Share

Bab 6

Saat makan malam keluarga, banyak orang terus menyanjung Donald, satu per satu, dan mereka sangatlah ramah.

Sementara itu, sejak awal hingga akhir, tidak ada seorang pun yang melihat Thomas dengan baik.

Emma, ​​yang duduk di sampingnya, juga merasa terhina. Beberapa kali dia ingin berdiri dan pergi karena dia sungguh malu berada di tempat itu lagi.

Pada saat itu, ponsel Thomas berdering.

"Permisi, aku harus menjawab panggilan ini."

Setelah Thomas keluar dari ruangan, dia menjawab panggilan itu, dan suara Simson terdengar dari ujung telepon.

“Bos, kami sudah menerima dokumennya. Mereka ingin Anda mengambil alih jabatan panglima dan bertanggung jawab atas tiga kota. Anda harus menghadiri upacara suksesi.”

“Kamu tahu aku. Aku tidak suka formalitas seperti ini. Aku dapat mengambil alih jabatan panglima penanggung jawab, tetapi batalkan saja upacara suksesinya,” jawab Thomas acuh tak acuh.

“Hmm … Itu sudah diatur oleh atasan kita. Bos, ini tidak mudah untuk dibatalkan.”

“Kalau begitu, kamu bisa hadir mewakili aku.”

“Itu tidak pantas, kan? Atasan kita tidak akan menyetujuinya.”

“Kalau mereka tidak setuju, aku tidak perlu mengambil alih jabatan panglima penanggung jawab. Sampaikan saja pesanku kepada atasan kita.”

“Bos, jangan marah. Aku akan memberitahu mereka.”

Thomas lalu mengakhiri panggilan. Saat dia hendak kembali, Harvard berjalan dengan gembira.

"Hei, kamu berbicara di telepon dengan siapa?"

"Seorang teman."

"Apa sampah sepertimu masih punya teman?" kata Harvard. “Kalian berdua pernah di militer, tapi lihatlah Donald, dan lihat dirimu sendiri. Kenapa kalian berdua sangat berbeda? Barusan, Ronald berjanji untuk membawa aku ke upacara suksesi panglima yang baru. Lihatlah seberapa kemampuannya. Dia berhasil mendapatkan undangan langsung lewat orang dalam. Bagaimana denganmu? Kamu cuma bisa tinggal di rumah dan menunggu untuk melihatku berjabat tangan dengan panglima baru di televisi!”

Thomas tersenyum tipis dan bertanya, “Bukannya gampang mendapatkan undangan? Kalau kamu tidak bisa hadir dan Donald tidak bisa pergi, bukannya akan sangat canggung?”

“Bah!” Harvard memarahi, "Kalau kami tidak bisa hadir, apa sampah sepertimu bisa hadir?"

Saat mereka berdua berbicara, Emma berjalan keluar.

Wajahnya sepenuhnya cemberut. Jelas, seseorang telah mengatakan sesuatu untuk mempermalukannya lagi.

Ketika dia melewati Thomas, Emma berbisik, "Ayo pulang sekarang."

Harvard berkata dengan sinis, “Hei, Emma, ​​jangan pulang dulu. Aku belum bersulang denganmu.”

Emma menundukkan kepalanya sambil cepat-cepat berjalan menuju mobilnya, dan Thomas mengikutinya.

Setelah Emma membuka pintu mobil dan masuk ke dalam, dia membanting setir dengan keras untuk melepaskan amarahnya. Dia lalu mengangkat kepalanya dan menghela nafas panjang.

Perasaannya yang tertekan, keluhan, keberatan, dan rasa sakitnya meledak pada saat itu juga.

Thomas meliriknya dan tidak mengatakan sepatah kata pun. Dia berbalik dan melihat ke luar jendela, terlihat menyendiri.

Emma menginjak pedal gas dan dengan cepat meninggalkan tempat itu, yang membuatnya merasa tidak nyaman.

Di tengah perjalanan, Emma yang sedang sedih bertanya, "Apa kamu tahu mereka berkomentar apa soal kamu?"

"Mereka bilang apa?"

“Kamu lemah, rendah, dan tidak tahu apa-apa soal memperbaiki diri. Beberapa orang bilang kalau kamu adalah pria simpanan.”

"Oh."

"Oh? Kamu tidak punya tanggapan lain saat kamu mendengar kata-kata itu?”

Thomas berbalik dan menatap Emma. “Tanggapan apa yang kamu harapkan dariku? Merasa marah, sedih, atau bertengkar dengan mereka?”

Emma menggigit bibir bawahnya. Dia ingin mengatakan sesuatu tetapi tidak tahu bagaimana harus mengatakannya.

Wanita itu sebenarnya hanya ingin melihat Thomas bekerja keras.

Thomas terus melihat ke luar jendela, tetapi dia tiba-tiba bertanya, “Hidupku selama bertahun-tahun ini sangat membosankan; apa kamu tahu hal yang paling suka aku lakukan untuk menghilangkan amarah?”

Emma tidak menjawab.

“Aku paling suka menonton pertunjukan di sirkus. Aku tidak suka melihat sesuatu yang sangat rumit, sebaliknya, aku suka melihat badut tampil.”

"Hah?"

Emma melirik Thomas dengan bingung. Dia tidak mengerti apa yang pria itu maksud.

Mungkinkah dia menganggap orang-orang yang mengejeknya selama makan malam keluarga tadi seperti badut? Jadi, itu bukan karena Thomas penyabar yang membuatnya tidak marah. Dia sebenarnya menonton 'pertunjukan' mereka?

Dalam sekejap, Emma merasa seakan dia tidak begitu mengerti Thomas. Pria itu terlihat sangat misterius, tetapi ekspresinya terlihat seperti seorang pria pemalu.

Apakah Thomas orang yang kuat atau individu yang lemah?

Di rumah ….

Ketika Emma dan Thomas memasuki ruang tamu, mereka melihat Johnson duduk di sofa sambil menulis tanpa henti dengan pena. Dia menggaruk-garuk kepalanya dan terkadang terlihat sedang berpikir keras.

"Ayah, Ayah sudah pulang."

"Ya."

"Departemen bilang apa?"

Tanpa mengangkat kepalanya, Johnson menjawab, “Hasilnya sudah keluar. Upacara suksesi untuk panglima penanggung jawab akan dilakukan besok. Aku akan mewakili departemen dan hadir. Kalau aku dapat membangun hubungan dengan panglima penanggung jawab, aku pasti akan memiliki karier yang sukses.”

Emma berjalan mendekat dan melirik sesuatu yang ditulis Johnson. "Ayah, apa yang Ayah tulis?"

"Daftar hadiah."

"Hah? Siapa yang ingin Ayah beri hadiah?”

Johnson berkata, “Bukannya sudah jelas? Aku menghadiri upacara suksesi, jadi bagaimana aku bisa pergi tanpa membawa hadiah? Apa aku tidak perlu menyiapkan sesuatu? Tapi, aku tidak tahu apa yang disukai oleh panglima. Kalau hadiahku murah, aku takut dia akan membencinya. Kalau aku memberinya hadiah mahal, aku khawatir aku akan dikritik. Emma, ke sini dan beri aku ide.”

Emma menggelengkan kepalanya. “Bagaimana aku tahu?”

Thomas berjalan mendekat dan memeriksa daftar hadiah yang ditulis Johnson di atas kertas. Kebanyakan berupa barang berharga, cukup bagus dijadikan hadiah. Masalahnya adalah Thomas tidak tertarik hal-hal seperti itu.

Dia tersenyum sambil berkata, "Ayah, aku rasa hadiah ini tidak keren."

"Oh ya?"

“Ayah bisa membeli hadiah ini, tetapi orang lain juga bisa memberinya hal yang sama. Hadiah itu tidak akan menunjukkan ketulusan Ayah.”

Johnson mengangguk. "Kamu benar. Menurutmu apa yang harus aku berikan sebagai hadiah?”

"Bir."

“Bukannya bir terlalu umum?”

Thomas menjawab, "Ayah perlu bir Rhapsody dari Pantai Barat."

"Oh? Apa istimewanya bir itu? Apa bir itu sangat mahal?”

"Tidak." Thomas menjelaskan, “Hidup di Pantai Barat sangat sulit. Setiap prajurit memiliki keinginan liar untuk minum seteguk bir. Bir Rhapsody murah, juga kuat, dan bir itu favorit di antara para prajurit kelas rendah.”

Johnson mengerutkan kening. “Bagaimana aku bisa memberikan bir yang dinikmati oleh prajurit kelas rendah kepada panglima? Dia dari Pantai Barat, tapi dia sama sekali bukan prajurit dari kelas bawah.”

Thomas berkata, “Di Pantai Barat, para pemimpin dan para prajurit pejuang tidur bersama di tempat yang sama. Mereka makan makanan yang sama dan minum bir yang sama. Apa yang para prajurit suka minum juga pasti menjadi favorit para pemimpin.”

Johnson akhirnya diyakinkan oleh Thomas.

Memang, dalam hal pemahaman Pantai Barat, dia tidak sebaik Thomas.

“Ya, aku harus mencobanya."

“Aku akan menyuruh mereka membeli bir Rhapsody. Thomas, aku harap aku tidak salah memercayaimu.”

Johnson segera memerintahkan anak buahnya untuk membeli bir.

Pada saat itu, ponsel Thomas kembali berdering.

“Bos, para atasan setuju. Selama Anda bersedia menerima posisi panglima, mereka tidak keberatan siapa yang menghadiri upacara suksesinya.”

Thomas berkata, "Oke, bantu aku mendapatkan undangan untuk dua orang."

"Hah? Tunggu, Bos, apa Anda bercanda? Anda adalah panglima, dan Anda seharusnya menghadiri upacara tersebut, tetapi Anda meminta aku untuk menghadiri upacara tersebut. Itu bukan masalah, tapi Anda masih ingin aku memberi Anda dua undangan. Apa Anda ingin datang sebagai tamu dan melihat aku mempermalukan diri sendiri?"

Thomas dengan dingin bertanya, "Apa kamu ingin melawan perintahku?"

Simson langsung menyerah. “Aku tidak berani. Aku akan mengikuti perintah Anda."

"Oh ya, bantu aku menghapus dua nama dari daftar hadir untuk upacara itu."

“Nama siapa?”

Thomas menyeringai. “Donald Brick dan Harvard Hill.”

Komen (5)
goodnovel comment avatar
Ronggur Milae
ada ratusan cerita yg begini, ceritanya sama, hanya berbeda, nama tokoh, daerah,dan ceritanya tak jelas, berteke tele, dan tdk ada sekesainya
goodnovel comment avatar
Agung Mustakim Abdulloh
dewaperang nya lagi jadi patung nysel baca ini kurang sat set dewaperang kok kayak kebo
goodnovel comment avatar
Enicha Shaoran
set dah panglima d lawan... (≧▽≦)
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status