Sebelum aku meninggalkan restoran Galbi yang baru saja memanjakan perutku, aku ingin sedikit merapikan penampilan diriku yang kurasa sedikit berantakan. Sebagai seorang wanita memoles ulang riasan di wajah menjadi hal umum dilakukan. Tak jarang beberapa alat make up menjadi penghuni tetap di dalam tas yang selalu ku bawa.
Beberapa saat setelah aku menambah polesan di bibir ini dengan lip balm favoritku, ku telusuri jalan yang menghubungkan kamar mandi hingga ke tempat makan yang kami pesan tadi. Namun aku menyadari ada sepasang mata sedang mengawasi ke arahku. Ku coba menatapnya balik, namun orang yang ku yakini pria itu berbalik arah dan berlari untuk melarikan diri. Aku sangat yakin orang tersebut adalah orang yang sama yakni penguntit yang selama ini membuntuti dirinya.
Dengan sekuat tenaga aku berlari menyusul pria yang mengenakan pakaian tebal serta topi yang menutupi kepalanya. Sayang sekali ini malam hari, aku sedikit kesulitan meliha
Ku telusuri jalanan menuju salah satu ruangan serba putih yang masih berada di dalam kawasan salah satu rumah sakit besar di kota Jakarta. Aku tak sendiri, aku ditemani oleh seorang dokter sekaligus teman yang selama ini menemaniku. Dengan bantuan kursi roda yang ia dorong meski aku dengan keras menolaknya.Diana, wanita berjilbab yang tampak anggun tersebut sudah ku kenal saat kami berdua bertemu di salah satu Masjid di kawasan Menteng Jakarta Pusat selepas Shalat tarawih dua tahun lalu.Kala itu aku melihat seorang wanita yang kesulitan dalam mencari sandalnya. Berawal dari membantunya untuk menemukan sandalnya akhirnya kami berkenalan dan saling menyimpan nomor masing-masing.Banyak yang mengatakan bahwa aku dan Diana sangat cocok bila menjalin suatu hubungan yang serius, bahkan kedua orang tuaku juga tak keberatan bila aku memilih Diana menjadi pendampingku.“Umurmu sudah di atas kepala tiga Bi, gadis ma
“Jangan sahur sesudah waktunya, jangan berbuka sebelum waktunya”*Aku segera memasuki kamar yang sudah kami pesan tadi di bagian resepsionis. Kamar didesign menyerupai bangunan bersejarah. Hotel yang ku nilai seperti homestay ini memang berarsitektur tradisional. Ku berjalan menuju kamar mandi yang berada di samping tempat tidur yang terbuat dari kayu serta diukir dengan motif bunga.Aku segera membersihkan badanku setelah seharian berjibaku dengan berbagai aktivitas di dalam dan luar ruangan. Berendam dengan air hangat mampu melepaskan penatku dan juga sebagai sarana mengisi ulang energi ku. Air hangat serta wangi dari aromaterapi mampu menenangkan jiwaku.Kurang lebih 30 menit sudah ku habiskan waktu untuk memanjakan diriku dengan aktivitas di dalam kamar mandi tadi. Ah masalah muncul karena aku tak membawa baju ganti. Karena pekerjaan dadakan ini aku tak mempersiapkan pakaian lain. Ya
Kedua pasang manik ini saling beradu pandang. Kami berdua tak ubahnya bagai orang asing yang berada dalam satu ruangan. Begitu aku selesai membalut luka Kwon Yu Bin, tak ada satu kata pun terucap dari masing-masing kami. Kami berdua terlalu malu untuk memulai pembicaraan. Jelas aku tahu, ini memang seperti apa yang selama ini ku tahu. Yu Bin orang yang tak banyak bicara.Akhirnya aku memilih untuk menjalankan kakiku ke luar dari kamarnya. Aku juga merasa tak nyaman bila harus berlama-lama dengan pria dewasa itu. Karena aku wanita, jadi aku harus menjaga harga diriku sendiri di depannya.“Ji Won ah ... ?” aku menoleh, ketika pria itu membuka bibirnya dengan menyebut namaku. Lalu ia bangkit dan mengikuti aku dari belakang, jantungku berdetak lebih kencang dari biasanya. Apa yang akan ia katakan padaku? Apakah ada suatu hal penting yang ingin ia katakan padaku?“Iya Pak Kwon ...” jantun
Hampir tiga puluh menit lamanya aku berada dalam sebuah ruangan yang dikhususkan untuk proses Radioterapi. Terapi radiasi ini merupakan terapi pertama yang ku jalani setelah aku memutuskan untuk menerima pengobatan pada penyakitku. Aku tak merasakan rasa sakit pada terapi yang harus kujalani selama dua kali dalam seminggu ini nantinya. Terapi penyinaran pada bagian luar tubuhku ini memang ditujukan untuk membasmi dan menghambat pertumbuhan sel-sel kanker di dalam otakku.Selama itu pula dokter menyarankan agar aku rileks dan tak memikirkan apa pun. Yang ku tanamkan pada benakku adalah aku ingin sembuh. Aku ingin bertahan di dunia ini, karena aku ingin menjadi lelaki yang berbahagia karena ada seorang gadis yang selalu menungguku.Setelah semua tahapan Radioterapi ku lakukan dengan dibantu Dokter Bayu, Dokter Bayu menjelaskan padaku tentang efek samping yang akan ku alami setelah proses terapi ini.Kulit gatal dan kering, rambut rontok
Malam semakin dekat menyapa tanpa kami sadari berdua, kegiatan yang awalnya hanya mentraktir kopi kini tak ubahnya bagai obrolan dengan teman lama yang baru saja bertemu. Aku baru menyadari bahwa Kwon Yu Bin ternyata pria yang hangat tak seperti yang orang katakan. Nyatanya laki-laki yang kini menemaniku mengobrol adalah lelaki yang memiliki perasaan tulus. Ia bahkan bersedia mendengarkan ceritaku yang tak jelas.Keramahan dan kenyamanan mengobrol dengan kepala editorku tak membuatku hanyut dalam buaian canda. Aku masih memiliki norma dan batasan, oleh karena itu aku segera pamit untuk undur diri ke kamarku. Ku lihat jam sudah menunjukkan waktu untuk segera memejamkan mata. Tak baik bagi wanita bila terus berlama-lama dengan lawan jenis.Yu Bin menanggapi permintaanku untuk segera istirahat karena besok pagi kita harus segera pulang ke Incheon. Tampak sangat terlihat, tubuh lelaki yang ku kenal kalem itu terlalu lelah. Apalagi
“Bu Angeline ...” sahutku membalas sapaan darinya. Mengapa aku begitu sial hari ini? Bagaimana bisa aku berduaan dengan kekasih wanita lain? Lalu apa yang akan di lakukan oleh wanita itu saat ini? Semua pertanyaan itu menyeruak begitu saja dalam pikiranku. Aku bingung dan takut bahagia caraku untuk menjelaskan keadaan yang sebenarnya.“Aku akan mandi, kalian mengobrol lah terlebih dahulu!” ucap kepala editorku seraya meninggalkan kami berdua yang saling menatap meski hanya lewat sambungan video call. Begitu merona wajah ini di hadapan kekasih lelaki tersebut karena aku baru saja membuka ikatan handuk yang Yu Bin kenakan.“Nona Kang ...” Bu Angeline kembali menyadarkan aku dari lamunanku. Suasana canggung kini hadir di antara kami berdua. Kami memang sering bertemu karena beliau merupakan pimpinan di Never Webtoon, namun keadaan seperti tak pernah aku bayangkan. Menjadi wanita bajingan yang terciduk bersama
Sepoi-sepoi angin mengiringi perjalanan pulang kami ke Kota Incheon. Suasana di dalam mobil menuju Incheon kini tak segersang sewaktu berangkat ke Suwon. Kwon Yu Bin dan aku yang umumnya jarang mengobrol, kini tampak semakin akrab satu sama lain. Meski hal yang kami bicarakan bukan tentang pekerjaan, namun itu telah cukup memecah keheningannya di dalam mobil. Dan dari obrolan bersamanya, aku baru mengetahui bahwa Nyonya Park Na Ra adalah satu-satunya saudara yang ia miliki. Pantas saja bila ia begitu akrab dengan Bu Park ketika Bu Park mengunjungi Never Webtoon. Bu Park merupakan Nunna nya meski appa keduanya tak sama.Perjalanan yang awalnya membosankan namun berubah menjadi lumayan menyenangkan tersebut sebentar lagi akan usai ketika sudah memasuki jalan di mana rumahku berada. Wajah letih Yu Bin kini berubah menjadi lebih berbinar dari sebelumnya. Ketika aku hendak pamit untuk masuk rumah, ku lihat Sung Woo telah menyambut Nunna nya. Melihat Sung Woo menyambu
Mercedes Benz G Class, mobil yang membawa aku dan Yu Bin menembus jalanan Kota Icheon siang hari. Pria berwajah datar itu ikut menemaniku menuju tempat yang telah disebutkan oleh adikku Sung Woo. Aku merasa bersalah telah menerima bantuannya dalam mengantarkan aku. Aku sedikit berdosa pada Yu Bin karena tak memberinya kesempatan beristirahat dengan tenang. Bahkan ia baru saja mengemudi jarak jauh dari Suwon. Rencana mengajaknya makan harus gagal karena ia harus mengikuti aku untuk menangkap si penguntit.Bila dilihat dari apa yang Sung Woo sampaikan, semua ciri-ciri lelaki itu mengarah pada anak lelaki yang berjanji akan kembali ke Incheon 20 tahun yang lalu. Jika benar seperti yang dikatakan oleh adikku Sung Woo, apa hal pertama yang harus ku lakukan? Apakah aku akan memarahinya karena melupakan janjinya? Atau kah aku akan berlari berhamburan memeluknya?Dalam perjalanan menuju Songdo, tak ada kata yang terucap dari bibir Yu Bin. Lelaki dew