POV RezaWanita itu semakin mendekat ke arahku. Tiba-tiba kakiku terasa bergetar hebat. Tubuhku menjadi lemas, kupeluk erat tubuh Amira dalam dekapanku. Takut, takut akan pikirin buruk yang terus berbisik tanpa henti dalam pikiranku."Cari siapa mbak?" ucapnya dari balik pagar besi.Aku bisa melihat wajah cantik itu dari sela-sela pagar besi yang berdiri kokoh di depan rumah berlantai dua milik Mas Panji."Saya, saya!" Entah kenapa lidahku terasa kelu. Aksara yang sudah kususun rapi musnah begitu saja."Siapa sayang!" Panggil pria yang menghampiri wanita yang engan membukakan pintu rumahnya untukku dan pria yang memanggil sayang itu ternyata adalah Mas Panji."Sayang!" Panggilan itu seketika meruntuhkan seluruh impianku hidup bahagia bersama dengan Mas Panji.Kuseka sudut mataku ya
Setelah membuang Amira, hatiku cukup lega. Bayangan hinaan dan cacian dari teman-temanku perlahan menghilang dari ruang di memoriku. Bayangan Mas Bagas yang menertawai kehancuranku itu pun tidak akan pernah terjadi.Kusandarkan kepalaku pada bangku mobil. Perlahan rasa kantuk kembali menyerang. Aku bersyukur dengan begitu kenyataan buruk itu dapat kulupakan meskipun sejenak."Za!" Panggil seorang yang kini duduk di kursi kemudi. Aku tidak tau sejak kapan Mas Rio masuk ke dalam mobil. Rasanya mata ini masih begitu lengket untuk terbuka."Iya Mas," sahutku malas dengan mengeliatkan tubuhku yang terasa remuk."Loh Za, mana Amira!" Pria itu terkejut melihatku tanpa Amira. Ia mencari bayiku hingga ke bangku belakang."Za, mana Amira?" sergah Mas Rio panik.Aku bergeming. Tatapanku kosong lurus kel
Lima tahun kemudianPOV BagasSepi masih menjadi teman setiaku. Rasa hampa menjadi hal yang mulai terbiasa. Bukan aku tak ingin memulai cinta yang baru. Hanya saja bayangan wanita itu Engan beranjak dari relung hatiku.Waktu seolah berlalu cepat sekali. Tapi entah mengapa justru rasa itu semakin mengakar dan susah sekali untukku musnahkan.Harta dan kedudukan yang kini aku miliki tak lantas menyembuhkan dahaga yang mulia terkikis. Ambisiku menghancurkanku hingga aku kehilangan segalanya.Aku memilah beberapa mainan anak-anak yang berada di sebuah pusat perbelanjaan di kota minyak bumi, Bojonegoro. Kupilih mainan yang terbaik yang berada di atas rak. Tidak peduli berapapun harganya. Asalkan Aska senang maka akan aku bayar.Kata ibu tahun ini Aska sudah masuk sekolah dasar. Putraku itu sangat menyukai pesa
Aku bergegas bangkit dari tempat kuberada. Melangkah masuk ke dalam rumah saat suara langkah kaki itu semakin dekat. Aku harus bersembunyi dari siapa pun di rumah ini kecuali ibu dan pembantu setia rumah ini."Nek, tadi mbak Yasmin bilang nenek ngak usah nungguin mbak Yasmin pulang. Beliau mungkin pulang sedikit telat," ucap seorang yang sedang berbicara dengan ibu.Aku bersembunyi di balik tembok pembatas antara ruang tamu dan ruang keluarga rumah itu. Jantungku hampir saja mau copot aku kira derap langkah kaki itu adalah Yasmin. Ternyata orang baru yang belum pernah aku kenal sebelumnya."Ah ... Membuat jantungku mau copot saja!""Oh iya!" sahut ibu dengan suara bergetar. Gugup."Paman ngapain paman di sini?" Aku tercekat saat Aska menarik bajuku. Entah sejak kapan bocah dengan kaos hijau itu mengikuti aku hingga
POV Yasmin."Umi!" Panggil Aska dari ambang pintu. Bocah kecilku yang kini telah berumur tujuh tahun itu menarik kedua sudut bibirnya tersenyum kecil.Aska berjalan mendekatiku dengan memeluk sebuah mainan yang teramat asing sekali untukku. Ia menaiki ranjang duduk tepat di sebelahku berada kini."Kenapa sayang!" ucapku mengusap lembut rambut Aska yang begitu lembut."Mi, besok ada pertemuan wali murid di sekolah," ujar Aska menghentikan kalimatnya. Wajahnya nampak ragu untuk meneruskan kalimat yang tertahan itu. Sesekali ia membuang wajahnya dari tatapanku."Terus!""Kata Bu guru yang harus datang itu wali murid laki-laki soalnya mau diajarkan berkebun di sekolah, Mi," jelas Aska.Aku tersenyum kecil, merangkul tubuh Aska dalam pelukanku. Aku tidak mau jika anakku mera
Terik sinar matahari kain menyengat pori-pori kulit. Aku lebih memilih berdiam di dalam ruanganku mengecek beberapa laporan keuangan butik yang meningkat pesat dari bulan ke bulan.Sesekali aku menoleh pada bunga mawar putih yang berada di atas meja kerjaku kemudian beralih pada layar monitor di hadapanku.Aku tersenyum kecil. Bang Rasyid selalu saja membuatku merasa senang. Meskipun aku belum bisa menerima cinta pria itu dalam kehidupanku sepenuhnya.Cekret!Pintu ruanganku terbuka. Bocah kecil itu lari ke arahku dengan senyum merekah, sementara bang Rasyid mengekori di belakang punggung Aska yang berjalan lebih dulu.Kubuka kedua tanganku menyambut pelukan Aska. Nampaknya hari ini putraku sedang sangat berbahagia. Hal itu tergambar jelas dari binar yang terbit pada kedua matanya."Umi!" ucapnya dalam p
Mataku membulat mendapati pria yang hampir tak pernah kulihat selama lima tahun itu. Pria yang mengenakan seragam dinas yang pernah membuatku bangga menjadi pendampingnya.Pria itu bangkit dari tempat duduknya. Menatap pada kehadiranku. Sementara ibu hanya terdiam duduk di kursi roda yang berada di samping mas Bagas."Yas, maaf!" ucapnya."Mas Bagas mau apa ke sini?" tanyaku memasang wajah datar. Rasa sakit yang telah lama ku pendam kembali terasa nyeri."Duduklah dulu Yas, biarkan Bagas berbicara," titah ibu.Aku menurut. Kududukkan bokongku pada bangku di hadapan mas Bagas. Pria dengan raut wajah yang tak pernah berubah itu juga kembali terduduk."Maaf Yas, jika kehadiranku mengganggu waktumu. Aku hanya ingin menjelaskan sesuatu hal kepadamu."
POV RezaAku menoleh ke luar dinding kaca toko baju. Mas Rio dan Amira yang sedari tadi bermain di luar toko nampak menghilang. Aku segera membayar baju-baju yang telah aku pilih dan mencari keberadaan anak dan suamiku.Aku menyusuri lorong-lorong pusat perbelanjaan itu. Namun, aku sama sekali tidak menemukan keberadaan mereka. Hingga akhirnya aku mencoba mencari mereka di lobby mall. Aku melihat mereka sedang berbicara dengan seseorang. Sepertinya Amira lagi-lagi sedang membuat ulah.'Dasar bocah nakal," rutukku dalam hati.Ku percepat langkah kakiku menghampiri mas Rio dan Amira. Namun, sesuatu justru membuat langkah kakiku terasa berat untuk melangkah.Wanita dengan gamis coklat itu. Iya itu pasti Yasmin. Aku kenal sekali dengan wanita yang membuat mas Bagas berhenti mencintaiku. Wanita yang akan aku benci seumur hidupku. Wanita yang m