apa Pak Jonathan. Itu hanya sebuah sepatu yang tidak berarti. Saya senang jika tunangan anda menyukainya.” balas setengah hati Eleanor. Siapapun tahu Eleanor justru memikirkan sebaliknya.

Tak lama kemudian, Jenny tiba-tiba menghentikan acara dansa itu. Si pengantin wanita tampaknya ingin mempercepat acara pelemparan buket bunga. Mitos bahwa siapapun yang mendapatkan buket bunga pengantin akan segera menikah membuat beberapa tamu undangan menanti-nantikan sesi tersebut, terlebih dengan dorprize yang dijanjikan bagi siapapun yang berhasil mendapatkan buket Bungan tersebut. Namun kali ini Jenny justru mengejutkan banyak orang karena tidak ingin melempar bunga itu secara acak. Dibandingkan dengan cara itu, dia justru lebih memilih mengunggumkan secara langsung siapa yang layak menerima buket itu.

“Kami sudah berteman cukup lama sehingga aku mengenal dengan baik bagaimana kehidupannya. Sangat disayangkan jika kehidupan asmara-nya tidak semulus kehidupan kariernya. Karena itu dengan buket yang kuberikan ini, aku berharap dia akan mendapat keberuntungan dalam kehidupan asmaranya. Benarkan Eleanor?” ujar wanita itu dari atas altar.

Posisi Eleanor berdiri tidak begitu jauh dari altar, tepat segaris dengan posisi Jenny berdiri. Sehingga keduanya pun terlibat tatapan mata yang sengit. Jenny menuruni altar dengan perlahan. Sementara tamu yang berdiri di lantai dansa tampak memberinya jalan menuju tempat Eleanor berdiri. “Aku ingin memberikan buket ini khusus untuk temanku Eleanor Liemsudibyo. Semoga dia bisa mendapatkan keberuntungan dalam asmaranya dan segera menyusulku menikah.”

 Jenny berbicara secara langsung di depan Eleanor sambil menyodorkan buket itu. Tapi Eleanor tidak bergeming. Bahkan tidak berniat menerima buket itu dari tangan Jenny. Semua orang pun memuji keberanian dan keakraban Jenny dengan Eleanor. Sementara keduanya justru memperlihatkan tatapan permusuhan. Jenny dengan sengaja mempermalukan Eleanor dengan buket bunga itu. Tentu dia sedang menggali kuburannya sendiri.

“Biarkan aku yang membawanya untuk Ibu Liem!” Jonathan tiba-tiba mengambil ahli buket bunga itu dari tangan Jenny. Sehingga tindakannya mengejutkan semua orang, termasuk itu Jenny dan Eleanor sendiri. Eleanor bahkan menatapnya dengan tatapan sulit diartikan. Sebab Jonathan tidak sadar jika keberaniannya bisa menggundang masalah untuknya di masa depan.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status