"Nak, ibu ingin sekali kamu segera meminang Reza. Ibu rasa kamu sudah saatnya memiliki seorang pendamping," ucap Ibu dengan wajah penuh binar.Tidak bisa aku pungkiri, menginjak usaiku yang ke 28 tahun pasti ibu merasa dilema. Mungkin juga malu karena diriku yang tak kunjung menikah. Karena sudah banyak diantara teman-temanku justru sudah ada yang memiliki anak, bahkan ada yang memiliki anak lebih dari satu."Iya Bu, nanti aku coba bicara sama Reza ya!" hiburku pada Ibu.Ibu menolehkan wajahnya menatapku. "Loh, memangnya selama ini hubungan kalian itu bukan pacaran toh?" tanya ibu dengan netra menyelidik."Ya, kami pacaran Bu. Tapi, sudahlah Bu nanti saja aku ceritanya," ucapku lesu berajak meninggalkan Ibu di meja makan.Kubenamkan tubuhku di atas rajang, menatap langit-langit kamar yang telah dipenuhi rumah laba-laba. Pasti wanita itu t
Mobil bak terbuka yang aku tumpangi telah tiba di depan halaman rumah minimalis berlantai dua. Rumah yang asri dengan aneka tanaman yang tumbuh di bagian halaman depan rumah."Wah, rumahnya besar sekali Bagas," decak kagum Pak lek Narto melihat rumah Reza. "Beruntungnya kamu dapat istri orang kaya!" imbuhnya menepuk lembut bahuku dengan tatapan bangga."Iya Pak lek!" sahutku dengan tersenyum kecil."Alhamdulillah ya Nak, akhirnya impianmu terkabul." Kini giliran ibu yang menepuk bahuku penuh haru.Aku segera mengajak Ibu dan Pak lek Narto menuju pintu utama rumah Reza. Aku yakin pasti kedua orang tua Reza telah menunggu kedatangan kami sedari tadi. Karena mobil butut Pak lek Narto tadi sempat beberapa kali mogok, hingga membuat kedatangan kami sedikit terlambat.Tok! Tok! Tok!"Assalamualaikum," sapaku dari lu
Sepanjang perjalanan ibu terus menghardikku. Wanita itu bahkan bersumpah akan secepat mungkin mencarikan jodoh untukku. Aku harap ucapan itu hanyalah karena rasa kesal ibu kepada Reza. Karena seumur hidupku aku hanya ingin mencintai gadis bernetra jeli itu.Kubenamkan tubuhku di atas kasur, menatap pada layar gawai, berharap Reza akan menghubungiku dan meminta maaf kepadaku atas kejadian yang terjadi tadi pagi. Namun, hingga malam menjelang, gadis itu sama sekali tidak menghubungiku.'Apakah Reza tidak mencintaiku. Lalu apa artinya dengan kalimat-kalimat cinta yang sering ia lontarkan kepadaku. Harusnya kan aku yang marah saat ini. Bukan dia.'Kuusap kasar rambut klimisku hingga berantakan. "Dasar keras kepala!" ucapku lirih membanting ponselku di atas kasur.
"Maksud kamu?" Ibu membulatkan netranya menatapku."Bagas hanya mau menikah siri dengan gadis pilihan ibu!" cetusku lantang mengulangi ucapanku.Ibu diam dan terlihat berfikir. Matanya manatap tajam ke arahku yang duduk di hadapannya."Kenapa harus menikah siri? Apakah kamu masih mengharapkan wanita itu lagi?" selidiknya."Ibu, Bagas sangat mencintai Reza Bu. Sampai kapanpun Bagas akan menunggu Reza sampai dia mau menjadi istri Bagas, Bu." ceritaku terdengar pilu dan penuh harap agar ibu mau mengerti dengan perasaanku.Ibu mendengus halus. Wanita itu terus memilin jari jemarinya seraya berfikir. Netranya tidak berhenti mengawasiku yang tertunduk lesu."Lalu bagaimana jika Reza tidak juga diangkat menj
Aku masih menatap wajah gadis yang mengenakan kerudung berwarna nude yang berdiri di hadapanku. Kulitnya sawo matang, tidak ada bagus-bagusnya sedikitpun. Beda jauh dengan Reza si gadis cantik dengan kulit putih bagaikan pualam.Tubuhnya pun mungil, hidungnya sedikit pesek dan tidak terlalu mancung. Ah, sangat tidak menarik sama sekali bagiku. Yang membuatku semakin ilfeel adalah, ternyata gadis di hadapanku ini cuma tamatan SMA. Sungguh jauh dari angan-anganku. Untung saja dia cuma istri siriku. Yang kapan saja bisa aku tinggalkan tanpa harus mengurus surat perceraian ke pengadilan."Iya, siapa namamu Nak?" tanya ibu pada gadis yang sama sekali tidak berani mengangkat wajahnya menatapku. Mungkin karena dia tidak terlalu cantik, sehingga dia merasa malu kepadaku. Pikirku sih begitu."Yasmin, Bu!" sahutnya terdengar lembut.
Suasana telah kembali hening. Suara sound sistem yang mengiringi pernikahanku pun telah dimatikan semenjak tadi sore. Sementara tenda paling besar yang ibuku pesan, sudah diturunkan setelahe acara pernikahanku selesai.Ramai para tetangga yang membantu mempersiapkan acara besar ibu juga telah kembali ke rumah mereka masing-masing. Kini di rumah ini tinggal aku, ibu dan juga wanita asing yang kini sudah resmi menjadi istriku.'Hari ini aku telah resmi menikahi seorang gadis secara siri. Ya, betul sekali. 'Tidak ada satupun orang yang tau perihal itu. Karena acara akad nikah di lakukan di kantor KUA. Sementara resepsinya dilaksanakan di kediamanku. Sudah pasti tidak ada yang mengira jika pernikahan ini hanyalah pernikahan di bawah tangan.Setelah acara selesai, aku segera membarin
Dreg! Dreg!Ponselku terus saja bergetar. Terpampang nama sunshine dari layar yang terus berkedip.Aku mendengus halus, sebelum aku menekan tombol hijau pada layar ponsel. Kupersiapkan diriku untuk menerima segala kemungkinan dari omelan Reza pastinya."Halo!" sahutku setelah menekan tombol hijau."Mas, Mas ngak jadi balik ke Bojonegoro ya?" suara Reza terdengar meninggi. Pasti ia sedang merah sekarang."Iya Dek, paling minggu depan Mas baru bisa balik," jelasku terbata."Apa?" pekik Reza dengan suara lantang. Aku sedikit menjauhkan ponsel dari telingaku."Ngapain aja sih Mas di sana sampai seminggu itu!" sahut Reza dengan suara kesal.
Kutepis desiran aneh yang mengusik hatiku. Senyuman manis itu seolah berhasil mengoyahkan rasaku pada wanita itu.'Bagas, ingat dia bukan gadis impianmu.'Aku segera menyadarkan diriku dari rasa aneh itu. Kulangkahkan kakiku meninggalkan Yasmin. Aku harus segera sampai di Bojonegoro sebelum jam pelajaran sekolah dimulai agar dapat bertemu dengan kekasih hatiku.Setelah perjalanan hampir dua jam lebih lima belas menit, akhirnya aku sampai juga di depan pintu gerbang sekolah menengah pertama tempat Reza mengajar.Pagi masih buta, udara pagi yang berkabut membuat hawa dingin semakin menusuk ke dalam tulang-tulangku. Meskipun kini aku sudah menggunakan pakaian yang cukup tebal.'Dek, dek kalau bukan karena kamu, Mas tidak mau disuruh ke sini pagi-pagi seperti ini.'Kugosok kedua telapak tanganku, agar tubuh ini ti