Nia mengambil uang tersebut kemudian pergi tanpa mengucapkan banyak kata lagi. Aneh, benar-benar aneh istriku akhir-akhir ini.
Aku kembali ke kamar dan melihat ranjang telah rapi, Nia memang selalu handal dalam membersihkan rumah dan memasak. Sebenarnya, ia istri yang sempurna jika saja ia tak cerewet. Namun, kini mengapa aku justru rindu pada sikapnya yang seperti dulu?
_____
"Sarapan sudah siap Mas," ucap Nia setelah ia selesai menyiapkan semua sarapan untukku.
Aku beranjak dari tempat duduk di teras dan menghampirinya yang tengah duduk di meja makan. Ia memang selalu menemani aku sarapan, tak pernah sekalipun ia sibuk sendiri di saat aku sarapan.
"Kamu gak makan sekalian?" tanyaku ketika ia hanya menyediakan satu piring yaitu untukku.
"Mas aja dulu," jawabnya.
Aku merasa ia hanya berbicara seperlunya padaku. Bahkan, ia pun jarang menatapku ketika kami bicara. Sepertinya aku harus mengintai tingkahnya saat aku tak ada di rumah.
Apa ia benar-benar memiliki pria lain sehingga bersikap dingin padaku? atau ... aaah, aku benar-benar frustasi memikirkan sikapnya akhir-akhir ini.
"Aku berangkat ya," pamitku tanpa menghabiskan sarapan di depanku.
Aku benar-benar tak selera makan karena memikirkan sikap Nia. Aku pun ingin melihat reaksinya saat aku tak menghabiskan makanan.
Biasanya ia akan marah, bahkan memintaku untuk menghabiskannya. Ternyata aku benar-benar merindukan ocehannya yang penuh dengan perhatian.
"Iya Mas."
Aku tercengang, alih-alih menegurku ia justru hanya diam dan menarik piringku ke tangannya hendak di bawa ke dapur. Ia bahkan tidak marah dan tidak memintaku untuk menghabiskannya.
"Kamu sehat kan?" tanyaku yang benar-benar sudah tidak tahan dengan sikapnya.
"Alhamdulillah," jawabnya.
Ia meraih jemariku dan mencium punggung tanganku. Aku pun kemudian segera beranjak pergi meninggalkannya sendiri di rumah.
Seperti rencanaku, aku ingin mengintainya dan mencari tahu apa yang membuatnya berubah akhir-akhir ini.
Aku parkir kan mobil rumah orangtuaku yang terletak di ujung gang, kemudian aku meminjam motor milik adikku untuk pergi ke rumah diam-diam. Alasannya ada sesuatu yang ketinggalan saat ibu menanyakan mengapa kembali.
Tak ada yang aneh dari rumahku, aku melihat dari kejauhan Nia sedang menyapu teras rumah. Kemudian beberapa saat lagi ia mengepel lantai dan membereskan cucian.
Cukup lama aku bersembunyi di sebuah rumah tak berpenghuni yang jaraknya hanya sekitar lima puluh meter dari rumahku.
Dan setelah selesai mandi, Nia duduk di teras sembari bermain dengan ponselnya. Ia sangat terlihat sibuk, bahkan ia menghabiskan banyak waktu di sana.
Aku pikir sudah cukup aku tahu, ia banyak menghabiskan banyak waktu untuk ponselnya. Dan aku pun yakin, ada seseorang yang ia sembunyikan di balik ponsel miliknya.
Aku harus mencari tahu lagi, siapa sebenarnya pria yang sudah membuat Nia berubah dan berhasil merebut hatinya sehingga bersikap dingin padaku.
Aku segera pergi ke rumah orangtuaku untuk menukar motor adikku ke mobil milikku dan bergegas pergi ke kantor.
Sampai di kantor, aku melihat ponselku. Benar-benar tak ada pesan dari Nia, ia bahkan tak menanyakan aku sudah sampai atau belum.
Ya Allah aku rindu Nia yang dulu, Nia yang perhatian dan selalu manja padaku.
"Mas, kamu kok telat sih?" tanya Widya yang tiba-tiba datang ke meja kerjaku.
Aku menatapnya, entah mengapa wajah yang dulu begitu terlihat cantik kini nampak biasa saja.
"Ga apa-apa, Nia ..."
"Ohh, Mbak Nia kenapa?" potongnya.
Kali ini, aku tidak melihat sisi khawatir dari pertanyaan nya. Namun, aku melihat ia cemburu karena aku menyebut nama istriku.
"Ga apa-apa, aku mau kerja ya. Ngobrolnya nanti siang lagi," usirku.
Widya nampak kesal dengan ucapanku, ia bahkan pergi seraya menghentakkan kakinya ke lantai. Entahlah, ternyata begini pusingnya memiliki dua wanita.
Kali ini, aku tidak melihat sisi khawatir dari pertanyaan nya. Namun, aku melihat ia cemburu karena aku menyebut nama istriku."Ga apa-apa, aku mau kerja ya. Ngobrolnya nanti siang lagi," usirku.Widya nampak kesal dengan ucapanku, ia bahkan pergi seraya menghentakkan kakinya ke lantai. Entahlah, ternyata begini pusingnya memiliki dua wanita.______Setelah makan siang, aku berniat menelpon Nia untuk memastikan ia masih di rumah dan tidak bepergian kemanapun."Halo, kamu dimana?" tanyaku pada Nia."Dirumah!" jawabnya singkat.Seperti belakangan ini ia terus saja bersikap dingin padaku."Nyalain video nya!" perintahku.Hingga akhirnya kami saling bisa melihat satu sama lain ketika panggilan beralih ke video. Bodohnya, aku lupa jika ada Widya di sebelah ku sehingga aku sedikit menggeser tubuhku.
Ting!Satu foto masuk ke aplikasi pesan milikku. Foto tangan Widya yang di penuhi darah. Apa-apaan ini, Widya benar-benar bunuh diri!Aku putar kemudi ke arah apartemen Widya meski aku sudah hampir sampai di rumah. Saat ini, aku hanya takut Widya nekat dan benar-benar mengakhiri hidupnya.Sepertinya kami memang harus mengakhiri semuanya baik-baik. Atau mungkin, aku sudah terjebak dalam pemainan yang aku buat sendiri._____"Kamu gila ya!" teriakku saat sampai di apartemen Widya.Tangannya sudah berlumuran darah, ia bahkan tergeletak di lantai hampir saja kehabisan darah. Beruntung aku datang tepat waktu, jadi bisa segera membawanya ke klinik terdekat."Mas, kamu udah gak butuh aku kan. Jadi, buat apa aku hidup!" ucapnya seraya terisak.Aku benar-benar tak menyangka jika Widya mencintaiku sedalam itu. Bahkan, ia ingin
Kini, aku dalam posisi serba salah. Aku takut jika Widya akan mengancam bunuh diri lagi karena aku merasa bertanggung jawab atas dirinya meskipun aku bisa saja membiarkan dia mati tapi, aku rasa itu bukan pilihan yang baik.Aku harus segera mencari cara untuk lepas dari Widya bagaimanapun caranya aku harus secepatnya melepaskan dia sebelum dia tahu hubunganku dengan Widya.Atau bahkan sebelum rumah tanggaku dengan Nia benar-benar hancur karena aku sama sekali tidak ingin kehilangan istri sebaik dia._____Aku peluk tubuh Nia yang masih terlelap, ia bahkan tak menanggapi dan tetap tidur.Ketika aku berpura-pura tidur, Nia bangun dan melepaskan pelukanku. Ia menatap wajahku, kemudian bulir bening keluar dari kedua matanya.Aku semakin tak mengerti, apa ini ada hubungannya dengan sikap diamnya selama ini?"Kamu kenapa?" tanyaku y
Nia pergi setelah mengucapkan kalimat yang masih berusaha aku cerna. Ya Tuhan, apa Nia sudah tahu hubunganku dengan Widya? kenapa aku tidak terpikir sampai situ?"Nia!"Aku kejar langkahnya, hingga tiba di depan pintu. Seseorang berdiri disana, berhadapan dengan Nia tepat di depan pintu."Widya!"_____"Untuk apa kamu ke rumahku?" tanya Nia dengan nada sinis.Widya melirik koper yang ada di tangan Nia, kemudian berganti pandangan ke arahku."Bagus jika kamu mengaku kalah!" ucap Widya.Widya hendak masuk ke dalam rumah, tapi dengan Nia menahan dengan bahu kanannya. Mereka berdua saling pandang. Tatapan tajam yah begitu mengerikan.Ternyata dua orang wanita yang tengah kesal lebih menyeramkan dari pada pria yang tengah bertarung."Kalau kamu ingin pergi, pergilah!" usir Widya seraya melirik k
Widya menangis tersedu di depan lift sementara aku pergi meninggalkan Ia sendiri tanpa merasa bersalah atau pun merasa harus ada yang dipertanggungjawabkan dari hubungan kami berdua.Kini aku hanya tinggal meminta maaf pada Nia dan aku harap dia bisa memaafkan aku karena hanya itu yang bisa aku lakukan saat ini.____Aku lajukan kendaraan lebih cepat dari biasanya karena aku ingin segera sampai di rumah dan cepat membicarakan semuanya.Sesampainya di rumah aku segera membuka pintu yang ternyata belum dikunci oleh Nia. Aku masuk perlahan, melangkahkan kaki dengan sangat hati-hati karena aku melihat Nia tengah duduk di ruang tamu seorang diri.Pandangannya kosong seolah ia tak memikirkan apapun atau mungkin ia terlalu lelah memikirkan semuanya."Sayang ..." panggilku seraya berjalan mendekat ke arahnya.Nia mendongak dan menatapku dengan ta
Besok mungkin aku akan kembali membicarakannya di depan kedua orang tuaku agar Nia yakin bahwa aku ingin memperbaiki diriku dengan sungguh-sungguh.Aku yakin kedua orang tuaku akan membantuku untuk kembali bersatu dengan Nia karena Nia adalah menantu kesayangan di keluargaku.____Setelah pagi menyapa aku segera bergegas pergi ke rumah orang tuaku karena aku tak ingin Nia terlebih dahulu pergi meninggalkan rumah ibuku."Assalamualaikum."Siapakah ketika aku baru saja sampai di rumah ibuku yang jaraknya memang tak begitu jauh dari rumah ke tempat aku tinggal."Waalaikumsalam," jawab ibu.Beliau mencubit perutku, dan segera membawaku ke dapur untuk mengintrogasi ku."Kamu apain Nia? semaleman dia nangis!" ungkap Ibu.Aku tertunduk lesu, aku malu mengakui semua perbuatanku pada ibu kandungku sendiri.
#KETIKA_ISTRIKU_TAK_LAGI_CEREWET#11#Nia"Aku bosan, istriku selalu saja cerewet dan banyak omong. Risih rasanya, setiap kali aku pergi dia tanya kabar. Ngingetin makan, ngingetin ini itu. Capek!"Aku mendengar percakapannya kala itu, sedih? tentu saja. Perhatian yang aku berikan padanya hanya dianggap hal yang membosankan.Aku terdiam sejenak, berusaha mencari cara agar hatiku bisa menjadi lebih baik. Sepertinya, memang suamiku tak lagi seperti yang dulu.Mas Roby selalu saja perhitungan padaku, bahkan untuk kebutuhan rumah tangga yang aku gunakan untuk kepentingan berdua.Aku masih berusaha berpikir positif, mungkin Mas Roby memang tengah banyak pekerjaan dan gajinya tak cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.Hingga akhirnya aku memutuskan untuk berjualan online dan merubah sikap cerewet ku menjadi sikap yang jauh lebih pendiam.Seminggu pertama, aku pikir semua berhasil karena Mas Roby nampak kehilangan si
#KETIKA_ISTRIKU_TAK_LAGI_CEREWET#12Setelah Bapak selesai menceramahi ku dengan kata-kata tajam yang mampu menusuk ke dalam jantungku, tiba-tiba Nia keluar bersama Ibu.Wajahnya nampak sembab, sepertinya ia telah menangis di dalam tadi bersama ibu.Tok tok tok!Seseorang mengetuk pintu sebelum aku sempat meminta maaf lagi pada Nia."Biar ibu yang buka pintu," tahan Ibu saat aku hendak melangkah menuju teras depan.Aku pun duduk bersama dengan Nia di meja makan. Kami berdua saling tertunduk karena bapak mulai menceramahi kami berdua, lagi."Nia, maaf ya. Bapak gagal didik anak. Bapak malu dengan kelakuan Roby dan bapak gak nyalahin kalau kamu ingin pergi, tapi kalau bisa bapak minta pertimbangkan semua lagi."Bibirku sedikit tersenyum simpul ketika mendengar ucapan bapak. Akhirnya beliau membantuk